Toronto Internasional Film Festival akan kembali dihelat pada 7 sampai 17 Septmber. TIFF adalah salah satu ajang penghargaan insan perfilman akbar yang dihelat setiap tahun. Nama-nama sutradara internasional seperti Christoper Nolan, Joachim Trier atau David Gordon Green pernah nampang dalam ajang TIFF.
Indonesia pun turut meramaikan Toronto International Film Festival. Terbukti, dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan, film-film Indonesia nampang di TIFF. Enggak hanya tampil, film-film Indonesia ini mendapat sambutan yang baik kala tayang di sana.
Enggak percaya? Di bawah ini adalah sederet film asal Indonesia yang pernah manggung di TIFF dari waktu ke waktu. Apa saja?
Film Indonesia yang tembus Toronto International Film Festival
1. Sendiri Diana Sendiri
Sebuah film pendek berdurasi 40 menit berhasil membawa nama Indonesia ke ajang Toronto International Film Festival pada tahun 2015. Film ini adalah karya Kamila Andini, seorang sutradara perempuan yang kala itu berusia 29 tahun. Film Sendiri Diana Sendiri bercerita tentang seorang istri yang dihadapkan oleh kenyataan jika suaminya hendak menikah lagi.
Ini adalah pengalaman pertama Kamila berlaga di ajang TIFF. Pada tahun-tahun mendatang dirinya kembali ke Toronto untuk kembali memamerkan karya filmnya.
2. A Copy of My Mind
A Copy of My Mind terlihat sebagai sebuah film drama romantis, sampai kita mengetahui jika film ini mencoba menguak sebuah problem sosial tentang keadilan dan bahayanya mengungkap kejahatan di Indonesia. Film ini digarap oleh Joko Anwar dengan mengajak serta Chicco Jerickho dan Tara Basro.
A Copy of My Mind sendiri akhirnya jadi film Indonesia di Toronto International Film Festival pada tahun 2015. Dalam ajang tersebut, film ini mendapat apresiasi luas dari penonton yang hadir.
3. Headshot
Mo Brother juga pernah membawa film action miliknya tayang di TIFF, pada tahun 2016 film Headshot jadi perwakilan Indonesia dalam ajang bergengsi tersebut. Headshot sendiri bercerita tentang seorang laki-laki yang siuman setelah terbaring koma. Sayangnya, ia menderita amnesia dan disetir untuk jadi mesin pembunuh.
Pada tahun yang sama ada juga film Interchange, sebuah film kerjasama sineas Indonesia Malaysia yang juga berhasil manggung di TIFF tahun 2016.
4. On the Origin of Fear
Film pendek On the Origin of Fear juga berhasil menggebrak tahun 2016. Film ini mencoba untuk menjabarkan apa yang terjadi pada kejadian pemberontakan PKI, 30 September 1965. Dengan durasi pendek, filmnya mampu merangkum sisi lain yang mungkin belum banyak orang tahu tentang pemberontakan ini. Dari modal tersebut film ini jadi film Indonesia di Toronto International Film Festival 2016
Film On the Origin of Fear disutradarai oleh Bayu Prihantoro. Film ini mendapat sambutan yang cukup baik dari publik luar negeri.
5. Sekala Niskala
Tahun 2018, Kamila Andini kembali membawa filmnya yang bertajuk Sekala Niskala ke panggung Toronto International Film Festival. Dengan cermat ia meramu skrip Sekala Niskala menjadi sebuah film panjang yang menyimpan sejuta makna.
Film ini bercerita tentang Tantri dan Tantra kakak beradik kembar yang masih kecil. Pada suatu ketika Tantra sakit dan Tantri kehilangan sosok saudara sekaligus teman. Dalam sebuah pengalaman fantasi, Tantri serasa bisa berkomunikasi dengan Tantra. Keduanya larut dalam hubungan spiritual yang penuh magis.
6. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
Tahun 2017 juga jadi tahun yang penting bagi sutradara Mouly Surya. Mouly berhasil menyelesaikan film Marlina si pembunuh dalam Empat Babak, sebuah film yang begitu menarik dan jarang sekali kita temukan dalam film-film Indonesia lainnya. Film Marlina ini mendapat sanjungan dari banyak pihak salah satunya dari Toronto International Film Festival.
Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak sendiri berkisah tentang Marlina, seorang perempuan yang hendak diperkosa oleh sekawanan penjahat. Ia melawan dengan memenggal kepala si pemerkosa untuk ia bawa sebagai barang bukti.
7. Ballad of Blood and Two White Buckets
Sebuah film pendek lainnya juga pernah mendapat apresiasi dengan tayang di ajang sebesar TIFF. Tahun 2018 film pendek karya Yoseph Anggi Noen ini hadir dan jadi film Indonesia yang ditayangkan di Toronto International Film Festival. Film pendek ini berkisah tentang pasangan penjual marus sebuah bahan makanan yang berasal dari darah hewan sembelihan.
Ide cerita yang mungkin enggak terpikirkan oleh banyak orang itu membuat film ini bisa mewakili Inodnesia di ajang TIFF
8. Gundala
Joko Anwar kembali terbang ke Toronto untuk membawa karya film superhero pertamanya. Jarang-jarang ada film superhero yang nampang dalam acara seakbar TIFF. Kala itu film Gundala mendapatkan review positif dari para penonton di sana.
Gundala sendiri adalah film pembuka dari Bumilangit Universe. Gundala adalah seorang superhero yang memiliki kekuatan listrik yang menghalir dalam dirinya. Ia juga memiliki kecepatan yang gesit ketika mengatasi musuh-musuhnya.
9. Yuni
Kali kesekian untuk seorang Kamila Andini menapaki Toronto dengan membawa filmnya. Yuni yang tayang tahun 2021 berhasil meyakinkan publik mancanegara untuk memberikannya apresiasi. Ada beberapa festival internasional yang mengundang Yuni untuk menayangkan filmnya di sana. Salah satunya adalah TIFF, bahkan di sana film Yuni mendapatkan penghargaan.
Film Yuni bercerita tentang seorang perempuan yang terus menerus dipojokkan dengan sebuah perjodohan yang enggak ia inginkan. Sebagai seorang perempuan ia merasa dirinya enggak memiliki hak untuk memilih takdirnya sendiri.
10. Autobiography
Tahun lalu ada film karya Makbul Mubarak yang kembali membawa nama Indonesia dalam ajang TIFF 2022. Makbul membawa film Autobiography untuk tayang dalam ajang bergengsi tersebut. Sebelum ke TIFF, Makbul sudah membawa film ini ke beberapa festival lainnya; salah satunya adalah Venice International Film Festival.
Autobiography sendiri bercerita tentang seorang mantan jenderal yang pulang kampung dan hendak mencalonkan diri menjadi bupati. Ia mengajari Rakib pembantunya yang masih belia untuk merasakan nikmatnya berkuasa. Sampai akhirnya Rakib merasa apa yang dibebankan kepadanya adalah sesuatu yang salah.
***
Itu tadi deretan film Indonesia di Toronto International Film Festival dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tahun ini Indonesia kembali mengirimkan wakilnya lewat film Budi Pekerti karya Wregas Bhanuteja. Menurut kamu apakah film Budi Pekerti bakal berbicara banyak dalam ajang seprestisius Toronton International Film Festival?