Tanggal 23 Februari 2024 jasi hari yang paling diingat oleh sutradara, Muhadkly Acho, duo produser, Ernest Prakasa dan Dipa Andika, juga empat orang aktor, Boris Bokir, Bene Dion, Indra Jegel dan Oki Rengga. Tanggal ini menjadi penanda bagi film Agak Laen menumbangkan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos! Part 1 sebagai film komedi Indonesia terlaris. Film yang disutradarai Anggy Umbara itu sudah memegang tampuk kekuasaan sejak tahun 2016 dengan pencapaian 6.858.616 penonton.
Sehari sebelumnya via platform X, salah satu kritikus film paling disegani, Ekky Imanjaya, memprotes soal penggunaan istilah “Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa”. Menurutnya lebih baik menggunakan terminologi “Film Indonesia Terlaris Pasca 1998”. Dan saya sepakat dengan Ekky dan mulai dari sekarang akan menggunakan terminologi tersebut. Maka per tanggal 23 Februari 2024, Agak Laen sah menjadi Film Komedi Indonesia Terlaris Pasca 1998.
Agak Laen memang memang menjadi anomali bagaimana film bekerja di mata penonton. Dianggap “bekerja” di luar “formula box office”, toh hingga hingga Minggu, 3 Maret 2024, Agak Laen sudah membukukan perolehan 8.800.337 sampai hari ke-40 penayangannya. Film ini diperkirakan potensial menyalip KKN di Desa Penari sebagai Film Indonesia Terlaris Pasca 1998.
Salah satu anomali paling menarik dari Agak Laen tentu saja adalah bagaimana film tersebut dengan percaya diri mendasarkan ceritanya pada cerita asli.
Agak Laen jadi satu-satunya film dengan cerita asli dalam daftar 10 film Indonesia terlaris
Jika melihat daftar 10 Film Indonesia Terlaris pasca 1998 via aplikasi Cinepoint terbaca data bahwa Agak Laen menjadi satu-satunya film dengan cerita asli. Sisanya adalah adaptasi dari thread viral di Twitter [KKN di Desa Penari, Sewu Dino], remake [Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos! Part 1, Miracle in Cell No 7], sekuel dari remake [Pengabdi Setan 2: Communion], adaptasi novel [Dilan 1990, Laskar Pelangi] dan adaptasi dari kisah nyata [Habibie & Ainun].
Sukses besar film Agak Laen sejatinya meruntuhkan kepercayaan rumah-rumah produksi besar bahwa penonton kita akan lebih tertarik pada materi cerita yang diyakini sudah dikenal mereka sebelumnya via berbagai media. Meski merek Agak Laen sudah populer terlebih dahulu via saluran YouTube dengan pengikut 681 ribu, namun cerita yang ditulis oleh Muhadkly Acho adalah cerita asli. Tentu saja merek Agak Laen punya andil dalam mempopulerkan filmnya namun ada faktor X yang tidak terbaca oleh pihak manapun di industri yang membuat film tersebut masih terus mengumpulkan minimal 100 ribuan penonton secara stabil setiap harinya.
Hanya saja, akankah sukses Agak Laen di box office akan membuat rumah-rumah produksi besar kembali percaya diri untuk memproduksi film berbasis cerita asli?
Menilai Agak Laen sebagai sebuah film, bukan produk Box Office
Sejujurnya saya terpesona sejak awal bagaimana Agak Laen membuka filmnya dengan menarik. Membawa kita masuk ke sebuah dunia berbeda dan lain. Dunia yang sesungguhnya ada di sekitar kita namun tak pernah benar-benar kita ketahui bagaimana dunia tersebut bekerja. Sebuah dunia bernama pasar malam.
Meski tak digali lebih detil namun pengenalan situasi di pasar malam cukup membawa kita masuk ke salah satu wahana bernama Rumah Hantu. Kita diajak Acho masuk ke sebuah wahana yang memang biasanya dijalankan dengan malas, nyaris tanpa invensi, sebagaimana sebagian besar film horor yang dirilis di Indonesia.
Kita bertemu dengan Boris, Bene dan Jegel yang malas-malasan menjadi bagian dari wahana tersebut yang membuatnya tentu saja juga dijauhi pengunjung pasar malam. Hingga Oki muncul dan memberi ide cemerlang. Oki yang berkepala botak dan baru saja bebas dari penjara karena narkoba datang dengan ide merenovasi wahana dan membuatnya menjadi kembali menakutkan seperti seharusnya.
