Review All the Light We Cannot See

Review Serial All the Light We Cannot See (2023)

All the Light We Cannot See
Genre
  • drama
Actors
  • Aria Mia Loberti
  • Louis Hofmann
  • Mark Ruffalo
Director
  • Shawn Levy
Release Date
  • 02 November 2023
Review Serial All the Light We Cannot See
Rating
4 / 5

All the Light We Cannot See adalah serial terbatas (limited series) drama Amerika yang disutradarai oleh Shawn Levy (Stranger Things) dan dikembangkan oleh Steven Knight (Peaky Blinders) untuk Netflix. Berdasarkan novel pemenang Pulitzer karya Anthony Doerr dengan judul yang sama, serial ini dibintangi oleh pendatang baru Aria Mia Loberti, Louis Hoffman (Dark), Mark Ruffalo (Avengers: Endgame) dan Hugh Laurie (House).

Serial empat episode ini ini mengikuti kisah seorang gadis Prancis buta bernama Marie-Laure dan seorang tentara Jerman bernama Werner yang jalurnya bersilangan di Prancis yang diduduki selama Perang Dunia II.

All the Light We Cannot See ditayangkan di Netflix mulai 2 November 2023.

Review serial All the Light We Cannot See (2023)

Marie dan Werner yang percaya pada kekuatan suara

Review serial All the Light We Cannot See. Via Istmewa.

Tahun 2014. Penulis Anthony Doerr berada dalam kereta api untuk sebuah perjalanan. Sebuah kejadian biasa terjadi tepat di hadapannya dan kelak memantik ide untuk menghasilkan novel All the Light We Cannot See yang melambungkan namanya.

Dalam wawancaranya pada tahun 2014 dengan National Public Radio, Anthony mengenang betapa marahnya seseorang di kereta yang ditumpanginya itu karena kehilangan sinyal ponselnya. “Ia menjadi agak marah, sedikit marah karena malu,” kata Anthony, “sangat marah. Dan saya ingat berpikir, apa yang ia lupakan – sebenarnya apa yang kita semua lupakan sepanjang waktu – adalah bahwa ini adalah sebuah keajaiban.

Ia memanfaatkan penerima dan pemancar kecil ini, radio kecil di sakunya, untuk mengirim pesan dengan kecepatan pantulan cahaya antar menara ke seseorang yang mungkin ribuan mil jauhnya, ” ujarnya panjang lebar sebagaimana dikutip dari Collider.

Kejadian biasa itu terasa luar biasa bagi Anthony yang kelak memantik idenya dan membutuhkan waktu hingga 10 tahun mewujud menjadi sebuah novel berjudul All the Light We Cannot See. Ide dasar novelnya adalah tentang seorang pemuda yang terjebak di suatu tempat dan seorang gadis yang membacakan cerita kepadanya melalui radio.

Ide dasar ini dielaborasi menjadi jauh lebih menarik dengan sejumlah penambahan. Kini pemuda tersebut menjelma menjadi pemuda bernama Werner, seorang tentara Nazi yang terjebak di tengah peperangan tanpa akhir dan si gadis menjelma sebagai Marie, gadis buta yang membacakan cerita-cerita sebagai pesan bersandi melalui siaran radio.

Sebelum internet dan televisi, radio adalah awalnya

Via Istimewa.

Internet ditemukan pada tahun 1969, televisi ditemukan pada tahun 1925 dan radio ditemukan jauh sebelumnya pada tahun 1901 oleh fisikawan Italia, Guglielmo Marconi. Sebelum masa Perang Dunia II, Jerman sangat memahami kekuatan radio. Jika sebelumnya radio adalah penyampai informasi dan hiburan, di tangan Adolf Hitler dan Nazi, siaran radio berubah menjadi pertunjukan propaganda. 

Hitler paham betul kekuatan radio. Mereka percaya alat ini akan mampu dengan cepat memengaruhi 70 juta warganya. Namun satu kendala mereka hadapi. Kala itu harga radio mahal. Deutsche Welle menyebut harga satu unit bisa lebih dari sebulan gaji pegawai.

Untuk mengatasinya, maka tak lama setelah Hitler menjabat sebagai kanselir, Menteri Propaganda Joseph Goebbels mewajibkan produsen-produsen radio di Jerman menjual receiver radio dengan harga murah. Maka Joseph mengubah kekalahan Nazi pada 1943 di Stalingrad menjadi kampanye untuk mengobarkan perang lagi. Dalam pidato yang disiarkan di Berlin pada 18 Februari 1943, ia bertanya, ’’Kalian ingin perang total?’’ sebagaimana ditulis oleh Republika.

Teknologi yang sejatinya bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat bisa menjadi senjata beringas di tangan pihak yang berkuasa. Tak ada lagi siaran radio yang menghidupkan ilmu pengetahuan dan merayakan imajinasi. Hitler membungkam siaran radio dengan kekuatan suaranya yang menjelajah dunia.

Sewaktu diasingkan di Banda Neira, Sjahrir menulis soal kebenciannya pada Hitler karenanya. “Aku membenci [Hitler] dengan sepenuh tenagaku, sebab aku tahu ia adalah personifikasi dari semua kekuatan yang melawan kemajuan dan pembebasan manusia.”

