Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sedang menjadi topik utama pada hampir semua media sosial. Pasalnya, KPI berencana untuk melakukan pengawasan terhadap tayangan yang ada di Netflix dan Youtube. Berita tentang pengawasan tersebut mendapat respons yang beragam dari netizen. Pro dan kontra rencana kebijakan ini pun jadi pembahasan menarik.
Sampai-sampai, dibuat petisi “Tolak KPI Awasi Netflix” yang digagas oleh Dara Nasution, juru bicara Partai Solidaritas Indonesia. Petisi tersebut sudah ditandatangani lebih dari 85.000 orang sejak artikel ini ditulis. Penasaran dengan apa, sih, pemicu KPI merencanakan aturan tersebut?
Simak beberapa poin yang bisa kalian pahamin soal rencana KPI awasi Netflix dan Youtube.
Mendapat Dukungan Kominfo
Dalam wawancara bersama salah satu stasiun TV, Agung Suprio, ketua KPI Pusat ini mengaku bahwa dirinya sering mendapatkan pengaduan dari kalangan ibu-ibu rumah tangga tentang konten dan tayangan di media baru. Hal itulah yang menjadi inspirasi KPI membuat aturan pengawasan terhadap Netflix dan Youtube.
”Dikhawatirkan konten dan tayangan yang tidak sesuai dapat mencederai pola pikir anak, sehingga KPI merasa bertanggung jawab untuk menegah hal tersebut terjadi,” ujar Agung kepada Kompas TV.
Hal yang menjadi dasar munculnya ide untuk melakukan penyaringan terhadap konten yang enggak sesuai ini didukung oleh Kominfo. Henri Subiakto sebagai perwakilan Kominfo menjelaskan bahwa pihaknya mengapresiasi niat baik KPI.
Kalau secara hukum, Netflix dan Youtube memang bukan wewenang KPI. Makanya pengertian penyiaran dalam UU No. 33/2002 yang masih konvensional, harus diperbaharui agar Kominfo bisa memberikan kewenangan kepada KPI.
“Ini tantangan, karena ada teknologi baru yang tiba-tiba tidak bisa masuk ke penyiaran, tapi termasuk penyiaran,” ujar Henri, staf ahli Kominfo.
Sementara, Netflix dan Youtube bisa dibilang masuk ke ranah penyiaran, meski menggunakan internet dan enggak serentak alias On Demand.
Pro dan Kontra Netizen Banjiri Media Sosial
Salah satu respons negatif muncul dari selebtwit sekaligus penulis buku, Alit Susanto. Dia ikutan geram dengan keputusan KPI yang menganggap konten Netflix “berbahaya” bagi anak-anak. Padahal, layanan berbayar ini udah ada fitur aman bagi anak dan keluarga.
Selain Alit, banyak netizen lain yang juga enggak setuju dengan rencana keputusan tersebut. Bahkan, beberapa waktu lalu sampai trending di media sosial.
Respons netizen enggak cuma protes aja, lho. Ada juga yang mendukung rencana KPI untuk melakukan penyaringan terhadap konten Youtube dan Netflix. Netizen mengatakan bahwa tayangan di media baru harus bermutu dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Menganggapi soal pengawasan konten yang dianggap “merusak” anak-anak, Henri mengatakan bahwa pihaknya nanti akan membutuhkan KPI untuk mengawasi konten di media baru. Mengingat, di Youtube, Facebook, dan sebagainya, masih ada kekerasan, penghinaan, dan perisakan.
“Saya setuju sekarang orangtua ada semacam kesadaran parental guideance, yaitu memilihkan channel tertentu untuk anak-anak. Namun bagaimana dengan orang dewasa? Itu prinsip di negara maju memang yang dilindungi itu anak-anak. Karena anak-anak belum dewasa, sedangkan orang dewasa bisa memilih apa saja,” papar Henri.