Sebagaimana hidup yang selalu penuh kejutan, begitupun apa yang terjadi di film ini. Baru saja hendak memulai mengoperasikan wahana yang baru selesai direnovasi, sebuah musibah datang. Seorang pengunjung dengan sakit jantung masuk ke dalam wahana dan mendapati dirinya ketakutan dan akhirnya meregang nyawa. Dan tentu saja membuat empat sekawan ini panik dan melakukan apa yang paling mungkin terpikirkan: mengubur mayat si pengunjung dalam wahana.
Setelahnya, skenario Agak Laen yang juga ditulis sendiri oleh Acho bekerja dengan dinamis dengan kelokan demi kelokan cerita. Meski tak terlampau mengejutkan namun berhasil membuat filmnya hadir sebagai karya yang solid. Dengan penataan kamera yang asyik dan ilustrasi musik yang menarik membuat film ini juga tak sekedar hadir sebagai film yang menghadirkan para komedian sebagai pemeran utamanya.
Jejak film Indonesia dengan cerita orisinal setahun sebelumnya
Sesungguhnya semesta sudah memberikan tanda-tanda alam bahwa telah terjadi pergeseran selera penonton, tak lagi mengikuti apa yang diyakini rumah-rumah produksi besar. Tahun lalu Air Mata di Ujung Sajadah yang juga berangkat dari cerita asli laris manis secara mengejutkan di box office. Film yang dibintangi trio Titi Kamal – Fedi Nuril – Citra Kirana itu berhasil membuat 3.127.671 orang berduyun-duyun memenuhi kursi-kursi bioskop di seluruh Indonesia.
Tahun lalu sedikitnya ada 6 judul film Indonesia lainnya dengan perolehan di atas 1 juta penonton. Masing-masing adalah Petualangan Sherina 2 dengan 2.414.504 penonton, Waktu Maghrib dengan 2.409.112 penonton, Ketika Berhenti Di Sini dengan 1.611.005 penonton, Sosok Ketiga dengan 1.162.291 penonton, Indigo dengan 1.051.231 penonton dan 13 Bom di Jakarta dengan 1.005.000 penonton.
Sekali lagi dengan sukses besarnya Agak Laen di awal tahun ini dan sukses 7 film dengan cerita asli tahun lalu seharusnya membuat rumah-rumah produksi besar semakin melirik potensi cerita asli yang segar dan menarik.
MD Pictures dan Falcon Pictures yang masih setia dengan adaptasi
Meski semakin banyak film Indonesia dengan cerita asli yang direspon baik oleh pasar namun dua rumah produksi terbesar di Indonesia masih bergeming. MD Pictures masih setia dengan adaptasi dari thread viral di X, pun mulai melirik podcast sebagai “lahan baru”. Sementara Falcon Pictures mencoba konsisten dengan adaptasi dari film asing, juga dengan adaptasi dari materi webtoon.
Pasca sukses KKN Di Desa Penari yang menjebol rekor Film Indonesia Terlaris dengan pencapaian 10 juta penonton, MD Pictures mencoba menduplikasi hal-hal yang dianggapnya bekerja pada film tersebut ke film-film mereka berikutnya. Sewu Dino yang dirilis tahun lalu bekerja nyaris dengan semua elemen yang dimiliki KKN di Desa Penari. Pertanyaan paling menarik melihat kecenderungan ini adalah apakah percobaan tersebut sukses?
Jika melihat pencapaian Sewu Dino yang masih membukukan 4,8 juta penonton dan menjadi Film Indonesia Terlaris tahun lalu, secara sepintas terlihat bahwa “formula” itu bekerja dengan baik. Namun jika membandingkannya dengan perolehan KKN di Desa Penari, terbaca penurunan hingga menyentuh angka 50%.
Begitupun MD Pictures masih belum kapok mengulangi formula yang dipercayainya itu dengan Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul. Film yang disutradarai Awi Suryadi ini boleh saja menjadi film dengan aspek teknis paling cemerlang dari semua film yang pernah dihasilkan MD Pictures namun ternyata hasil box office-nya cenderung biasa saja. Film tersebut “hanya” beroleh 1.648.624 penonton yang artinya ada penurunan kembali hingga 33% dari perolehan Sewu Dino.
MD Pictures pun masih mencoba membuktikan formula tersebut dengan merilis kelanjutan dari KKN di Desa Penari berjudul Badarawuhi di Desa Penari di Lebaran 2024 nanti. Tentu saja menarik mencermati bagaimana perolehan film tersebut yang akan bersaing head-to-head dengan sesama film horor lainnya, kali ini film horor dari cerita asli berjudul Siksa Kubur dari Joko Anwar.
