*Spoiler Alert: Review serial The Choosen One ini bisa saja mengandung bocoran yang mungkin engganggu kamu yang belum menonton.
Pada Agustus 2023, Netflix merilis serial bertema fantasi religi berjudul The Chosen One. Serial yang didasarkan pada serial buku komik berjudul American Jesus yang ditulis oleh Mark Millar dan Peter Gross ini menyajikan kisah tentang Jodie, seorang anak berusia 12 tahun di Baja, California, yang menyadari dirinya memiliki mukjizat seperti Yesus. Pertanyaan terbesar dari serial 6 episode ini adalah akankah Jodie menjawab panggilan dan memenuhi takdirnya?
The Chosen One menampilkan pendatang baru, Bobby Luhnow sebagai Jodie dan didukung oleh pemeran pendamping seperti Lilith Curiel sebagai Magda, Juanito Anguamea sebagai Tuka, Jorge Javier Arballo sebagai Hipolito dan Alberto Perez-Jacome sebagai Wagner. Selain itu juga ada Dianna Agron (dikenal dari serial Glee) dan Tenoch Huerta (yang meraih popularitasnya berkat film Black Panther: Wakanda Forever).
Review serial The Chosen One (2023)
Tentang Peter Parker, Jodie dan remaja dengan kekuatan besar
Tahun 1962, untuk pertama kalinya dunia berkenalan dengan adiwira bernama Spider-Man ciptaan Stan Lee dalam komik Amazing Fantasy #15. Berpuluh tahun setelahnya sosoknya masih belum tergantikan.
Pada awalnya Spiderman adalah Peter Parker, seorang remaja yatim piatu usia 15 tahun yang diasuh oleh paman dan bibinya di Queens, Manhattan. Latar belakang hidupnya membuatnya menjadi karakter yang tak percaya diri, menjalani masa remaja yang penuh tekanan dan seringkali menjadi korban bullying hingga sebuah peristiwa terjadi. Ia disengat laba-laba yang menyuntikkan kekuatan super ke dalam dirinya.
Seiring dengan perubahan yang dialaminya, dunia di sekelilingnya ikut berubah. Cara pandangnya terhadap dunia pun ikut berubah. Perlahan Peter belajar untuk beradaptasi terutama tentang bagaimana memanfaatkan kekuatan besar yang kini dimilikinya. Begitupun Peter masih seringkali diingatkan oleh pamannya, Ben Parker, bahwa “seiring datangnya kekuatan besar, di sana juga ada tanggung jawab yang besar”.
Tapi apa yang dialami Peter dalam dalam semua versi perjalanannya belum sebanding dengan apa yang dialami Jodie, karakter yang dimainkan dengan menarik oleh pendatang baru, Bobby Luhnow. seorang remaja tanpa ayah yang diasuh ibu tunggal dari Baja, California.
Dalam adegan pembuka serial The Chosen One yang tayang di Netflix, setelah mengalami penganiayaan, Sarah, sang ibu, terburu-buru meninggalkan rumah yang mereka tinggali bersama Jodie yang masih bayi. Sarah memutuskan menempuh perjalanan darat menghampiri dua ribu kilometer dari Baja menuju Meksiko demi memulai hidup baru bersama putra semata wayangnya. Sebuah babak paling kelam dalam hidupnya harus ditutup. Sebuah babak baru di negeri penuh cahaya segera disongsongnya.
Stanley Hall, yang sering disebut sebagai Bapak Psikologi Remaja, menggambarkan periode remaja sebagai periode yang penuh gejolak dan menyebutnya sebagai period of storm and stress. Ada badai yang terjadi di sekeliling remaja yang terjadi tanpa mereka sadari dan seringkali tak mereka mengerti. Hasilnya adalah stres yang juga terkorelasi dengan sistem hormonal yang mulai berubah.
Bagi Peter dan Jodie, masa remaja mereka tak sederhana. Selain mengalami periode badai dan tekanan sebagaimana remaja lainnya, mereka juga mengalami sebuah peristiwa yang awalnya sulit mereka terima karena sulit diterima logika. Tiba-tiba saja Peter yang biasanya ringkih mendadak tangguh dengan segala kelenturan yang dimilikinya. Tiba-tiba saja Jodie dianugerahi sejumlah kelebihan mirip dengan Yesus yang tak pernah dimengertinya berasal dari mana.
Tapi Peter dan Jodie tahu bahwa kekuatan besar itu tak akan lenyap begitu saja. Kekuatan itu akan menjadi identitas baru mereka dan akan terus bersama mereka hingga akhir hayat.
Berbeda dengan Peter, Jodie beruntung karena punya punya 4 sahabat yang hampir selalu mendukungnya dalam susah dan senang: ada Hipolito yang sering menganggap dirinya sebagai pemimpin gang, Wagner yang menyukai sulap, Tuka yang percaya dengan warisan kepercayaan leluhurnya dan Magda yang kelak diperebutkan Hipolito dan Jodie. Jodie punya support system yang bisa jadi membuatnya lebih stabil, apalagi karena ia memang berada di tengah lingkungan religius.
