Cerita: 9 | Penokohan: 9 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 8 | Nilai Akhir: 8,5/10
Lagi-lagi kece! Itulah yang Viki rasain pas nonton Thor: Ragnarok dan tiap Marvel Cinematic Universe (MCU) ngerilis film barunya. Bisa dibilang, MCU jarang banget ngecewain penggemar film. Nah, kalau baca pernyataan tersebut, sebagian dari lo pasti ada yang ngerasa bahwa Viki terlalu ngelebih-lebihin pujian buat MCU. Pasti bakal ada anggapan, “Ini, mah, penulisnya Marvel’s fanboy.” Kalau lo ngerasa kayak begitu, enggak salah, kok. Semua orang bebas berpendapat. Akan tetapi, ada baiknya sebelum berpendapat lo buktiin sendiri pas filmnya tayang 25 Oktober 2017.
Pas cuplikan-cuplikan Thor: Ragnarok dirilis, banyak banget dugaan soal jalan cerita. Umumnya, tebakan lo bakal salah. Kok bisa? Itulah kehebatan orang-orang yang berada di balik produksi film-film MCU. Tipu daya seakan jadi nama tengah mereka semua. Mereka seperti udah ditakdirin buat ngecoh pola pikir orang kebanyakan terkait sebuah film.
Thor: Ragnarok benar-benar berbeda dari dua film sebelumnya, Thor (2011) dan Thor: Darkworld (2013). Kalau dua film sebelumnya kental dengan unsur aksi nan dramatis, film kali ini terasa lebih ringan dan menghibur tanpa mengesampingkan kekuatan cerita dan aksi yang keren. Soal itu, kita enggak bisa lupain peran Taika Waititi sebagai sutradara. Sebelum bergabung di film ini, Waititi dikenal sebagai sutradara, aktor, sekaligus pelawak yang hobinya bereksperimen dan suka tampil beda. Ciri khas Waititi pun sangat terlihat dalam Thor: Ragnarok kali ini.
Sentuhan Waititi berhasil ngebuahin film yang bakal memicu kebahagiaan orang yang nonton. Bayangin aja, Thor dan Hulk yang dikenal sebagai karakter gahar berhasil dipoles sama Waititi jadi karakter yang menggemaskan. Kelucuan Thor, Hulk, dan karakter-karakter lainnya benar-benar keluar secara maksimal. Gurauan mereka enggak terlalu berlebihan. Pas banget, deh, buat ngejaga mood penonton.
Selama ini, komedi memang jadi salah satu nilai positif yang selalu ada di film-film MCU. Biasanya, komedi muncul dalam porsi yang enggak terlalu banyak. Ala kadarnya begitu, deh. Akan tetapi, di dalam Thor: Ragnarok, komedi dikasih porsi yang lumayan banyak. Hampir di tiap dialog selalu diselipin gurauan.
Sebenarnya, komedi yang intens bisa bikin orang jadi ilfil kalau aja penerapannya enggak tepat. Film bakal terlihat murahan dan enggak berbobot karena cerita bakal jadi bias tertutup gurauan. Contohnya, ya, film-film komedi di Indonesia yang sering banget enggak jelas apa cerita yang sebenarnya mau disampaikan. Beruntung, Waititi dan kawan-kawan berhasil menampik hal tersebut. Besarnya porsi komedi dalam Thor: Ragnarok justru menjelma jadi kekuatan film ini.
Komedi memang menjelma jadi nilai jual yang potensial dalam film ini. Namun, apalah arti film superhero tanpa aksi yang memukau? Waititi pun enggak ngelupain hal ini. Tetap pada ciri khas Waititi yang suka bereksperimen, pertarungan tersaji enggak seperti film aksi biasa. Thor dan kawan-kawan terlihat sangat nikmatin pertarungan demi pertarungan.
Ngelihat pertarungan dalam Thor: Ragnarok kali ini ibarat berminggu-minggu mainin game fighting tapi selalu gagal di raja terakhir. Sampai akhirnya kita tahu caranya dan terus namatin dengan penuh keangkuhan seraya ngejek teman yang belum bisa namatin. Efek ini ngena banget, sih, tiap kali Viki lihat adegan pertarungan di Thor: Ragnarok. Melalui adegan pertarungan yang menyenangkan ini, Waititi seakan mau nyampaiin kalau semua masalah bisa diatasin asal kita selalu berkepala dingin. Salut buat Waititi dan tim karena berani nyajiin hal-hal yang enggak biasa.
Meski sutradara yang kreatif, aksi yang memukau, serta komedi yang tepat udah dipenuhi, sebuah film enggak bakal sempurna tanpa adanya aktor dan aktris yang berkualitas dan penuh dedikasi. Beruntung, Disney nunjuk Chris Hemsworth sebagai Thor sejak awal waralaba ini diproduksi. Hemsworth ngebuktiin bahwa dia adalah aktor yang cepat tanggap. Meski karakter Thor berubah jadi lebih menyenangkan dan nyeleneh dari sebelumnya, Hemsworth berhasil meraninnya dengan sangat baik.