Setipe dengan MD Pictures, Falcon Pictures juga tampaknya percaya pada semacam formula box office dan membuat mereka setia dengan proyek-proyek adaptasi. Setahun sebelumnya, Miracle in Cell No 7 yang diadaptasi dari film Korea sukses berjudul sama menjadi Film Indonesia Terlaris ketiga dengan perolehan 5.852.916 penonton. Namun tahun lalu, film Hello Ghost yang juga diadaptasi dari film Korea sukses cuma beroleh 613.212 penonton dan gagal melanjutkan tradisi sejuta penonton bagi Falcon Pictures.
Tahun ini Falcon Pictures merilis Pasutri Gaje dari adaptasi webtoon yang dibaca puluhan juta pembaca, memajang duo sukses Reza Rahadian – Bunga Citra Lestari, namun toh filmnya hingga Minggu 4 Maret 2024 baru beroleh 460.566 penonton.
Bertaruh pada IP usang
Selain adaptasi novel, komik, webtoon, thread viral di Twitter/X hingga remake, yang juga menarik dicermati adalah kecenderungan rumah-rumah produksi besar bertaruh pada materi cerita lama alias IP [Intellectual Property] yang sesungguhnya usang dan tak diremajakan terlebih dahulu sebelumnya.
Sejauh ini baru Falcon Pictures dan Visinema Pictures yang berhasil melakukannya dan beroleh sejuta penonton. Di tahun 2020, Falcon Pictures merilis Akhir Kisah Cinta Si Doel yang berhasil mengumpulkan 1.156.859 penonton sedangkan Visinema Pictures melakukannya setahun sebelumnya dengan Keluarga Cemara yang beroleh 1.701.498 penonton. Belakangan, Visinema Pictures kembali bertaruh dengan memproduksi Ali Topan dan merilisnya pada 14 Februari 2024
Pembuat film di mana pun rasanya mungkin memang menyukai nostalgia. Karenanya mereka tak segan-segan membangkitkan IP [intellectual property] lama seperti Balada Si Roy yang sudah begitu lama tertidur. Tapi di Indonesia, kita membangkitkan IP usang dari tidur panjangnya tanpa betul-betul menyadari bahwa penonton bioskop hari ini mungkin sama sekali tak pernah mendengar cerita sukses IP tersebut.
Novel Balada Si Roy karya Gol A Gong diterbitkan pertama kali tahun 1989 dan ceruk terbesar penonton bioskop hari ini justru belum lahir di tahun tersebut. Dan hasilnya memang cukup fatal. Di luar kualitas artistik dari film Balada Si Roy yang dipujikan, film tersebut ternyata hanya bisa beroleh kurang dari 200 ribu penonton ketika dirilis di bioskop di awal tahun 2023.
Rupanya pembuat film masih terlena dengan nostalgia dan kembali mengulang kesalahan yang sama ketika merilis reboot IP usang berikutnya juga di tahun lalu, Gita Cinta Dari SMA. Bagi yang lahir di akhir tahun 1970-an seperti saya hampir pasti tahu soal film yang melambungkan nama Rano Karno dan Yessy Gusman tersebut. Begitupun kita juga tak menontonnya di bioskop, lha wong ketika dirilis di tahun 1979, kami masih berusia 1 tahun! Tapi Gita Cita Dari SMA yang disadur dari novel populer karya Eddy D Iskandar tersebut menjadi film terlaris ketiga di Jakarta dengan perolehan penonton mencapai 162 ribu orang.
Lantas bagaimana dengan versi 2023-nya? Sekali lagi, di luar kualitas artistik yang juga dipujikan, Gita Cinta Dari SMA gagal merebut perhatian penonton seperti saya yang ingin bernostalgia, juga tak cukup kuat menarik minat anak-anak muda untuk menyaksikannya di bioskop. Gita Cita Dari SMA yang dirilis jelang Valentine tahun lalu itu bahkan beroleh penonton kurang dari yang dicapai Balada Si Roy.
Setelah Agak Laen, film Indonesia dari cerita asli apa lagi yang akan laris?
Setelah Agak Laen, film dari cerita asli lainnya, Kereta Berdarah, berhasil menjadi film ketiga yang menembus status box office sejuta penonton di trimester pertama tahun ini. Di belakangnya menguntit ketat film horor berjudul Pemandi Jenazah yang ditahbiskan menjadi film keempat yang menembus 1,5 juta penonton per Senin, 11 Maret 2024 (Sumber: Instagram Pemandi Jenazah)
Sementara film dari cerita asli lainnya yang juga digadang-gadang potensial menjadi film laris adalah karya terbaru dari Joko Anwar berjudul Siksa Kubur. Begitupun sejauh ini baru dari genre horor lah cerita asli mulai diminati lebih baik dari sebelumnya. Tentu saja kita menantikan cerita-cerita asli yang segar dan menarik dari genre drama, komedi, thriller hingga aksi yang juga bisa sukses di box office.