Film-film dengan CGI berkualitas identik dengan film besutan Hollywood, salah satu sentra produksi film tertua di dunia. Pada beberapa dekade, film dengan CGI berkualitas memang hanya bisa diproduksi di Hollywood.
Namun, kemajuan teknologi membuat rumah produksi berkualitas menjadi omnipresent di berbagai negara di dunia, membuat Hollywood bukan lagi satu-satunya pusat produksi film berkualitas. Dari berbagai negara, bahkan kini muncul film-film dengan CGI berkualitas, termasuk dari Indonesia!
Apa saja film dengan CGI berkualitas tinggi yang enggak diproduksi di Hollywood? Lihat daftarnya di sini!
Film Non-Hollywood dengan CGI yang berkualitas tinggi
Adipurush (2023) – India
Perfilman Bollywood memang semakin menunjukkan taringnya beberapa waktu belakangan ini. Di berbagai platform video, mulai dari Prime Video sampai Netflix, Bollywood memproduksi banyak sekali film dengan berbagai genre. Salah satunya, tentu saja kolosal.
Adipurush menjadi film kolosal Bollywood yang efek CGI dan aspek musikalnya ciamik. Penggambaran hutan-hutan, para dewa, dan makhluk mistis diramu dengan canggih, membuat film ini terlihat indah. Nyanyian dan tarian khas India memang masih ada, tetapi ditempatkan dengan cara yang subtil dan cantik, enggak norak sama sekali.
Adipurush adalah film Bollywood tahun 2023 yang bercerita tentang Raghav, pangeran dari dinasti Ikshvaku dari Kosala, yang menjalani pengasingan selama empat belas tahun di hutan belantara bersama istrinya Janaki dan adik laki-lakinya Shesh. Di sana, mereka harus berhwdapan dengan iblis wanita yang jahat dan licik.
Film yang dipenuhi dengan makhluk-makhluk mitologi ini cocok buat kamu yang suka dengan film-film fantasi.
Foxtrot 6 (2019) – Indonesia
Ada banyak kemajuan pesat dalam perfilman Indonesia dan hal tersebut juga termasuk menggunakan efek CGI. Hal itu terjadi lewat film Foxtrot 6.
Ide cerita film ini sangat asyik buat film aksi. Foxtrot 6 berkisah tentang mantan anggota marinir dan rekan-rekannya dalam misi untuk menyelamatkan Indonesia dari kepemimpinan dan partai korup. Ide yang beda dari film Indonesia kebanyakan ini dibuat makin mantap dengan efek CGI keren dari berbagai aksi dan pertempuran di dalamnya.
Efek CGI keren ini mendukung nuansa futuristik dan kesan distopia yang dibawakan dengan latar Indonesia 11 tahun dari sekarang. Berbagai tembakan, latar tempat, dan aksi pemain terasa fantastis. Dana sekitar 70 miliar untuk produksi film ini terasa enggak sia-sia, terlebih para aktor kelas A di dalamnya juga mendukung!
The Wandering Earth (2019) – Tiongkok
The Wandering Earth menyajikan poster dan trailer yang membuat kita berpikir bahwa film ini adalah film Hollywood dengan bujet besar. Namun, perkiraanmu salah besar!
Diadaptasi dari cerita pendek dengan judul yang sama karya penulis Tiongkok Liu Cixin, film non-Hollywood ini mengambil latar di masa depan distopia. Masa ketika umat manusia harus menyelamatkan Bumi dari kehancuran akibat sekaratnya matahari.
Akhirnya manusia bersatu untuk membangun sejumlah besar mesin roket raksasa di seluruh planet. Mesin-mesin ini bekerja bersama-sama untuk mendorong Bumi keluar dari jalur orbitnya dan memulai perjalanan yang panjang menuju sistem bintang yang lebih jauh. Tujuannya adalah untuk menjaga Bumi tetap hidup dengan memanfaatkan panas internal planet dan matahari palsu yang diciptakan oleh manusia.
