Sepanjang Juli 2024 ini, ada banyak film horor Indonesia yang rilis di bioskop. Salah satunya adalah film Jurnal Risa by Risa Saraswati yang telah tayang di bioskop Tanah Air sejak 11 Juli 2024 lalu. Sesuai dengan judulnya, film ini dibintangi oleh tim kanal YouTube Jurnal Risa yang terbilang sangat populer karena memiliki banyak konten tentang hal mistis.
Film ini pun cukup dinantikan sebelum rilis. Soalnya, selain karena diadaptasi dari kanal YouTube populer, film ini juga memiliki konsep penceritaan yang jarang ada di film horor Indonesia. Namun, film Jurnal Risa by Risa Saraswati justru mendapat respons yang terbilang negatif setelah rilis. Pasalnya, film ini memiliki beberapa kekurangan yang lumayan mengganggu sewaktu menonton.
Nah, berikut ini KINCIR akan membahas sejumlah hal mengganggu yang ada di film Jurnal Risa by Risa Saraswati. Yuk, simak!
Hal mengganggu di film Jurnal Risa by Risa Saraswati
1. Konsep penceritaan yang tidak konsisten
Film Jurnal Risa by Risa Saraswati memiliki gaya bercerita mockumentary. Sekadar informasi, mockumentary adalah format penceritaan sebuah film yang dibuat seolah seperti sebuah dokumenter sehingga kisahnya terkesan nyata, tapi sebenarnya adalah fiksi.
Nah, film ini sebenarnya terlihat menggunakan konsep mockumentary tersebut pada bagian awal filmnya, karena punya konsep yang mirip dengan di kanal YouTube Jurnal Risa. Apalagi, ada adegan wawancara dengan ahli yang membuatnya seolah-olah adalah sebuah dokumenter. Namun, tak sampai setengah durasi filmnya, konsep mockumentary tersebut seolah tidak digubris lagi.
Soalnya, setelah itu gaya bercerita film ini sama saja dengan film horor lokal pada umumnya. Hal ini tentunya membuat aspek utama yang bikin film Jurnal Risa lebih menarik ketimbang tontonan horor lokal pada umumnya jadi menghilang begitu saja hanya karena gaya berceritanya yang tidak konsisten.
2. Akting sebagian besar pemain yang kurang natural
Akibat menggunakan konsep mockumentary, film ini jadinya dibintangi oleh seluruh anggota tim asli Jurnal Risa yang biasa terlihat di kanal YouTube-nya supaya terasa lebih nyata. Mulai dari Risa Saraswati, Ranggana Purwana, Indy Ratna Pratiwi, dan lainnya. Film ini pun menjadi debut akting dari para anggota tim Jurnal Risa tersebut.
Jadi, sebenarnya cukup bisa diwajarkan jika akting para anggota tim Jurnal Risa di film ini terlihat sangat kaku, karena memang pertama kali berakting secara profesional. Namun, karena menjadi pemain utama yang membuat ceritanya berjalan hingga akhir, akting para anggota Jurnal Risa yang tidak natural tersebut jadi terasa mengganggu sepanjang menonton filmnya.
Satu-satunya pemain yang aktingnya bisa dibilang ‘nyaman’ untuk dilihat adalah Prinsa Mandagie yang jadi pemantik konflik utama di luar tim Jurnal Risa. Penampilan Prinsa saat kesurupan bisa dibilang jadi satu-satunya momen akting yang terasa menghibur dalam film ini.
3. Jump scare yang repetitif
Film horor memiliki banyak elemen untuk menakuti penontonnya. Namun, film Jurnal Risa by Risa Saraswati bisa dibilang terlalu sering mengandalkan elemen jump scare untuk membuat penontonnya merasa ketakutan.
Yap, hampir di setiap adegan horornya selalu ada adegan elemen jump scare yang hadir dengan tujuan membuat penontonnya takut. Namun, karena digunakan secara repetitif dan tidak divariasikan, penonton lama-lama jadi tidak terkejut lagi dengan elemen jump scare di film ini. Sebab, build up-nya hampir selalu sama sehingga momen klimaks dari jump scare-nya sudah tertebak dan tak mengejutkan lagi.
4. Scoring horor yang berlebihan
Salah satu faktor yang mendukung jump scare dalam film ini adalah keberadaan scoring atau musik dengan nuansa mengerikan dan volume kencang yang jadi ciri khas film horor. Namun, keberadaan scoring dalam film ini justru menjadi salah satu hal yang terbilang sangat mengganggu.
Hal ini berkaitan dengan konsep awal film Jurnal Risa by Risa Saraswati yang seharusnya adalah mockumentary. Nah, kehadiran scoring khas horor tersebut pun membuat membuat penceritaan dalam filmnya jadi enggak terasa nyata layaknya sebuah dokumenter. Malahan, kalau bisa dibilang keberadaan scoring khas horor ini jugalah yang berperan dalam membuat konsep penceritaannya jadi enggak terasa konsisten.
5. Rating usia yang kurang sesuai
Selain jump scare, film Jurnal Risa by Saraswati sebenarnya masih menghadirkan beberapa elemen gore yang bikin jijik penontonnya, meski memang tidak terlalu banyak. Mulai dari adegan menyembelih kambing yang diperlihatkan apa adanya, momen orang meminum darah kambing secara langsung, hingga momen orang bunuh diri hingga tulangnya keluar.
Berbagai elemen gore tersebut memang wajar digunakan dalam sebuah film horor. Namun, jika melihat rating usia filmnya yang diperuntukan kepada penonton usia 13 tahun ke atas, rasanya kehadiran sejumlah adegan gore tersebut kurang wajar.
Sebab, meski tidak terlalu banyak, elemen gore dalam film ini ditampilkan secara frontal dan mampu bikin jijik. Hal ini pun membuat rating usia yang dimiliki film Jurnal Risa ketika tayang di bioskop rasanya kurang sesuai, karena seharusnya adalah 17+.
***
Nah, itulah sejumlah hal mengganggu yang ada di film Jurnal Risa by Risa Saraswati. Apakah kamu sepakat dengan sejumlah poin tersebut? Share pendapat kamu dan ikuti terus KINCIR untuk artikel menarik lainnya, ya!