Diangkat dari kisah nyata, film Vina: Sebelum 7 Hari yang tayang di bioskop sejak 7 Mei 2024. Film ini langsung banjir kritikan pedas dari berbagai penjuru, terutama di media sosial berbasis cuitan, X (sebelumnya Twiter).
Berbagai pro dan kontra datang karena film ini mengangkat kisah nyata yang sangat sensitif, yakni tentang tragedi pembunuhan gadis asal Cirebon, Vina, dan Rizky, kekasihnya pada tahun 2016 oleh sekelompok geng motor.
Sempat diklaim sebagai tribute untuk almarhumah, film besutan produser K.K. Dheeraj dianggap sebagai pelecehan terhadap korban. Apalagi, sosok Vina malah digambarkan sebagai hantu gentayangan.
Apa saja kritik warganet terhadap Vina dan apa alasan mereka? Berikut beberapa di antaranya.
Kritik pedas yang mengiringi perjalanan film Vina: Sebelum 7 Hari
Dianggap sebagai eksploitasi
Menampilkan grafis kekerasan secara jelas bahkan lewat posternya, warganet menganggap bahwa film Vina ini mengeksploitasi kasus yang dialami oleh almarhumah Vina. Kekerasan dan penderitaan brutal yang dialami almarhumah Vina dijadikan pemancing untuk membuat banyak orang penasaran dan pada akhirnya datang ke bioskop.
Akun @ProquestFilm mengatakan bahwa film semacam ini bukanlah sarana yang tepat untuk memberikan keadilan bagi Vina. Alih-alih drama horor, semestinya pihak rumah produksi membuat film bergenre investigasi atau dokumenter supaya betul-betul bisa membantu almarhumah agar mendapatkan keadilan yang pantas ia dapatkan.
Konsensus yang enggak jelas
Beberapa waktu sebelum film Vina dirilis, pihak rumah produksi mengklaim bahwa mereka sudah mengantongi izin dari keluarga untuk membuat dan menayangkan film ini.
Pihak Dee Company sempat mengatakan bahwa mereka sudah mendapatkan restu dari pihak keluarga Vina, bahkan sebelum proses syutingnya dimulai. Pihak keluarga mendiang Vina juga sempat muncul di sesi konferensi pers peluncuran teaser filmnya pada 18 April yang seolah mengonfirmasi kalau memang sudah dapat izin dari mereka.
Namun, pernyataan itu justru bikin banyak orang gusar. Orang-orang menganggap kalau izin itu bisa saja keluar karena ada relasi kuasa antara rumah produksi (yang notabene lebih punya nama dan punya modal ekonomi besar) dan keluarga Vina yang “hanya” orang kecil.
Di akun X-nya, penulis dan aktivis Kalih Mardiasih menyebutkan bahwa barangkali memang keluarga Vina memberikan izin agar film ini bisa digarap. Namun, proses menuju konsensus itu seperti apa, itulah yang enggak jelas. Terlebih lagi, ada berita bahwa selain keluarga Vina, keluarga korban lain enggak memberikan izin.
Dianggap memancing penonton yang haus sensasi
Seperti yang dikatakan oleh akun ini, enggak bisa dimungkiri bahwa film ini dibicarakan banyak orang dan bahkan mendapatkan penonton yang cukup banyak karena ia diangkat dari kasus yang besar, tragis, bahkan kabarnya ada pelaku yang belum benar-benar diadili.
Anggapan bahwa film ini lahir hanya untuk memuaskan penonton yang kebanyakan haus sensasi, menjadi alasan mengapa warganet berpikir bahwa produser film enggak punya nurani. Mirisnya, lewat film ini, ketiadaan nurani itu seperti ditularkan kepada penonton.
Tema yang minim empati
Banyak warganet yang enggak setuju dengan proyek film Vina: Sebelum 7 Hari ini bukan karena kematian Vina diangkat,tetapi karena packaging film yang seolah hanya ingin memancing sensasi. Para warganet merasa bahwa keputusan buat bikin genre horor, apalagi dengan bumbu Vina kesurupan, menunjukkan kalau film ini bukan mau meningkatkan awareness mengenai kejahatan.
Terlebih, ada beberapa cerita tentang penonton bioskop kesurupan yang seolah cuma menjadi bumbu supaya banyak orang semakin penasaran dan mau pergi ke bioskop buat menonton film Vina.
Kesimpulannya, para warganet menyayangkan bukan karena kasus Vina dibahas lagi, tetapi karena proses pemasaran dan juga kemasan film yang terlihat enggak menghormati korban.
Selain itu, alih-alih memberikan pemahaman mengenai penegakkan hukum dan bagaimana kejahatan perkotaan bisa direduksi, aspek yang paling banyak disorot justru pada rumor kesurupan, kengerian jumpscare dan aspek gore-nya saja. Bagaimana menurutmu?