*Spoiler Alert: Review serial Cross (2024) mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton.
Crime-series alias serial kriminal, dengan segelintir teka-teki dan narasi hero vs villain yang cukup kental memang selalu berhasil menarik penggemar. Namun, membuat serial kriminal yang menarik memang bukan hal mudah. Bukan cuma harus merancang kasus-kasus unik, premisnya pun harus realistis, karena serial kriminal harus bersandar pada hukum yang berlaku dan penyelesaian kejahatan yang bersifat saintifik.
Cross mengambil ceruk penggemar semacam itu lewat kisah tentang Detektif Alex Cross, psikolog forensik yang punya kemampuan buat memahami jalan pikiran pembunuh dan korbannya. Kelebihan ini menjadi modal bagi dia untuk mengungkap berbagai pembunuhan.
Ritme dari Cross sendiri sedikit mengingatkan kami pada serial detektif bertajuk Bosch yang juga diproduksi oleh Amazon Videos. Namun, dengan episode yang hanya berjumlah 8 (dan durasi per episode masing-masing sekitar 1 jam), Cross menyajikan cerita yang lebih compact.
Crime-series alias serial kriminal, dengan segelintir teka-teki dan narasi hero vs villain yang cukup kental memang selalu berhasil menarik penggemar. Namun, membuat serial kriminal yang menarik memang bukan hal mudah. Bukan cuma harus merancang kasus-kasus unik, premisnya pun harus realistis, karena serial kriminal harus bersandar pada hukum yang berlaku dan penyelesaian kejahatan yang bersifat saintifik.
Cross mengambil ceruk penggemar semacam itu lewat kisah tentang Detektif Alex Cross, psikolog forensik yang punya kemampuan buat memahami jalan pikiran pembunuh dan korbannya. Kelebihan ini menjadi modal bagi dia untuk mengungkap berbagai pembunuhan.
Ritme dari Cross sendiri sedikit mengingatkan kami pada serial detektif bertajuk Bosch yang juga diproduksi oleh Amazon Videos. Namun, dengan episode yang hanya berjumlah 8 (dan durasi per episode masing-masing sekitar 1 jam), Cross menyajikan cerita yang lebih compact.
Seperti apa perjalanan Alex Cross dalam serial ini? Mari simak ulasan kami.
Campuran drama, thriller, dan kisah Police Procedural
Walaupun diadaptasi dari novel karya James Patterson berjudul sama, tetapi cerita yang diangkat dalam serial ini berbeda dengan cerita dalam novel. Pada episode pertama, serial memulai kisahnya dengan pembunuhan seorang aktivis Black Lives Matter. Kebetulan, Alex Cross sendiri merupakan keturunan Afro-Amerika, sehingga kasus ini terasa punya koneksi psikologis dan kultural terhadap dirinya.
Penyelesaian kasus pembunuhan ini enggak cuma mendapatkan tekanan dari pihak kepolisian, tetapi juga masyarakat. Soalnya, banyak orang yang menganggap kalau pembunuhan ini berkaitan dengan isu rasisme. Untuk itu, Alex Cross harus berpacu dengan waktu guna mencari pembunuhnya.
Namun, mencari pembunuh ini enggak mudah karena ternyata ini bukanlah satu-satunya pembunuhan yang bakal terjadi. Tentu saja episode pertama ini yang bikin kita membayangkan bagaimana kemungkinan Cross menghadapi kasus yang lebih mengerikan bahkan berbagai kehilangan yang membayanginya.
Psikologi thriller yang dibangun para pemainnya
Serial Cross jelas bukanlah serial kriminal yang to the point. Ia tidak fokus sama penyelesaian satu masalah kejahatan dalam satu episode (seperti CSI, Monk, The Mentalist, Psych, dan masih banyak lagi). Cross seperti campuran dari Bosch dan Luther yang mengandung banyak drama
Alex Cross, dalam serial ini, enggak cuma menjadi hero yang memberantas kejahatan dan memecahkan misteri. Serial ini juga mengeksplorasi kepribadian dan masalah Cross, sehingga kita bisa melihatnya enggak hanya sebagai orang yang spesial.
Eksplorasi tokoh dengan berbagai dimensinya juga dilakukan kepada tokoh lain. Jadi, sebetulnya enggak berlebihan juga kalau serial ini berani melabeli diri sebagai tontonan dengan genre psikologi kejahatan. Pembunuhnya punya latar belakang yang cukup unik dan modus pembunuhan yang bisa dibilang mindblowing untuk orang normal. Purpose-nya aneh, enggak masuk akal, tetapi bisa dipahami.
Cross, memutuskan untuk membuat pembunuh berantai ini punya God complex. Hanya saja, memang karena villain ini bukan satu-satunya villain dalam serial Cross, maka fokus kita menjadi terpecah dua. Rumus tersebut mungkin dipakai sebagai pengantar buat musim tayang berikutnya, tetapi mungkin membuat journey dari Alex Cross ini menjadi ringan untuk dinikmati.
Selain itu, karakterisasi dan relasi antartokohnya memang agak berbeda sama buku. Kalau kamu melihat serial ini sebagai karya utuh yang terpisah dari buku, mungkin hal itu bukan menjadi masalah.
Nuansa gelap dengan scoring intim yang bikin kita jadi lebih emosional
Gelap. Itulah satu kata yang mampu menggambarkan sinematografi di dalam serial Cross. Sinematografi ini memperkuat kesan suram yang bikin penonton menjadi lebih emosional. Lighting gelap ini sebetulnya enggak membuat suasana terus-menerus suram. Dalam beberapa episode, pemilihan lighting ini memberikan kesan intim dan hangat, terutama saat kita disuguhi adegan-adegan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi Cross.
Namun, pemilihan lighting ini bisa menjadi tricky, soalnya, bagi beberapa penonton, lighting gelap ini bikin enggak nyaman saat menonton. Apalagi, saat latar waktu adalah malam atau pada saat series merekam adegan-adegan di dalam ruangan. Kita menjadi agak bingung dengan apa yang sedang terjadi.
Layaknya lighting, scoring pun terasa intim dengan lagu-lagu pengiring dalam adegan yang bernuansa jazzy dan bernuansa klasik. Pada saat melihat adegan yang diiringi musik ini, rasanya kita seperti melihat sesuatu yang hangat dan membuat kita bisa memahami perasaan Alex Cross.
***
Cross bukan serial yang punya pace cepat dan menantang adrenalin. Serial ini jadi sajian menarik bagi mereka yang menggemari serial kriminal penuh teka-teki dan berfokus sama pemecahan kejahatan, terasa preachy dan dramatis.
Pace lamban ini bisa dinikmati jika kamu mau menghayati beberapa momen “sadis” yang bikin kamu gemas sama serial killer itu atau ingin lebih masuk ke dalam isu keadilan ras. Momen-momen ini cukup berhasil dihidupkan, kalau itu memang tujuan dari serial tersebut.
Bukan cuma pemecahan kejahatan, Cross menjadi serial yang juga mengusung isu ras di Amerika Serikat dan bagaimana berdamai dengan rasa duka. Serial ini bisa menjadi opsi bagi kamu yang suka sama crime-series yang punya unsur drama kental. Kamu bisa menonton Cross dengan berlangganan Prime Video.