Momen hening seketika pecah saat Inhibitor Turret dihancurkan. Sorak-sorai penonton mengiringi ketika sang pemenang telah menghabisi lawannya. Semua mata tertuju pada mereka yang jadi nomer satu. Semua anggota tim pemenang jadi sorotan, perjalanan mereka diangkat, dan perjuangannya dielu-elukan.
Lantas bagaimana nasib juara kedua yang juga berjuang sama keras dan beratnya sejak awal kompetisi? Mereka terlupakan. Perjuangannya memanjat sebuah kompetisi hanya berbuah ‘nice try’.
Banyak orang bilang, sejarah ditentukan oleh mereka yang menang. Padahal dalam pertandingan, kalah bukan berarti tidak menampilkan performa terbaik. Setidaknya ada 5-10 orang yang menghabiskan waktunya untuk bermain penuh taktik dan sekuat tenaga.
Faktor kekalahan memang banyak, bisa individu, kerjasama tim, atau mungkin kendala di luar permainan; seperti kualitas manajemen tim, tuntutan penggemar, atau mungkin kualitas internet. Apapun alasannya, pada akhirnya, semua penonton melupakan yang gagal naik podium.
Di MPL season 6, kita melihat Alter Ego berhadapan dengan RRQ Hoshi di laga final. Kekalahan yang dialami Alter Ego pada ronde kelima memang membuat pertandingan tersebut jadi sangat dikenang.
Posisi Alter Ego yang sudah unggul memaksa RRQ Hoshi harus bertahan di base dengan kekuatan seadanya. Beberapa pemain mereka sudah berhasil ditumbangkan dan pemain Alter Ego sudah masuk ke base. Namun, Alberttt yang saat itu merupakan pemain debutan sukses menunjukkan permainan yang apik.
Kondisi jadi berbalik, RRQ Hoshi berhasil unggul. Mereka meratakan markas dari Alter Ego. Alhasil, Celiboy dan kawan-kawan gagal angkat piala, padahal kemenangan sudah berada di depan mata.
Dari situ, RRQ Hoshi bak penguasa di medan turnamen Tanah Air; pada MPL season 5 dan 6 misalnya. Kendati demikian, yang selalu menang bukan tak mungkin kalah. Prediksi penonton yang menjagokan RRQ Hoshi harus terpatahkan, ketika Genflix Aerowolf mencuri kemenangan di MPL season 7.
Pantaslah kalau tim ini disebut “King Slayer”. Tak disangka, tim kuda hitam di MPL Season 7 berhasil mengalahkan RRQ Hoshi di hari pertama playoffs. Mereka berhasil menumbangkan tim-tim besar, termasuk Alberttt cs. RRQ Hoshi harus mengakui kekuatan Genflix Aerowolf dan kalah dengan skor sengit 2-1.
Banyak momen kemenangan dan kekalahan yang memorable di sepanjang perjalanan turnamen esports Indonesia. Mereka yang awalnya tak nampak, tiba-tiba bersinar membawa pulang piala.
Bukan hanya faktor performa, tapi kendala di luar skill dan kemampuan juga jadi alasan. Ingat ketika MPL diselenggarakan di awal-awal masa pandemi COVID-19? Masalah koneksi kerap kali mewarnai pertandingan karena peserta bertanding dari gaming house masing-masing. Kendala ini terjadi pada laga EVOS Legends vs ONIC Esports pada MPL Season 6 week 3.
Semua berjalan lancar di awal, sampai pause pertama dicetuskan oleh EVOS Legends. Kendala koneksi bikin mereka sampai menghabiskan jatah pause. Akhirnya tim macan putih memilih diam di base, tidak melakukan perlawanan maupun pertahanan. Meski akhirnya kalah, pertandingan ini jadi momen kekalahan di MPL yang patut dikenang.
Kekalahan ini bukan soal set up atau team fight, tapi soal koneksi. Rasanya jadi membuka luka lama esports Indonesia, tepatnya ketika tim nasional Dota 2 Indonesia harus dianggap menyerah dan walkout dari pertandingan kualifikasi zona Asia Tenggara IESF World Championship 2020.
Saat itu, timnas Indonesia mengalami masalah pada jaringan koneksi sehingga membuat mereka gagal memulai pertandingan secara tepat waktu. Bahkan para atlet esports Indonesia, harus bergegas menuju warnet terdekat demi bisa melanjutkan pertandingan. Sayang, jarak ke warnet bikin mereka dicap terlambat hadir di lobby pertandingan.
Kalah sebelum bertanding menjadi catatan kelam perjalanan esports Indonesia. Kita tak bisa menutup mata, kurangnya infrastruktur internet Indonesia juga membayangi para atlet esports tanah air.