Di samping Thor, ada The Incredible Hulk yang benar-benar bikin penonton kaget dengan aksinya. Karena enggak diajak di film Captain America: Civil War (2016), Mark Ruffalo yang berperan sebagai Bruce Banner dan Hulk seperti ngelampiasin “amarahnya” kepada Tony Stark. Hal itu dia lampiaskan dalam bentuk akting yang memukau. Viki rasa, setelah film Thor terbaru ini, action figure Hulk bakal jadi incaran penggemar dari seluruh dunia.
Berbeda dengan Thor dan Hulk yang karakternya berubah lumayan drastis, Loki tetap konsisten sebagai villain yang humoris dan penuh tipu daya. Hanya aja, selera humor karakter Loki makin ditingkatin biar sesuai dengan harapan Waititi. Kalau ngelihat penampilannya dalam film kali ini, karakter yang diperanin Tom Hiddleston ini tetap jadi favorit penonton, bahkan ngalahin popularitas “kakaknya”, Thor.
Sementara itu, sebagai aktris senior, Cate Blanchett, enggak mau kalah sama para juniornya. Dia nunjukin penampilan terbaiknya sebagai Dewa Kematian, Hela. Sosok karakter yang sadis dan mahakuat ini diperagakan tanpa kekurangan oleh aktris berusia 48 tahun ini.
Selain empat karakter di atas, karakter lain yang lumayan mencuri perhatian itu ada Valkyrie (Tessa Thompson), Heimdall (Idris Elba), Grandmaster (Jeff Goldblum), Skurge (Karl Urban), Doctor Strange (Benedict Cumberbatch), dan Korg (Waititi). Karakter pertama dan terakhir, Valkyrie dan Korg, berhasil dapat perhatian khusus dari Viki. Pasalnya, dua karakter tersebut bikin film jadi makin hidup.
Sebagai Valkyrie, Tessa terlihat natural banget meranin sosok mantan pelindung Asgard yang berubah jadi sosok “pencari bakat” di Planet Sakaar. Sedangkan, Waititi yang berperan jadi manusia batu, Korg, berhasil bikin orang KZL karena suara khasnya kontras banget sama badan besarnya. Apalagi, gurauan yang dilontarkan Korg juara banget. Kece, deh!
Empat poin udah maksimal (aksi, komedi, sutradara, dan pemeran). Dari segi musik dan visual, Waititi juga enggak mau ngelupain. Kalau pernah lihat film-film Waititi sebelum Thor: Ragnarok, lo pasti sering dengar musik-musik dari era 1970—1990-an jadi musik latar. Dalam film kali ini, dia juga nerapin hal yang sama.
Musik-musik edgy yang mungkin belum pernah lo dengar ini jadi penguat suasana film yang bakal bikin lo enggak bosan sepanjang 130 menit film berlangsung. Setelah menonton, mungkin lo bakal ngebandingin musik yang dipakai Thor: Ragnarok sama Guardians of the Galaxy (2014). Hal itu wajar, sih. Meski enggak 100% salah, menurut Viki, karakteristik musik di Thor dan Guardians of the Galaxy tetap punya ciri khas masing-masing, kok.
Dari awal promosi, kita udah tahu bahwa Thor kali ini bakal penuh warna. Hal itu bukan tanpa alasan. Selain buat maksimalin kesan menyenangkan dalam film, warna-warna tersebut juga mencerminkan Bifrost Bridge, loh. Coba googling gambar Bifrost Bridge, deh.
Visual tersaji dengan apik dan sangat manjain mata. Adegan dan latar yang diproses secara CGI hampir enggak terlihat oleh kasatmata. Ada, sih, beberapa adegan yang sebenarnya masih bisa dipoles. Misalnya, adegan perdana saat Thor bertemu Hela. Akan tetapi, Viki jamin keseruan lo dalam menikmati film enggak bakal terganggu, kok. Secara garis besar, visual terpadu sempurna dengan musik dan unsur-unsur lainnya.
Ibarat Infinity Stones yang terdiri dari enam batu dan jadi artefak terkuat di semesta Marvel, Thor: Ragnarok terdiri dari batuan Infinity Stones yang udah berhasil terkumpul. Dari sutradara yang keren, aktor dan aktris yang berpengalaman, aksi yang menegangkan, komedi yang pas, musik yang bikin semangat, sampai visual yang manjain mata, semua menyatu dengan syahdu. Unsur-unsur tersebut membentuk kekuatan mahadahsyat yang siap menggebrak bioskop di seluruh dunia.
Viki, sih, lumayan pede bahwa Thor: Ragnarok bakal ngalahin pendapatan Spider-Man: Homecoming. Oh, ya, sekali lagi Viki mengingatkan, Thor: Ragnarok siap menghibur lo mulai 25 Oktober 2017, ya. Jangan sampai ketinggalan sama teman lo yang lain. Selamat (bersiap-siap) menonton!