Review Film Kuasa Gelap (2024)

Kuasa Gelap (2024)
Genre
  • drama
  • Horror
Actors
  • Astrid Tiar
  • Jerome Kurnia
  • Lea Ciarachel
  • Lukman Sardi
Director
  • Bobby Prasetyo
Release Date
  • 03 October 2024
Kuasa Gelap
Rating
4 / 5

*Spoiler Alert: Review film Kuasa Gelap ini mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.

Film Kuasa Gelap besutan produser Robert Ronny dan sutradara Bobby Prasetyo membawa angin segar bagi dunia perfilman Indonesia. Kendati masih bermain dalam genre horor dan membawa tema tentang pengaruh kekuatan jahat, tetapi Kuasa Gelap memberikan bentuk sajian yang berbeda dan mungkin belum pernah ada sepanjang sejarah film Indonesia.

Biasanya, premis kerasukan di dalam film horor Indonesia membawa nuansa budaya suku tertentu atau agama mayoritas, Islam. Nah, Kuasa Gelap memberikan perspektif dari agama Katolik. Ya, menonton film ini memang mengingatkan kita sama The Pope’s Exorcist. Dasar dari konsepnya serupa, tentang eksorsisme yang dilakukan oleh pastor untuk mengusir legiun para iblis. Namun, dalam perjalanannya, Kuasa Gelap punya pendekatan yang berbeda.

Semenarik apa film yang menampilkan Jerome Kurnia dan Lukman Sardi sebagai para pastor yang punya beban tanggung jawab besar ini? Simak di sini, yuk!

Review film Kuasa Gelap (2024)

Bukan sekadar horor dan aksi heroik belaka

Romo Thomas via Istimewa

Film tentang eksorsisme kerap memperlihatkan karakter exorcist sebagai sosok yang terlalu heroik dan terlalu undefeatable. Untungnya, Kuasa Gelap enggak seperti itu. Romo Thomas, yang diperankan oleh Jerome Kurnia, diceritakan trauma atas kematian adik dan ibunya dalam sebuah kecelakaan, sehingga ia pun sempat ingin resign sebagai pastor karena merasa imannya lemah. 

Karakter Thomas ini cukup kompleks. Keraguannya sama dirinya sendiri serta imannya bikin kita sempat merasa enggak benar-benar bisa menggantungkan harapan sama dia. Namun, di sinilah justru kekuatan film ini.

Kesan menakutkannya jadi semakin terasa karena awalnya kita enggak tahu kita harus berpegang sama siapa buat menyelesaikan masalah yang dialami oleh Kayla. Kita baru dibuat tenang setelah kehadiran Romo Rendra, pastor eksorsis yang selalu dapat diandalkan dalam mengusir kekuatan gelap yang merasuki manusia. Namun, lagi-lagi, kita dibuat gamang karena ternyata kondisi kesehatan Romo Rendra enggak baik-baik saja. Penonton diperlihatkan adegan di mana Romo Rendra juga bisa ketakutan setengah mati saat berhadapan dengan manipulasi iblis serta hampir meregang nyawa.

Selain akting yang keren dari Jerome Kurnia, jajaran casts lain juga membawakan peran dengan baik. Lea Ciarachel, yang berperan sebagai Kayla, bisa membawakan karakter anak perempuan yang kehilangan kendali, enggak berpikir panjang, dan enggak punya pegangan buat dirinya sendiri.

Maka dari itu, kondisi kerasukan yang dialaminya menjadi begitu masuk akal. Kayla bukan orang jahat, dia cuma ingin melindungi ibunya dari lelaki yang diduga enggak setia. Namun, Kayla jelas tipikal orang yang mudah gamang dan terburu-buru dalam mengambil keputusan, sehingga wajar saja kalau iblis bisa menerornya secara bertubi-tubi.