Perbaiki Kualitas Tayangan di Televisi, Apakah Jadi Solusi?
Membahas tentang netizen yang setuju terhadap rencana KPI ini, mereka mengatakan bahwa tontonan yang disiarkan harus bermutu. Lalu, bagaimana soal tayangan televisi yang dikeluhkan sebagian masyarakat karena enggak mendidik?
Ketua KPI Pusat menjawab bahwa selama tayangan enggak melanggar aturan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), maka acara tersebut enggak bermasalah.
Dengan kata lain, respons netizen soal tayangan enggak bermutu di televisi sebenarnya menjadi tamparan keras untuk lembaga penyiaran konvensional. Jika enggak memperbaiki kontennya, akan ditinggal.
Apalagi, anak-anak zaman sekarang lebih suka nonton di media baru. Sedangkan, oleh KPI, selama tayangan flat dan enggak melanggar P3SPS, tetap bisa tertayang.
Sedangkan Dara Nasution, penggagas petisi, menilai bahwa tindakan KPI Pusat terlalu berlebihan karena menambah beban untuk mengurusi hal yang bukan wewenangnya. Menurutnya, apabila KPI memang ingin meningkatkan mutu tontonan, diharapkan KPI mengalokasikan sumber daya manusia yang lebih banyak dalam hal peningkatan mutu.
“Dilihat dari susunan baru pejabat di KPI, terlihat tidak sesuai dengan tujuannya. Jika memang fokus KPI untuk meningkatkan mutu acara kenapa hanya ada 2 orang yang bertugas mengurusi mutu siaran,” ujar Dara.
Agung pun menanggapi sekaligus memberi contoh soal regulasi keras terhadap media baru di Australia. Parlemen di negara tersebut bikin regulasi menghentikan konten karena terinspirasi dari kasus penembakan yang diunggah di Facebook. Regulasi ini mirip dengan apa yang dilakukan Kominfo ketika kasus demo beberapa waktu lalu.
“Sebenarnya kalau ada konflik pemahaman hukum seperti ini, nampaknya pemahaman undang-undang harus segera diselesaikan. Supaya tafsir yang berbeda ini bisa diatasi,” tegas Henri.
Lalu, Bagaimana Regulasi KPI?
Soal “ranah privat” dari Netflix sebenarnya belum ada aturan dari KPI yang menaungi bahwa mereka dapat mengatur masalah penyiaran media baru. Anggapan “saya bayar, saya bebas nonton”, juga punya hukum lewat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Selaras dengan hal itu, Agung Suprio mengatakan bahwa KPI segera bikin dua regulasi. Mengingat, KPI harus menyadari bahwa UU penyiaran yang ada saat ini belum mengakomodasi pengawasan terhadap media baru.
Pertama, KPI akan menunggu undang-undang penyiaran baru yang membuat mereka dapat mengatur tentang media baru. KPI juga ingin mengadakan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggalakan literasi digital secara besar-besaran.
“Kedua, KPI akan membuat FGD dan selama belum ada regulasi baru, KPI akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk meminta Netflix dan Youtube berbadan hukum di Indonesia,” tegas Agung.
Di sisi lain, KPI juga memiliki niat untuk bekerja sama dengan Kemendikbud agar dapat memberikan tontonan bermutu melalui literasi digital yang dilakukan secara masif.
***
Semoga saja, keputusan KPI mengawasi Netflix dan Youtube ada jalan tengahnya. Kita tinggal nunggu regulasi baru yang akan dibuat KPI dan Kominfo. Tentunya kita berharap regulasi yang diciptakan nanti enggak mematikan kreativitas masyarakat yang lagi berkembang saat ini.
Nah, kalau kalian tim yang menentang atau mendukung, nih? Yuk, kasih pendapat kalian di kolom komentar. Buat yang masih penasaran sama informasi terbaru seputar film, game, dan esports, jangan lupa pantengin terus KINCIR, ya!