Dari best seller, direkomendasikan Barack Obama, meraih Pulitzer dan diadaptasi oleh Netflix

Setahun setelah diterbitkan pada tahun 2014, novel All the Light We Cannot See mendapat sambutan luar biasa meriah dari seluruh dunia. Selain terjual hingga 15 juta kopi di seluruh dunia, masuk dalam peringkat New York Times Bestseller List selama 200 minggu, novel ini juga direkomendasikan secara khusus oleh Barack Obama kala dirinya masih menjabat sebagai presiden.

Hingga akhirnya setahun setelahnya All the Light We Cannot See diumumkan meraih Pulitzer. Panel juri yang terdiri dari jurnalis Elizabeth Taylor, penulis Alan Cheuse, dan profesor bahasa Inggris David Haynes menyebut karya Anthony tersebut sebagai “novel yang imajinatif dan rumit”, yang “ditulis dalam bab-bab pendek dan elegan yang mengeksplorasi sifat manusia dan kekuatan teknologi yang kontradiktif”. All the Light We Cannot See mengalahkan Let Me Be Frank With You karya Richard Ford, The Moor’s Account karya Laila Lalami dan Lovely, Dark, Deep karya Joyce Carol Oates.

Butuh 6 tahun bagi Netflix untuk akhirnya memberi lampu hijau bagi proyek adaptasi novel ini. Alih-alih menjadikannya sebagai film berdurasi 2 jam, All the Light We Cannot See bertransformasi menjadi serial terbatas [limited series] dengan 4 episode dengan durasi total sekitar 4 jam.

Marie dan Werner yang tumbuh bersama radio

Sebagai seorang anak yang lahir di akhir tahun 1970-an, sebagaimana Marie dan Werner, saya pun tumbuh bersama radio. Ada masa ketika radio berjaya dengan program sandiwaranya seperti Saur Sepuh, Tutur Tinular hingga Babad Tanah Leluhur yang membuat imajinasi kita melayang ke masa yang teramat jauh.

Ada masa ketika radio menjadi tempat saling berkirim pesan dengan seorang gadis yang kita incar. Bagi Marie dan Werner, radio adalah segala yang bisa mereka harapkan: menjadi tempat mencangkul ilmu, menguarkan imajinasi dan membuat sesuatu yang jauh terasa lebih dekat.

Bagi Marie yang buta, suara menjadi sebuah kekuatan. Ia percaya suara bisa menyampaikan pesan yang bisa mengubah takdir manusia. Bagi Werner yang normal, suara adalah pelipur lara bagi dirinya yang dibesarkan di panti asuhan. Bagi keduanya, radio adalah peneman segala.

Radio mendekatkan keduanya namun sekaligus memisahkan keduanya di kubu yang berlawanan. Werner adalah representasi tentara Jerman dan Marie adalah gadis Prancis yang kemerdekaannya tengah direnggut oleh Jerman. Keduanya bertemu dalam kondisi luar biasa. Tapi kita tahu All the Light We Cannot See disambut sedemikian meriah di seluruh dunia karena mempresentasikan seorang pemuda Jerman yang berbeda. Tak cuma Marie, Werner sesungguhnya juga adalah anomali.

Karena suara tak dapat dibungkam

All the Light We Cannot See Netflix. Via Istimewa.

Betapapun berkuasanya Hitler dan betapapun mengerikan caranya menegakkan kekuasaan, pada akhirnya kita tahu suara tak adapat dibungkam. Dari sebuah bangunan penuh diantara reruntuhan di Saint Malo, kita mendengar Marie bercerita. Sebuah cerita dengan pesan-pesan bersandi di baliknya yang kelak digunakan oleh Amerika untuk membombardir kota itu demi membebaskan Prancis dari cengkeraman Jerman.

Werner dengan hati nurani yang masih bersih mendengarkan Marie bercerita dengan jernih. Sebuah suara lirih di tengah suara rentetan senjata dan dentuman bom yang memekakkan telinga. Namun suara lirih itu berubah menjadi senjata yang mempengaruhi takluknya Jerman.

Pada akhirnya Hitler harus dan perlu mengakui pada suatu masa suara bisa dibungkam tapi tak akan pernah bisa seterusnya. Ia bisa membunuh ratusan ribu orang dalam masa peperangan tapi suara-suara mereka pun kelak bisa terdengar lirih dari liang lahat.

“Upaya saya dalam novel ini adalah untuk menunjukkan sisi kemanusiaan Werner dan Marie-Laure,” kata Anthony kepada Huffington Post “untuk mengusulkan potret pahlawan dan penjahat yang lebih rumit; untuk mengisyaratkan, ketika Perang Dunia II memudar dari kenangan masa lalunya selamat dan menjadi sejarah, semua cahaya yang tidak bisa kita lihat.”

Kelak berpuluh tahun kemudian, Widji Thukul kembali mengingatkan kita semua, sebuah pesan yang serupa dengan yang disampaikan serial terbatas All the Light We Cannot See

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam

mulut bisa dibungkam

namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang

dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

di sana bersemayam kemerdekaan

apabila engkau memaksa diamku

siapkan untukmu: pemberontakan! 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.