Sajikan kisah persahabatan menyenangkan
Di luar kisah besarnya, The Chosen One juga menjadi menarik karena menyajikan persahabatan remaja yang terasa murni dan otentik. Bersamaan dengan apa yang sedang mereka alami dengan tubuh dan hormon mereka, kelimanya pun tak takut melakukan petualangan bersama-sama yang kelak tak hanya menguji persahabatan mereka tapi juga sekaligus iman yang selama ini mereka percayai.
Kisah ajaib Jodie yang terbebas dari sebuah kecelakaan maha dahsyat tak hanya menjadi pintu masuk bagi persahabatan mereka ke jenjang yang lebih menantang namun juga sekaligus akan memperlihatkan wajah-wajah asli mereka. Terutama bagaimana mereka bereaksi ketika akhirnya tahu bahwa salah satu dari mereka dianugerahi mukjizat layaknya Tuhan. Apakah teman yang biasa mereka olok-olok kini mesti berubah menjadi seseorang yang mereka sembah?
Jodie sebagai titisan Yesus?
The Chosen One yang diadaptasi dari komik kreasi Mark Millar (kreator di balik judul-judul populer seperti Wanted, Kick-Ass hingga Kingsman) dengan cerdik memindahkan setting dari Amerika ke Meksiko. Sebuah negara dengan penganut Katolik hingga 82% dan membuatnya lebih cocok sebagai tempat munculnya titisan Yesus yang nantinya akan menimbulkan masalah demi masalah tak terbayangkan sebelumnya. Meksiko terasa lebih spiritual dengan visual yang lebih magnetik dan terasa cocok untuk menggambarkan bagaimana Jodie sebagai titisan Yesus mengalami perjalanannya menerima anugerahnya.
Tapi remaja manapun akan kebingungan ketika melihat dirinya mula-mula bisa mengubah air menjadi anggur, bisa menyembuhkan orang sakit seketika dan mukjizat paling dahsyat tentunya adalah bisa membangkitkan orang mati. Jodie tak tahu bagaimana awalnya menyikapi segala anugerah yang tiba-tiba dimilikinya.
Apakah ia perlu mensyukurinya? Apakah ia boleh memanfaatkannya untuk bersenang-senang dengan teman-temannya? Ataukah ini memang semacam petunjuk dari Tuhan agar ia memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat? Tak ada yang bisa memberitahukan kepada dirinya tindakan paling tepat seperti apa yang harus diambilnya. Ia tak bisa mengobrolkan hal ini ke siapapun, bahkan kepada ibunya sendiri.
Begitupun Sarah tahu bahwa putranya istimewa sejak awal dan mencoba dengan segala daya upaya untuk menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Sebagai ibu mungkin ia hanya ingin agar putranya menjalani hidup senormal mungkin. Seorang ibu selalu punya cara sendiri untuk memberikan yang terbaik yang menurutnya pantas untuk anaknya. Tapi semesta tak akan berpihak pada kemauan Sarah terus menerus. Niat baiknya tak bisa lagi dipertahankannya selama mungkin. Pada akhirnya keistimewaan itu akan terkuak dan hidup putranya akan berubah drastis selamanya.
Namun bagaimana kita menyikapi anugerah? Bagaimana kita bisa mempercayai seorang manusia biasa dianugerahi dengan kemampuan demi kemampuan mirip Tuhan? Di tengah kemiskinan, suasana terik dan suasana keagamaan yang semakin tandus akan muncul peristiwa demi peristiwa yang menguji iman? Betulkah anugerah itu dari Tuhan? Bisakah sihir bermalih rupa sebagai anugerah di tangan Setan? Bagaimana kita bisa membedakan anugerah dari sihir?
Perjalanan menguji iman
Iman kita memang akan selalu diuji dengan beragam peristiwa yang kita alami sepanjang hidup. Kelak mungkin remaja serupa Jodie akan muncul di Toraja dengan segenap anugerahnya yang membuat kita awalnya meragukannya lantas mempercayainya dan menganggapnya sebagai Tuhan.
Suatu ketika remaja serupa Jodie bisa jadi hadir di Larantuka dengan segala keajaiban yang dimilikinya dan membuat umat merengkuh dan lantas menyembahnya. Di tengah dunia serba pragmatis seperti sekarang ini, mungkin memang kita perlu harapan yang menyaru sebagai anugerah. Kita memerlukannya untuk mengingatkan kembali keimanan kita. Kita memerlukannya sebagai pengingat bahwa iman kita mungkin memang perlu diisi kembali.
***
Dunia mungkin memang perlu sosok-sosok seperti Peter dan Jodie. Di tengah kekacauan, ketidakpastian dan kegelapan, mereka datang sebagai pembawa terang. Bagi Peter, misinya adalah menolong mereka yang menjadi korban kesewenang-wenangan. Bagi Jodie, misinya adalah membuat mereka kembali beriman dan percaya pada Tuhan.
Bkita, serial The Chosen One mungkin bisa menjadi pembawa harapan akan serial-serial remaja yang datang dengan isu-isu religius dan kontemplatif namun tak berceramah moral dan tak menggurui, tak lagi semata membahas pencarian jati diri, eksplorasi seks dan persoalan remeh temeh yang sudah dibahas di ratusan judul lainnya.