Hubungan antara Kayla sama ibunya juga digambarkan enggak berlebihan. Tanpa perlu melihat adegan-adegan seperti pertengkaran yang penuh drama atau deskripsi yang terlalu banyak, kita sudah bisa merasakan kalau hubungan mereka memang distant dan sama-sama saling susah untuk mengungkapkan rasa sayang atau sekadar berkomunikasi dengan benar.

Saat kita tahu alasan di balik hubungan yang aneh ini, kita pun jadi maklum dan menyadari kenapa hubungan di antara mereka ini begitu rumit. Masalahnya memang bukan cuma di Kayla. Ibunya pun juga menyimpan “kesalahan” di masa lalu yang bikin Kayla jadi enggak stabil dan pada akhirnya mengambil jalan gelap.

Selain akting yang apik sebagai anak remaja yang kebingungan, Lea Ciarachel juga keren banget saat kesurupan. Ia enggak menampilkan akting kesurupan dengan berlebihan, enggak selalu terlihat berwajah tegang sehingga bikin kita terganggu. Aktris muda ini bisa memperlihatkan kondisi kesurupan yang terasa draining dan hilang arah.

Rasanya, Lea seperti kesurupan betulan dalam film ini dan selain aktingnya yang cakep, riasan pun juga mendukung. Riasan yang digunakan kepada Lea enggak berlebihan hingga bikin wajahnya menjadi cringe. Wajah pucat Lea usai main-main sama jelangkung rasanya cukup bikin kita merasakan betapa iblis benar-benar ingin merusak hidupnya.

Plot yang enggak bertele-tele

Sebagai film horor, adegan-adegan penampakan, jumpscare, dan juga gore-nya masih dalam batas mild. Tapi kekuatan utama film ini sebenarnya terletak pada alur cerita dan plot.

Mari kita mulai dengan posternya terlebih dahulu. Bisa dibilang, poster film ini “menipu” tapi dalam esensi positif. Banyak orang bakal mengira kalau film ini bakal mengambil arah kayak The Nun dilihat dari gambar perempuan kesurupan dengan latar gereja, tetapi ternyata yang diceritakan jauh berbeda.

Faktanya, film ini enggak mengambil pendekatan ancaman besar iblis terhadap lembaga keagamaan secara utuh atau sebagai agen kiamat. Kuasa Gelap, justru memperlihatkan kalau kejahatan iblis itu bisa masuk ke mana saja, bahkan hal-hal yang kita anggap remeh, seperti masalah keluarga, misalnya. Namun, di sinilah justru tipu daya iblis terlihat berbahaya. Bahkan anak remaja yang enggak berniat jahat pun bisa menjadi agen iblis buat menebar teror. Kuncinya cuma dua: kebencian dan ketidakpercayaan terhadap jalan Tuhan.

Alur ceritanya pun jadi enggak bertele-tele. Film ini enggak menghabiskan banyak waktu untuk menceritakan latar belakang Kayla dan Thomas, tetapi hal-hal yang diceritakan sudah cukup untuk membangun karakter yang kuat. Mulai dari adegan kecelakaan, pembicaraan Kayla dan Cilla tentang jelangkung, hubungan ibu Kayla dan pacarnya, cerita heroik Romo Rendra, sampai dengan pergolakan hati Romo Thomas. Semuanya dikemas dengan padat. Makanya, enggak ada rasa bosan saat menonton film ini.

Hampir semua adegannya informatif dan bahu-membahu membangun alur hingga sampai ke bagian akhir. Memang, sih, ada sedikit hal yang mungkin belum benar-benar terjawab dengan gamblang seperti akhir hubungan ibu Kayla dan pacarnya, tetapi ada adegan cincin yang memberikan kita petunjuk.

Durasi Kuasa Gelap yang cuma 1 jam 30 menit ini dimanfaatkan dengan baik. Film enggak membuang-buang ruang cuma biar bisa menakut-nakuti penonton. Porsi penampakan yang mengintimidasi ditaruh dengan wajar.