Namun, perjalanan ini enggak mulus berjalan mulus. The Wandering Earth pun semakin kaya karena diwarnai oleh konflik internal, ancaman asteroid, dan berbagai tantangan teknis yang mengancam kelangsungan hidup manusia.
Nuansa Bumi yang katastropik, stasiun luar angkasa epik, dan penggambaran masa depan yang begitu futuristik sekaligus bikin depresi benar-benar mampu diperkuat oleh efek CGI-nya. Dengan anggaran USD 50 juta, kamu benar-benar akan mempercayai bahwa apa yang disajikan film ini sangat nyata. Dan, biaya untuk CGI ini enggak sia-sia karena didukung oleh cerita kuat dan aktor-aktor mumpuni.
Pan’s Labyrinth (2006) – Spanyol
Dengan Guillermo del Toro di kursi sutradara, Pan’s Labyrinth enggak hanya menawarkan cerita yang berkualitas, tetapi kesan magis dengan nuansa gelap yang kekanakan, membuat kita merasa bingung sekaligus takjub di waktu yang sama.
Pan’s Labyrinth berkisah tentang seorang anak perempuan berusia 11 tahun bernama Ofelia, yang bersama ibunya, Carmen, pindah ke sebuah pos militer di hutan Spanyol untuk tinggal bersama suami baru ibunya, Kapten Vidal. Kapten Vidal adalah seorang pria keras dan kejam yang bertanggung jawab dalam pemerintahan kediktatoran di daerah tersebut.
Selama tinggal di pos militer tersebut, Ofelia menemukan sebuah labirin tua di dekat rumah baru mereka. Di dalam labirin itu, ia bertemu dengan Faun, makhluk mistis yang mengungkapkan bahwa Ofelia sebenarnya adalah putri seorang raja peri bawah tanah. Faun memberi Ofelia tugas-tugas sulit yang harus diselesaikannya untuk membuktikan keberanian dan kemurniannya.
Sementara itu, Ofelia juga harus mengatasi kekejaman Kapten Vidal yang semakin memburuk dan membahayakan nyawa para pemberontak yang bersembunyi di hutan. Ketika Ofelia menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh Faun, ia terlibat dalam petualangan magis yang membawanya ke dunia peri, tetapi juga menghadapinya berbarengan dengan bahaya yang nyata di dunia manusia.
Ciamiknya CGI film Spanyol ini terasa dari tokoh-tokoh fantastis dan dunia perinya. Semuanya terasa unik, sekaligus membingungkan dan cringe, in a good way. Rasanya, agak sulit menemukan film yang punya CGI keren sekaligus kuat dalam penggambaran emosi dan kegalauan tokohnya seperti Pan’s Labyrinth.
Zero (2018) – India
Bollywood memang enggak pernah berhenti mengejutkan penonton sejak lama. Zero adalah film non-Hollywood yang bercerita tentang petualangan Bauua, seorang pria dengan dwarfism yang dekat dengan Aarfia, seorang ilmuwan NASA yang memiliki celebral palsy. Namun, kisah cinta mereka enggak mulus dan hal itu kebanyakan disebabkan oleh egoisme Bauuar.
Mereka dipertemukan kembali setelah Bauua menyadari kesalahannya dan kemudian kembali kepada Aarfia, tetapi pada akhirnya mereka terpisah kembali oleh misi ke Mars.
Cerita dari Zero sebenarnya agak menuai kritik karena sedikit membingungkan, tetapi untuk aspek CGI, film ini layak sekali buat diacungi jempol. Karena, efek-efek yang digunakan di laboratorium NASA, roket-roket, hingga percobaan ke Mars memang terlihat nyata. Bahkan, efek khusus ini membuat Shah Rukh Khan, yang notabene berukuran badan normal, terlihat betul-betul seperti seseorang dengan dwarfism.
Walaupun film non-Hollywood, tetapi harus diakui bahwa film-film di atas memang dibuat dengan niat dan dengan bujet yang besar. Di masa depan, pastinya akan lebih banyak film non-Hollywood yang enggak cuma punya CGI apik, tetapi cerita yang benar-benar kuat dan bahkan bisa mengalahkan film-film Hollywood dari segi kualitas keseluruhan.