*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film Tarian Lengger Maut yang mungkin mengganggu buat kalian yang belum nonton.
Tarian Lengger Maut menjadi film thriller pertama kolaborasi Visinema Pictures dan Aenigma Pictures yang tayang mulai 13 Mei 2021 di bioskop. Dibintangi Della Dartyan dan Refal Hady, film ini angkat budaya lokal tarian Lengger di daerah Banyumas dan mengemasnya dalam drama thriller-misteri-suspense.
Sinopsis Tarian Lengger Maut tentang dr. Jati (Refal Hady) seorang dokter yang baru bertugas di Desa Pagar Alas, ternyata seorang pembunuh berdarah dingin yang terobsesi dengan jantung manusia. dr. Jati tanpa sengaja bertemu dengan Sukma (Della Dartyan) sang penari lengger.
Tarian Sukma membuat jantung dr. Jati berdegup kencang setiap melihatnya menari. Di saat yang sama, keadaan desa menjadi mencekam karena banyak warga yang hilang. Mereka percaya bahwa satu satunya yang dapat menghentikan petaka itu adalah Ritual Tarian Lengger. Sebagai calon penari lengger, Sukma menjalani ritual demi mendapatkan anugerah Indang yang dipercaya dapat melindungi sang Penari Lengger beserta desanya.
Bagaimana keseruan film Tarian Lengger Maut? Simak review khas KINCIR di bawah ini.
Thriller yang Mencekam sejak Awal
Film ini dibuka dengan adegan yang intens dan mencekam. Bahkan, adegan awal ini jadi salah satu adegan terbaik film debut garapan sutradara Yongki Ongestu. Kemudian, dilanjutkan dengan sekuens yang merujuk pada misteri hilangnya satu per satu warga desa Pager Alas yang ternyata disebabkan oleh dr. Jati. Fakta bahwa dr. Jati pembunuhnya pun sudah ditampilkan sejak adegan pertama.
Maka dari itu, KINCIR mengira akan ada twist lain, mengingat film ini juga memiliki unsur misteri. Penggarapan narasi thriller-nya ternyata hanya mengancam warga desa, bukan sekaligus mengancam penonton. Meski begitu, penonton bisa terbawa suasana berkat scoring yang mencekam. Efek suaranya juga memacu adrenalin sepanjang film yang bikin enggak nyaman duduk.
Selain dari scoring, unsur thriller-nya diperkuat dari pengambilan gambar dan warna yang ditampilkan. Wide shot dengan latar gelap, mid shot dengan warna redup, medium close-up dengan ekspresi intens sang karakter, hingga close-up yang bikin penonton terintimidasi. Warna visual yang kehijauan dan kekuningan terasa kelam, dengan warna merah yang berarti gairah, cinta, serta bahaya yang akan menimpa Sukma dan warga desa.
Sayangnya, dorongan scoring dan visual yang ditampilkan enggak berhasil mendorong penonton untuk puas mengetahui misteri apa yang disembunyikan, bahkan hingga akhir.
Akting Della Dartyan dan Refal Hady yang Patut Diacungi Jempol
Salah satu yang memperkuat film Tarian Lengger Maut adalah adu akting Della Dartyan dan Refal Hady. Keduanya hadirkan peran menarik, totalitas, dan patut disimak hingga akhir.
Della Dartyan berperan sebagai Sukma, penari Lengger di Desa Pagar Alas. Della berlatih lebih dari 30 hari di Purwokerto, khusus untuk belajar menari langsung dari maestro Tari Lengger. Berbagai tantangan dihadapinya sebelum maupun saat syuting. Della harus menahan dingin udara malam di lokasi syuting yang berada di kaki Gunung Slamet hanya dengan kemben penarinya.
Lokasi yang berada di tanah lapang, dikelilingi hutan, dan hawa dingin yang menusuk, menjadi tantangannya. Della harus berkali-kali menari dengan pakaian kemben sang penari dengan total. Hasil adegan tariannya enggak mengecewakan, deh!
Kemudian, Refal Hady juga tampil tak kalah memukau sejak menit awal. Berperan sebagai dr. Jati, Refal pun mengungkapkan bahwa dia sudah lama mendambakan peran seorang pembunuh berdarah dingin ini. Untuk mendalami karakternya, Refal didampingi seorang dokter, dia banyak mempelajari ilmu dan istilah dalam dunia kedokteran. “Saya sampai latihan membedah ayam dan katak,” ujarnya dalam konferensi pers (30/4).
Kolaborasi akting Della Dartyan dan Refal Hady dilengkapi dengan suspense thriller yang dibangun apik oleh sang sutradara, Yongki Ongestu, akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi penontonnya.
Angkat Budaya Lokal yang Malah Kurang Maksimal
Sayangnya, budaya lokal yang ditampilkan hanya tersurat pada alunan bunyi gamelan hingga koreografi tarian saja. Sementara, budaya tari Lengger-nya terasa nanggung. Penonton enggak disajikan fakta mengenai ritual apa yang harus dilakukan penari Lengger, mengapa penari Lengger benar-benar dihormati, hingga soal Indang yang menjadi guardian spirit sang penari malah kurang ditunjukkan.
Kurang maksimalnya pemahaman tersebut, makin membuat “kentang” penonton soal ending yang disajikan. Entah sang sutradara mau membuat open ending, alih-alih bisa melanjutkan sekuelnya, atau memang cukup sampai di situ. Open ending yang disajikan juga enggak bikin penonton puas.
Secara garis besar, Tarian Lengger Maut tampil setengah matang dengan unsur thriller yang digaungkan sejak awal. Sisi misterinya malah kurang dieksplorasi. Meski begitu, film ini bisa jadi salah satu pilihan untuk kembali ke bioskop pada masa liburan.
***
Sebagai informasi, Visi awal Yongki Ongestu menggarap film ini adalah ingin memperkenalkan budaya. Mengingat selama ini stigma tarian Lengger banyak yang negatif, dia mencoba angkat dari perspektif yang berbeda. “Kita coba kemas bagaimana supaya anak muda akhirnya pengin nonton dan juga kita ingin mengangkat budaya lewat cara berkolaborasi dengan anak-anak kreatif dan seniman lokal,” ungkapnya.
Film ini tayang 13 Mei di bioskop seluruh Indonesia. Apakah kalian antusias menyaksikan film thriller pertamanya Visinema Pictures? Buat yang sudah nonton, bagikan pendapatmu di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya.