Ferguso, Esmeralda, dan Paulina. Yap, nama-nama tersebut enggak asing lagi, dong, buat kalian yang udah melewati hidup di tahun ‘90-an sampai dengan 2000-an awal? Ya, sebelum adanya drama Korea, drama India, dan juga drama Turki, pernah ada masa di mana drama Amerika Latin alias telenovela merajai channel TV Indonesia.
Ciri khas dari telenovela di Indonesia antara lain, adanya dubbing suara, tokoh baik yang terlalu merana, tokoh jahat yang terlalu sadis, dan cerita yang suka melebar enggak karuan.
Namun, terlepas dari lebainya, tetep aja banyak yang suka! Apalagi, para bintang Amerika Latin ini dianggap mewakili definisi kecantikan dan ketampanan yang diidam-idamkan masyarakat Indonesia, yakni tinggi, mancung, mata besar, tirus, lengkap, deh, pokoknya!
Kangen enggak sama drama-drama di telenovela? Simak aja, yuk, bagaimana, sih, perkembangannya dari masa ke masa.
Telenovela, Opera Sabun Khas Amerika Latin
Pada dasarnya, telenovela itu hampir sama kayak opera sabun Hollywood atau Inggris, dengan drama yang berpusat pada tokoh utama. Namun bedanya, opera sabun Inggris atau Amerika Serikat punya batas masa tayang. Ketika opera sabun itu dirilis, proses syuting sudah rampung.
Bagaimana dengan telenovela? Masa tayangnya enggak terbatas. Bahkan, bisa saja proses syuting masih berlangsung saat drama sudah dirilis. Kayak sinetron Indonesia, ya?
Hal ini membuat opera sabun spanish alias telenovela jadi punya karakter khusus: dramanya berkepanjangan, mendayu-dayu, dan merupakan hiperrealitas. Selain itu, juga cenderung memakai formula seperti perseteruan antara dua keluarga, perebutan harta, dan hubungan antara si miskin dan si kaya.
Berkembang dari Radio
Sebenarnya, bicara soal akar dari telenovela, hal itu enggak jauh beda, kok, dengan apa yang terjadi di Indonesia. Hiburan berupa drama di Indonesia semula berawal dari sandiwara radio.
Hal yang sama juga berlangsung di beberapa negara Amerika Latin yang merupakan produsen telenovela. Meksiko, misalnya. Menurut penelitian dari Blanca de Lizaur, telenovela merupakan sebuah evolusi dari drama yang ada di radio, dan memiliki pengaruh feuilleton dari abad ke-19. Drama radio tersebut pertama kali disiarkan pada tahun 1930-an dan berdurasi sekitar 15 menit.
Kalau dipikir-pikir, telenovela itu kesannya feminin banget. Hampir semua tokoh utamanya perempuan. Tahukah kalian bahwa ini ada hubungannya sama tujuan dibuatnya drama radio, baik di Amerika Serikat maupun di tempat lain?
Kita mulai dulu dari istilah opera sabun.
Ini berawal dari perusahaan sabun Amerika Serikat yang menginisasi drama radio buat menjual produk kebersihan kepada para ibu rumah tangga. Mereka tahu banget kalau ibu rumah tangga bakalan tertarik banget sama drama radio, dan bakal terpengaruh buat beli produk yang diiklankan. Nah, kalian paham, ‘kan, kenapa akhirnya drama-drama ini disebut opera sabun?
Bukan cuma di Amerika Serikat, mereka juga membuat drama radio di Kuba. Namun, ketika hubungan Amerika Serikat dan Kuba memburuk, para perusahaan ini enggak mau memberikan sponsorship kepada drama-drama radio di Kuba.
Akhirnya, terjadilah diaspora aktor, penulis, dan sutradara Kuba di berbagai negara di Amerika Latin usai tahun 1930-an. Inilah yang jadi cikal bakal telenovela khas Amerika Latin.
Telenovela Jadul yang Penuh Cinta Cinderella dan Drama Perjuangan Kelas
Telenovela pertama yang diproduksi berjudul Sua Vida Me Pertence (1951) dan masih pakai gambar hitam putih. Telenovela ini berasal dari Brasil dan disiarkan di TV Tupi. Dibintangi oleh Vida Alves dan Walter Forster, Sua Vida Me Pertence berkisah tentang hubungan cinta-tapi-gengsi antara seorang pria dan wanita.
Pada dekade ‘70-an, telenovela yang disiarkan kebanyakan berkisah tentang ‘Cinderella Story’, alias, kisah tentang gadis miskin yang melewati berbagai rintangan hidup dan pada akhirnya jadi sukses. Kisah suksesnya pun seringkali enggak lepas dari cowok kaya yang jatuh cinta sama dia.
Beberapa yang terkenal pada saat itu adalah Simplemente Maria (1969-1971) asal Peru yang berkisah tentang gadis desa yang berurbanisasi ke Lima untuk mengadu nasib.
Ada pula berjudul Escrava Isaura (1970) yang bercerita tentang para budak di perkebunan kopi. Sementara itu, dari Mexico, ada telenovela berjudul Los ricos también lloran yang berkisah tentang jurang cinta antara gadis miskin dan pria kaya.
Mungkin kalian berpikir kenapa, sih, telenovela itu dramanya harus berlebihan dan kadang enggak napak tanah?
"Para penonton suka banget sama kondisi saat semua masalah, mulai dari cinta yang hilang, pertengkaran ibu-anak, sampai saudara yang lama hilang, semuanya bisa berujung pada solusi yang indah, kayak pernikahan," ujar Diana Rios, associate professor ilmu komunikasi di Universitas Connecticut.
Makanya, enggak heran, ‘kan, setelah tokoh utama dibuat jungkir balik berepisode-episode, pada akhirnya hidup mereka selalu enak banget kayak di negeri dongeng? Telenovela memberikan kepuasan dengan cara itu.
Kejayaan Telenovela di Era ‘90-an
Awalnya, tontonan tersebut memang cuma tenar di benua Amerika aja. Para penduduk Amerika Selatan suka sama produk mereka sendiri, dan para imigran Amerika Latin di Amerika Serikat menontonnya untuk mengingatkan kembali mereka pada kampung halaman.
"Hampir separuh dari orang Latin nonton telenovela. Bahkan, aku masih nonton telenovela sama ibuku sampai sekarang," ujar Michael Rodriguez, seorang physician di UCLA yang bekerja bersama komunitas masyarakat Latin.
Inilah yang kemudian bikin drama tersebut jadi makin tenar di Amerika Serikat. Imigran latin di sana banyak banget. Namun, bukan cuma di Amerika Serikat, lho. Di negara lain, telenovela juga berjaya.
Pada dekade ‘90-an, rumah-rumah produksinya Amerika Selatan gencar banget buat mengekspor ke negara lain. Bahkan, Escrava Isaura udah didubbing dan disiarkan di Polandia pada tahun 80an. Lalu, Los ricos también lloran bahkan disiarkan ulang di Rusia pada ‘90-an dan jadi tenar banget di sana. Hal yang sama juga berlaku di Asia.
Salah satu judul yang “mengguncang dunia” adalah Yo Soy Betty La Fea. Iya, siapa yang enggak kenal sama Betty? Sekretaris Pak Armando yang penampilannya cupu dengan kacamata tebal dan poni yang mirip poni kuda.
Lucu, sedih, sekaligus penuh dengan intrik perusahaan, telenovela Kolumbia ini banyak ditonton orang. Namun, banyak juga orang yang mengritiknya saat Betty berubah jadi cantik.
Soalnya, telenovela itu jadi kehilangan pesan moralnya. Apalagi, Betty enggak mampu memberikan kesan kalau hanya bermodal kepintaran, cewek juga bisa jadi menarik. Sebagai informasi, telenovela ini bahkan diadaptasi oleh Amerika Serikat dengan judul Ugly Betty.
Telenovela di Indonesia
Telenovela di Indonesia itu berjaya pada dekade ‘90an, seperti Maria Mercedes. Telenovela ini berkisah tentang gadis miskin Maria Mercedes yang disewa jadi istri pura-pura, tetapi malah dapet harta warisan dan dibenci semua keluarga. Ada pula Rosalinda, yang berkisah tentang seorang gadis penjual bunga yang jatuh cinta sama pemain piano, tetapi ditentang keluarga.
Bukan cuma gadis dewasa, ada yang berkisah tentang anak kecil dan ABG, kayak Amigos X Siempre, Maria Belen, Cinta Kasih Clarita, dan Carita de Angel. Tokoh antagonisnya, kalau bukan orang dewasa yang merundung anak-anak ini, ya, teman sebaya yang iri.
Telenovela di Indonesia mulai meredup saat channel TV banyak menyiarkan drama Bollywood dan sinetron lokal dengan jumlah episode yang enggak terbatas selama rating belum turun. Bahkan, ada stasiun TV yang punya program Mega Bollywood dengan berbagai macam pilihan drama dari India yang berkisah tentang cinta, keluarga, dan tentu saja perbedaan kasta.
Serial Bollywood ini sempet tergantikan sama drama Asia Timur seperti Endless Love di tahun 2000an, Winter Sonata (2003), dan tentu saja Meteor Garden (2002) yang fenomenal abis. Pada saat ini, telenovela mulai terlupakan. Kenapa serial Asia Timur lebih menyita perhatian orang Indonesia? Karena, budayanya dianggap lebih dekat sama budaya kita.
Ditambah sama Boys Before Flower (2009) yang merupakan versi Korea Meteor Garden, Korean Wave bahkan masih stabil bertahan sampai sekarang di Indonesia. Sempet, sih, Indonesia mengalami masa kegilaan akan drama Turki dan India pada 2013, tetapi hal itu enggak bertahan lama dan yang suka dengan drama itu adalah kalangan menengah ke bawah.
Redupnya Telenovela
Redupnya tontonan ini di Indonesia terjadi karena perubahan selera dan tentu saja, telenovela di zaman sekarang udah enggak mungkin berjaya lagi di stasiun televisi karena kita punya banyak pilihan tontonan di aplikasi video on demand.
Hal yang serupa juga terjadi di Meksiko. Setelah mengalami masa kejayaan di tahun 1950-an sampai 1990-an, kini makin banyak orang Meksiko yang bisa mengakses drama luar, seperti Amerika Serikat dengan mudah. Apalagi, sekarang rumah produksi Meksiko lebih suka berfokus sama kisah-kisah yang lebih membumi, kayak penjualan narkoba atau kejahatan lain yang marak di Meksiko.
Ini juga terjadi sama Brasil dan Kolombia. Kedua negara ini doyan bikin telenovela yang berfokus sama kisah korupsi, mafia, perdagangan narkoba, sampai perempuan yang jual diri.
Lalu, bagaimana sama Venezuela? Usai RCTV, salah satu stasiun ternama ditutup pada 2007 ini harus menjalani sensor pemerintah. Produksinya pun meredup. Apalagi, Venezuela kini sedang dilanda krisis.
***
Namun, kalau kalian kangen banget atau pengin lihat telenovela zaman sekarang, bisa, kok, cari di berbagai aplikasi video on demand. Contohnya, nih, kayak La Casa de la Flores dari Meksiko (2018) yang berkisah tentang keluarga kaya yang ternyata menyimpan konflik perselingkuhan pahit. Atau, kalau mau yang bernuansa biografi, bisa nonton Luis Miguel, La Serie, yang merupakan serial biopik penyanyi Meksiko Luis Miguel.
Kalian juga bisa menemukan beberapa telenovela lama. Mungkin adegannya jadi lebai banget apalagi kalau ditonton di era modern, tetapi enggak ada salahnya, ‘kan, bernostalgia?