Pada libur Lebaran 2024 lalu, ada dua film horor Indonesia yang meramaikan bioskop Tanah Air. Salah satunya adalah Badarawuhi di Desa Penari yang disutradarai oleh Kimo Stamboel. Film produksi MD Pictures ini merupakan prekuel dari film KKN di Desa Penari (2022) yang sampai saat ini masih memegang predikat sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Ketimbang pendahulunya, Badarawuhi di Desa Penari memang dianggap lebih baik, khususnya dari segi visual. Meski begitu, film ini tetap enggak luput dari kekurangan. Bahkan, beberapa kekurangan tersebut ada yang sampai bikin penonton terganggu.
Nah, berikut ini KINCIR akan membahas deretan hal yang terasa mengganggu di film Badarawuhi di Desa Penari. Yuk, simak!
Hal mengganggu di film Badarawuhi di Desa Penari
1. Premis yang terasa mirip dengan KKN di Desa Penari
Secara garis besar, premis yang diangkat film ini berfokus pada seorang perempuan muda yang terpaksa pergi ke Desa Penari demi bisa menyembuhkan ibunya yang sakit. Namun, ia kemudian mendapatkan teror dari sosok Badarawuhi.
Pengemasan cerita dalam film ini memang lebih baik ketimbang KKN. Meski begitu, garis besar cerita film ini sebenarnya tak jauh beda dari KKN, karena berfokus pada pemuda yang terpaksa harus ke Desa Penari karena suatu urusan lalu dapat gangguan dari Badarawuhi. Hal ini tentu membuat orang yang sudah nonton KKN serta versi extended-nya, jadi seolah menonton film yang sama lagi.
Saking miripnya, prekuel ini bahkan sedikit terasa seperti sebuah soft reboot. Sebab, penceritaan di film Badarawuhi akan aman dan bisa dimengerti seandainya film KKN tidak pernah dibuat, begitu juga dengan sebaliknya.
2. Adanya karakter yang terasa kurang penting
Dalam film ini, Mila yang merupakan karakter utamanya dikisahkan pergi ke Desa Penari dengan ditemani oleh tiga pria yang merupakan kerabatnya. Penokohan Mila sebagai karakter utama pun terbilang baik karena perjalanan ceritanya mampu bikin penonton tertarik.
Namun, keberadaan tiga pria yang menemani Mila ke Desa Penari terasa enggak penting sama sekali. Hal ini karena karakter yang masing-masing diperankan Jourdy Pranata, M. Iqbal Sulaiman, dan Ardit Erwandha tersebut enggak berhasil bikin penonton peduli dengan keberadaan mereka.
Ketiga karakter ini kemungkinan dihadirkan dengan tujuan menjadi sumber komedi di tengah nuansa horor filmnya. Namun, lelucon mereka hampir enggak ada yang terasa menghibur, dan bahkan kadang lebih terkesan mengganggu suasana adegannya. Bahkan, seandainya ketiga karakter ini tidak ada, jalan ceritanya akan bisa berjalan seperti biasa tanpa terjadi perubahan saking tidak berpengaruhnya keberadaan ketiganya.
3. Horor yang terasa kurang klimaks
Kalau kamu mengikuti film-filmnya Kimo Stamboel, pasti tahu bahwa ia dikenal sebagai sutradara horor yang identik dengan adegan gore. Nah, dalam film Badarawuhi pun kita disajikan dengan momen yang jadi ciri khasnya Kimo tersebut. Meski enggak banyak, adegan gore dalam film ini sangat berhasil bikin jijik dan ngilu, terlebih berkat efek visualnya yang bagus.
Selain gore, film ini juga selalu berhasil membangun suasana yang terasa mencekam pada hampir setiap adegannya. Sayangnya, momen horor yang sudah dibangun secara rapi tersebut berakhir dengan kurang klimaks.
Sebab, enggak ada momen yang benar-benar terasa bikin takut dari build-up adegan tersebut. Apalagi, pada sebuah film horor biasanya pembangunan suasana mencekam pada suatu adegan berujung pada sebuah momen jump scare. Sementara itu, film ini sangat minim adegan jump scare.
4. Ending yang terkesan bertele-tele
Penceritaan Badarawuhi di Desa Penari sebenarnya terasa menarik pada setengah durasi filmnya karena berhasil membangun legenda Desa Penari secara lebih mendalam ketimbang KKN di Desa Penari. Sayangnya, penyelesaian konflik yang sudah dibangun tersebut terasa terlalu bertele-tele.
Yap, mungkin banyak dari kamu yang merasa kalau permasalahan dari film ini terasa terlalu berputar-putar pada akhir filmnya. Hal ini pun membuat filmnya seolah-olah tidak kunjung selesai. Penyelesaian konfliknya pada akhirnya juga lagi-lagi terasa antiklimaks sehingga kurang bisa bikin penonton puas.
5. Menimbulkan lebih banyak plot hole dari KKN di Desa Penari
Seperti yang dibahas sebelumnya, Badarawuhi di Desa Penari merupakan prekuel dari film KKN di Desa Penari. Sebuah prekuel biasanya berfungsi untuk menjelaskan berbagai pertanyaan atau plot hole dari film orisinalnya, seperti asal-usul suatu hal.
Namun, film Badarawuhi justru menjadi film yang melahirkan lebih banyak pertanyaan terkait semesta Desa Penari ketimbang pendahulunya. Hal ini pun membuat filmnya terkesan memang disiapkan untuk memiliki sekuel, yang pada dasarnya seharusnya adalah film KKN karena berlatar waktu puluhan tahun setelah Badarawuhi. Makanya, film seharusnya memang jadi reboot dari KKN ketimbang prekuelnya.
***
Nah, itulah sejumlah hal yang mengganggu pada film Badarawuhi di Desa Penari. Apakah kamu sepakat dengan sejumlah poin di atas? Share pendapat kamu dan ikuti terus KINCIR untuk kabar terbaru seputar film lainnya, ya!