*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Mendengar cerita tentang usaha seorang legenda bulutangkis Indonesia, Susi Susanti, dalam mengharumkan nama bangsa bikin Daniel Mananta ingin mengabadikan kisahnya dalam bentuk film layar lebar. Digarap oleh Sim F, sosok Susi diperankan oleh Laura Basuki.
Menceritakan kisah Susi Susanti yang menjadi pebulutangkis andal pada usia 14 tahun hingga menjadi atlet kebanggaan Indonesia. Melalui bimbingan pelatihnya dan janji kepada ayahnya, Susi berhasil mendapat pengakuan dunia. Sementara, dirinya juga merasakan konflik batin atas cacian yang diterima karena keturunan Tionghoa.
Sebelum kalian menonton film biopik yang menceritakan perjalanan hidup Susi Susanti dari kecil hingga gantung raket. Yuk, simak review KINCIR tentang film Susi Susanti – Love All.
Kisah Biopik yang Klise
Sim F mengambil cerita sejak Susi remaja yang diperankan oleh Moira Tobina Zayn. Dituntut untuk menjadi perempuan seutuhnya, Susi diarahkan untuk menekuni balet, tapi minat Susi kepada bulutangkis sangat besar karena ayahnya yang juga mantan atlet.
Alur yang disajikan memiliki dinamika yang naik turun. Kalian akan diajak bagaimana awal susahnya seorang Susi remaja dalam memulai pelatihannya di PB Jaya. Dukungan dari ayahnya menjadikan semangat Susi untuk menjadi atlet terbaik.
Dalam beberapa bagian, sekuens terasa terlalu cepat sehingga kurang bisa dinikmati. Hal yang terlalu dramatis malah sering muncul saat Susi mulai bertanding. Bisa jadi maksudnya agar terbangun suasana detikk-detik kemenangan. Meski, kesannya malah jadi berlebihan.
Manisnya cinta remaja yang dirasakan Susi dan Alan juga menjadi salah satu aspek yang mendukung dinamika dalam film ini. Bagaimana kekuatan cinta antara mereka bukan melemahkan, tapi malah menguatkan satu sama lain. Walaupun di beberapa bagian dramanya agak terlihat terlalu cheesy, tapi enggak terlalu mengganggu jalan ceritanya.
Ada beberapa adegan dalam film juga yang menyentil pemerintahan pada masa itu ketika konflik terhadap etnis Tionghoa. Saat itulah jiwa nasionalisme Susi diuji karena dia harus mengharumkan nama bangsa, tapi juga “harus survive” karena berdarah Tionghoa.
Suasana Jadul yang Terasa Banget
Susi Susanti – Love All harus berbangga karena visual yang dibuat dalam film ini mampu membawa kalian yang nonton berasa balik ke sekitar era ‘80an hingga 2000-an. Salah satunya lewat benda-benda dan potret era tersebut. Enggak hanya itu, tone warna retro agak kekuningan yang diaplikasikan dalam visualisasi Susi Susanti – Love All enak untuk dipandang.
Scoring buat film ini juga terisi dengan baik, apalagi buat para pencinta bulutangkis. Suara gesekan sepatu pemain dengan lapangan, suara kok yang beradu dengan raket, hingga riuh suara penonton saat mendukung para atlet Indonesia di perlombaan terasa pas di telinga.
Soundtrack yang diberikan untuk Susi Susanti – Love All juga enggak main-main. Selain lagu romantis yang menemani saat Susi dan Alan berkencan, lagu nasional “Indonesia Raya” hingga “Tanah Airku” berhasil membuat bulu kuduk berdiri. Momen setiap lagu nasional diputar dalam film ini berhasil menggugah para penonton.
Chemistry dan Harmoni Terbangun Baik
Terpilihnya Laura Basuki dan Dion Wiyoko untuk memerankan pasangan atlet bulutangkis merupakan salah satu pilihan tepat. Chemistry yang dibangun keduanya terlihat serasi, antara Susi yang ambisius juga sangat kaku dan Alan lebih terlihat cuek, kalem tapi ternyata supel.
Ekspresi Dion saat memerankan Alan Budikusuma yang sedang kasmaran juga terlihat natural, tapi di beberapa adegan Laura terasa kurang bisa mengantarkan emosi kepada penonto karena tatapannya cenderung kosong.
Di sisi lain, kemunculan Sarwendah (Kelly Tandiono), Hermawan Susanto (Rafael Tan) dan Ardi B. Wiranata (Nathaniel Sulistyo) yang menjadi teman seperjalanan dalam mengharumkan nama bangsa Indonesia memiliki nilai tambah tersendiri karena membuat suasana dalam film semakin hidup.
Enggak ketinggalan, tingkah kocak yang dimunculkan keluarga Susi yang terdiri dari Iszur Muchtar, Dayu Wijanto dan Delon. Benar-benar menambah bumbu komedi yang menyegarkan dalam film Susi Susanti – Love All.
Pelajaran soal Menyikapi Hidup
Sebagaimana saat membuat sebuah karya, sineas pasti menginginkan karya yang dibuat memiliki nilai positif yang diambil oleh penonton. Dari film ini kalian dapat belajar untuk selalu berjuang mencapai apa yang diinginkan. Pantang menyerah dan selalu menjalani proses dengan sabar juga menjadi inti cerita ini.
Film ini memberi pemahaman bahwa lawan terbesar manusia adalah diri sendiri. Selain itu, pentingnya untuk menghargai perbedaan adalah salah satu kunci untuk menyatukan keragaman.
Film Susi Susanti – Love All bisa menjadi rekomendasi untuk kalian yang ingin menghabiskan akhir pekan bersama orang yang disayang. Film ini akan menumbuhkan kembali rasa nasionalisme yang mulai terkikis.
***
Film berklasifikasi untuk 13 tahun ke atas ini bisa disaksikan mulai 24 Oktober 2019. Buat kalian yang sudah nonton, berikan nilai dan ulasan kalian di kolom atas artikel ini. Terus ikuti review film lainnya di KINCIR, ya!