*(SPOILER ALERT) Review film Mufasa: The Lion King mengandung sedikit bocoran film yang bisa jadi mengganggu kenyamanan menonton kamu
Tiga puluh tahun sejak The Lion King pertama hadir, dan lima tahun setelah remake-nya dibuat, kita diajak kembali untuk menyelami asal usul karakter singa legendaris, Mufasa. Mufasa: The Lion King, karya Barry Jenkins, merupakan prekuel dari The Lion King yang sebelumnya telah mengalami remake pada tahun 2019.
Untuk kilas balik, The Lion King (2019) adalah adaptasi live-action dari film animasi klasik Disney. Kisahnya mengikuti Simba, seekor singa muda yang ditakdirkan menjadi raja di Pride Lands. Namun, pamannya, Scar, berkhianat untuk merebut takhta dan mengasingkan Simba. Film ini mengikuti perjalanan Simba untuk kembali dan merebut haknya.
Review film Mufasa: The Lion King
Menghibur secara plot, alur, dan pelajaran hidup
Jika titik berat cerita The Lion King (2019) adalah Simba, Mufasa: The Lion King mengajak kita menyelami kehidupan Mufasa lewat cerita Rafiki kepada Simba. Dalam Mufasa: The Lion King, penonton seolah dibawa kembali ke masa lalu melalui cerita yang disampaikan oleh Rafiki, sang mandrill bijak.
Rafiki (John Kani), dengan kebijaksanaannya, mendongengkan kisah perjalanan Mufasa kepada Simba kecil, yang dengan antusias mendengarkan cerita sang ayah yang penuh petualangan dan pelajaran hidup. Melalui sudut pandang ini, kita turut merasakan betapa kuatnya hubungan antara Mufasa dan Simba.
Rafiki bukan hanya pencerita, tetapi juga penghubung antara generasi yang lalu dan saat ini, membuat cerita semakin mendalam dan terasa lebih personal. Lewat cerita Rafiki, kita juga diajak menyelami kehidupan sang antagonis, Scar.
Salah satu hal menarik adalah bagaimana Mufasa: The Lion King memberikan gambaran tentang Circle of Life. Tak hanya secara visual, namun juga dalam perjalanan hidup Mufasa dari anak raja hutan hingga menjadi raja yang disegani, serta esensi mengapa singa menjadi raja hutan. Bahkan, banyak yang menganggap film ini memiliki ‘sindiran’ tersendiri terhadap para penjajah di masa lalu.
Kedalaman emosi para pengisi suara yang bikin terenyuh
Salah satu kekuatan Mufasa: The Lion King terletak pada performa luar biasa para pengisi suara. Duet favorit saya justru ada pada Mufasa dan Taka. Perjalanan pahit manis duo ini mendapat treatment yang sangat spesial. Salah satu yang paling menarik adalah Circle of Life antara Mufasa dan Taka, dari kecil hingga dewasa. Begitu memukau, didukung dengan animasi, mood, POV kamera, hingga musik yang menghentak.
Kelvin Harrison Jr. yang mengisi peran Taka berhasil memberikan dinamika yang menarik perhatian. Saya terpukau melihat karakter ini bertransformasi dari penolong hingga membuka sisi gelapnya, yang mungkin membuka potensi kelanjutan film ini.
Interaksi keduanya sangat menyenangkan untuk dinikmati, tidak hanya dalam dinamika emosional yang kuat, tetapi juga manisnya ikatan saudara, ketegangan antara kakak-adik, hingga pembicaraan sederhana, seperti soal jatuh cinta.
Vokal keduanya yang kuat juga bikin pengalaman musikal dalam film ini jadi selangkah naik. Keduanya justru lebih banyak mengalihkan perhatian saya untuk menyelami Beyonce dan Blue Ivy yang awalnya masuk catatan yang harus saya perhatikan.
Animasi yang ditopang PoV kamera yang kaya
Secara visual, Mufasa: The Lion King menggunakan pendekatan animasi realistis, membawa kita lebih dekat ke alam liar Afrika. Salah satu hal yang menyita perhatian adalah penggunaan sudut pandang kamera yang pintar. Treatment kameranya sangat kaya, dengan beberapa close-up shot yang seolah direkam dengan kamera yang ikut berlari di depan karakter.
Hal ini membuat pengalaman visual yang kita dapatkan lebih imersif. Adegan-adegan pertempuran antara kawanan singa, pemandangan alam yang luas, hingga perjalanan emosional Mufasa terasa lebih hidup berkat cara pandang kamera yang memikat. Setiap gerakan dan ekspresi karakter menjadi lebih terasa, dan menurut saya, pemilihan shot inilah yang lebih membuat saya terpukau; bila dibandingkan dengan animasinya.
***
Mufasa: The Lion King merupakan paket lengkap untuk tontonan keluarga. Plotnya sederhana, tanpa pertempuran berlebihan atau adegan bunuh-bunuhan yang ditampilkan. Dengan kehangatan emosional, nilai kekeluargaan, kesetiaan, hingga pelajaran hidup, film ini bisa jadi favorit untuk semua orang.
Jika kamu mencari film yang bisa dinikmati bersama orang terdekat, Mufasa adalah pilihan yang tepat. Untuk review film lainnya yang bisa jadi rekomendasi tontonan kamu, jangan lupa untuk baca KINCIR!