*Spoiler Alert: Review film Aftermath (2024) mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton.
Menonton Aftermath mengingatkan kita pada film-film aksi santai yang kerap ditayangkan di channel TV Indonesia pada akhir minggu. Aftermath memang bukan film yang spesial, tetapi juga bukan film yang enggak layak tonton. Film ini, setidaknya adalah jenis film yang bisa menghibur penonton dan mengembalikan purpose awal mengapa manusia menonton film: sebagai hiburan di kala penat.
Review film Aftermath (2024)
Sinopsis film Aftermath
Aftermath punya premis yang sederhana banget. Seorang veteran perang Amerika Serikat Eric Daniels harus berusaha melawan sekelompok ex-tentara perang yang menjadi residivis dan menyandera banyak orang di Tobin Memorial Bridge Boston. Film ini dibuka dengan memperlihatkan hubungan antara Eric dan adik perempuan yang ia cintai, Madelaine. Adiknya terlihat seperti anak muda labil yang membutuhkan pengakuan dan Eric adalah kakak yang sedikit posesif. Mereka kerap berdebat, tetapi hubungan mereka akur.
Di sisi lain, ada pula cerita tentang Doc, seorang ex-tentara perempuan yang kini menjadi narapidana. Ia akan dibawa untuk bersaksi melawan kelompok tentara residivis yang menjadi teroris itu. Nah, penyanderaan mobil-mobil dan penumpangnya, termasuk mobil Eric, bertujuan buat menghalangi Doc bersaksi dan meminta suatu tebusan pada pemerintah.
Punya Alur dan Penokohan Sederhana
Tokoh-tokoh di Aftermath enggak dibuat rumit. Ya, Eric memang punya PTSD sepulangnya dari Timur Tengah, dan kelompok teroris ini kecewa sama pemerintah. Namun, dalam eksekusinya, Eric punya sifat yang pure baik dengan skills bela diri yang enggak terhalang PTSD. Sementara itu, kelompok teroris ini memang ternyata heartless aja. Mereka enggak segan membunuh orang enggak bersalah bahkan berniat mengebom jembatan publik.
Karena penokohannya sederhana, tujuan kamu dalam menonton film ini pun menjadi lebih jelas, yakni untuk mendukung Eric dan Doc (yang pasti akan menang) dan berharap bahwa kelompok teroris jahat ini mati satu per satu. Kemudian, kamu akan keluar bioskop dengan rasa puas karena sekali lagi, keadilan berhasil ditegakkan.
Selain Eric, Madeleine, Doc, dan kelompok teroris, sebetulnya ada tokoh-tokoh lain di film ini, seperti para sandera dan tentu saja polisi. Namun, para sandera ini enggak mengambil spotlight Eric, begitu juga para polisi. Jadi, mereka hanya menjadi ornamen yang bikin cerita semakin berwarna saja, sehingga kamu enggak perlu bingung menghafalkan apa peran mereka dalam konflik ini, seperti apa ujung dari nasib mereka, dan sebagainya.
Alurnya yang maju ini juga mudah buat dipahami. Eric dan adiknya bersantai, melewati jembatan seperti biasa, tetapi ternyata mereka harus bertemu kelompok teroris karena mobil tahanan Doc juga berada di sana. Dan kemudian, Eric harus melindungi adiknya, mengeluarkan semua kemampuannya, serta bertarung dengan para teroris sampai titik darah penghabisan.
Ada beberapa momen di mana film ini juga menambahkan bumbu yang bikin kita sedikit berpikir, seperti saat Eric flashback ketika ia berada dalam dilema perang terkait masyarakat sipil atau saat para teroris membacakan manifesto yang cenderung menyalahkan pemerintah. Cuma, hal-hal seperti ini enggak mengganggu alur cerita yang mudah, sehingga film pun bisa keep it simple sampai akhir.
Sinematografi dan Scoring Tipikal Film Aksi
Film Aftermath juga mencoba untuk main aman dengan sinematografi dan scoring khas film aksi. Shot demi shot close up jamak dipakai terutama pada saat film berusaha untuk memperlihatkan emosi tokoh atau pada saat momen tembak-tembakan, peledakan, dan fighting berlangsung. Hal ini membuat penonton menjadi lebih mudah untuk mencerna apa yang terjadi sekaligus membuat ketegangan lebih terasa.
Scoring-nya juga pasti familiar bagi para pencinta film aksi. Alunan orkestra drum, biola, dan piano yang bernada tinggi dan mengejutkan terdengar pada bagian aksi-aksi intens. Enggak ada scoring yang menimbulkan perasaan lain. Jadi, saat menonton film ini, kamu hanya akan merasa bahwa film ini seru. Film enggak repot-repot bermain-main sama jenis perasaan lain yang lebih kompleks seperti sedih atau ketakutan.
***
Aftermath ditayangkan dengan rating 21+ di jaringan bioskop Indonesia, tetapi sebetulnya aksi-aksi dalam film ini enggak mengerikan atau bikin mual. Cocok buat kamu yang enggak kuat sama adegan sadis berdarah-darah, tetapi ingin menonton film aksi yang mengandalkan plot sederhana dengan muatan fighting lebih dari 50% dari total durasi film.