Uniknya, selain bisa menceritakan drama keluarga dan juga menampilkan elemen horor yang cukup bikin merinding (walau mungkin bukan yang paling mengerikan), film ini juga mampu untuk berdakwah. Jadi, film ini enggak menjadikan elemen agama sebagai tempelan belaka dan gaya-gayaan saja hanya dengan penggunaan kostum-kostum pastor.

Dakwahnya bukan sekadar sesuatu yang sifatnya tekstual aja, tetapi punya konteks. Jadi, selain memperkenalkan mengenai hal-hal yang berkaitan tentang agama, mulai dari Apostles’ Creed sampai Sakramen Pengakuan Dosa, film ini membawa makna beragama dalam pembangunan karakter para tokohnya. Dari Thomas, misalnya, kita belajar tentang acceptance. Dari Kayla, kita belajar pentingnya ketaatan dan kepercayaan hanya kepada Tuhan. Dan dari sang Ibu, kita belajar untuk memaafkan diri sendiri. 

Elemen horor yang “main aman” tapi didukung dengan scoring yang bikin merinding

Secara umum aspek visualnya memang mendukung film ini buat menjadi film dakwah-drama-horor, alih-alih horor murni. Kita enggak dibuat selalu merasa takut di semua tempat. Di gereja, misalnya. Setiap kali film menyorot gereja, dengan dukungan pencahayaan tambahan dari lampu dan lilin-lilin, kita dibuat tenang dan merasa bahwa ini adalah tempat aman yang ditakuti oleh para iblis. 

Hal yang sebaliknya terjadi di rumah Kayla. Rumah Kayla, walaupun terlihat punya interior modern dan terletak di dalam kota, tetapi pencahayaannya yang redup cukup bikin kita merasa kurang aman. Setiap kali latar berpindah ke rumah Kayla, nuansanya terasa kosong, dingin, dan selalu bikin kita insecure walaupun enggak semua adegan di rumah Kayla berisi penampakan.

Rasa insecure dari penggambaran rumah Kayla itu enggak cuma didukung sama lighting dan ruang rumah yang terlalu luas, tetapi dari hubungan Kayla dan ibunya yang dingin, serta dari “jauhnya” mereka dengan Tuhan. Perbedaan suasana ini seperti menyimbolkan bahwa di tempat di mana banyak orang percaya dengan Tuhan, kita akan selalu merasa aman. Namun, di tempat di mana amarah dan dendam berada, di situlah iblis bisa pegang kendali dan menakut-nakuti kita.

Teror dari film ini sebenarnya lebih didukung sama scoring-nya. Harus diakui kalau efek suara dari film ini cukup bikin merinding. Memang, efek suara yang mengiringi adegan horornya enggak terlalu variatif, tetapi enggak dimunculkan dengan berlebihan. Ada beberapa efek suara menegangkan yang enggak dimunculkan bersamaan dengan penampakan yang mengerikan, tetapi pada akhirnya memang relate sama sesuatu yang mau diceritakan.

Misalnya, saat ibu Kayla membuka buku harian, atau saat Thomas mempertanyakan keimanannya. Scoring menegangkan itu enggak ditampilkan buat mengantarkan jumpscare, tetapi lebih untuk memperlihatkan kalau kegalauan manusia akan Tuhan dan dirinya sendiri juga bisa menakutkan.

***

Kuasa Gelap menjadi film eksorsisme dengan landasan agama Katolik pertama di Indonesia yang tampil cukup baik. Terlihat kalau film ini dibuat dengan riset yang cukup baik dan enggak cuma mau menampilkan horor yang bertujuan nakut-nakutin penonton, tetapi juga memberikan pemahaman mengenai pentingnya berdamai sama keadaan dan percaya kepada jalan yang sudah diberikan Tuhan.

Kamu bisa menonton Kuasa Gelap di bioskop mulai dari 3 Oktober 2024!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.