*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 8 | Penokohan: 8 | Visual: 9 | Sound Effect/Scoring: 9 | Penyutradaraan: 10 | Nilai Akhir: 8,8/10
Lo yang ngaku anak geek atau penggemar budaya pop pasti ngerasa excited abis pas melihat pertama kali cuplikan perdana Ready Player One. Yap, cuplikannya penuh dengan easter eggs atau referensi budaya pop dari film atau game yang beken sejak era 1980-an hingga sekarang. Rasanya jadi campur aduk antara nostalgia dan penasaran. Pasti timbul pertanyaan apakah filmnya bisa benar-benar hidup jika unsur-unsur nostalgia dan budaya pop dihilangkan.
Jawabannya, iya. Ready Player One adalah film yang benar-benar hidup berkat kombinasi apik antara nostalgia, semangat yang membara akan budaya pop, serta karakter Steven Spielberg.
Ready Player One sendiri diadaptasi dari novel karya Ernest Cline dengan judul yang sama. Kisahnya berfokus pada dunia yang nyaris di ambang kehancuran karena masalah kepadatan penduduk, polusi udara, korupsi merajalela, serta perubahan iklim. Dunia realita virtual bernama OASIS pun muncul sebagai pelarian dan menggantikan posisi dunia nyata.
Semuanya terasa damai hingga sang pencipta dunia OASIS, James Halliday, meninggal dunia. Dia meninggalkan warisan berupa easter egg di dunia yang diciptakannya. Siapa yang berhasil mendapatkan easter egg tersebut akan mendapat hak untuk mengendalikan dunia OASIS secara penuh.
Seorang remaja bernama Wade Watts (Tye Sheridan) pun mendedikasikan hidupnya untuk mencari easter egg tersebut. Bakat alami dan pengetahuannya tentang Halliday dan dunia OASIS membuatnya jadi incaran Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn), pendiri perusahaan jahat bernama IOI yang berambisi menguasai dunia OASIS. Bersama teman yang dia kenal di dunia virtual, Watts memulai petualangannya untuk mencari “harta karun” pun dimulai.
Harus diakui, rasanya udah lama enggak sebahagia ini hanya gara-gara menonton film. Sebagai penggemar pop culture, film ini bakal memanjakan lo dengan setumpukan referensi berupa karakter dari film atau game favorit lintas zaman. Contohnya adalah penampilan Delorean DMC-12 dari film Back to the Future (1985), motor PX-03 dari anime Akira, si Gundam legendaris RX-78, dan masih banyak (banget) lagi yang enggak mungkin disebutkan satu per satu di sini.
Simak aja Penuh Easter Egg dalam Cuplikan Perdana Ready Player One.
Tentunya, karakter-karakter legendaris dan referensi pop culture yang ada di film ini enggak cuma ditampilkan begitu aja. Ready Player One nyaris aja jadi sekadar “film tribute to pop culture”. Untungnya, Spielberg dengan tangan emasnya berhasil mengejawantahkan semuanya dengan penuh arti dan enggak mengandalkan nostalgia semata. Bisa dibilang, hal inilah yang jadi keunggulan utama Ready Player One (di mata anak geek).
Yup, Spielberg is really the right man in the right place! Entah bagaimana jadinya film ini tanpa Spielberg. Hal yang patut diapresiasi darinya adalah kemampuannya untuk mengolaborasikan dunia virtual dan nyata menjadi sebuah sajian yang menarik. Kekhawatiran yang muncul sebelumnya akan film yang terlalu komikal dan kekanak-kanakan pun sirna.
Semuanya dibuat begitu berkesan lewat adegan yang membuat penonton, terutama penggemar pop culture, berdecak kagum. Contohnya bisa lo lihat pada adegan saat Delorean DMC-12 balapan di New York yang bisa lo lihat pada cuplikan. Saat lo nonton film penuhnya nanti, semua dibikin begitu fantastis sehingga unsur yang tadinya dibuat untuk bernostalgia aja menjadi menarik. Lo bakal nemuin cukup banyak adegan yang sama fantastisnya dengan adegan balapan tadi.
Baca juga 5 Alasan Kenapa Lo Wajib Nonton Ready Player One.
Bagi lo yang bukan anak geek atau penggemar budaya pop, enggak perlu khawatir bakal bingung atau enggak ngerti saat nonton. Ready Player One tetap bisa bikin lo terhibur meski tingkat antusiasmenya berbeda. Spielberg tentu mengerti akan kekhawatiran tersebut lewat transisi antara dunia imajinasi dan dunia nyata yang disajikan secara apik.
Keluar dari dunia virtual, Spielberg bakal membawa lo kepada penceritaan karakter Wade Watts/Parzival (Tye Sheridan) sebagai jagoan utama. Dia dihadapkan dengan cerminan kehidupan masa kini, di saat manusia lebih suka “eksis” di dunia virtual dibanding berinteraksi langsung di dunia nyata. Penokohannya juga dibangun dengan sangat baik sehingga penonton bakal menikmati film ini secara keseluruhan tanpa harus terlalu berkutat dengan referensi budaya pop.
Sheridan yang mampu membawakan karakter Watts dengan sangat baik juga menjadi nilai plus bagi film ini. Chemistry-nya begitu terasa dengan Samantha/Art3mis (Olivia Cooke). Hal ini juga didukung dengan penggambaran visual yang membuat hubungan dan interaksi antara keduanya saat berada di dunia virtual begitu nyata, khususnya saat berada di dunia OASIS. Meski setengahnya lebih menggunakan efek CG dan enggak bisa dibilang calon pemenang penghargaan "Best Visual Effect" Oscar, kualitas visual yang disajikan dalam Ready Player One tetap bisa dinikmati.
Mendelsohn juga berperan dengan cukup baik mengingat peran villain adalah spesialisasinya. Sayang sekali, di film ini sisi jahatnya enggak begitu menonjol jika dibandingkan dengan perannya sebagai Orson Krennic di Rogue One: A Star Wars Story (2016). Meski begitu, tetap aja penampilannya menjadi penyeimbang yang baik bagi film. Begitu juga dengan Mark Rylance yang berperan dengan sangat baik sebagai James Halliday.
Enggak hanya pikiran dan mata, Ready Player One juga dengan sangat baik mampu menghibur pendengaran lo. Penggemar musik jadul pasti bakal ikut bernyanyi saat musik latar dari Van Halen, Bee Gees, hingga Earth Wind and Fire diputar. Musik orisinalnya secara keseluruhan juga cukup baik meski komposer yang jadi sohib Spielberg, John Williams, absen di film ini.
Ready Player One bukannya benar-benar sempurna. Ada beberapa bagian yang terasa terlalu bertele-tele, terutama saat adegan beralih dari dunia virtual ke dunia nyata. Apalagi durasinya yang hampir mencapai dua setengah jam terasa cukup lama kalau lo memang enggak bisa menikmati filmnya. Untungnya, Spielberg mampu menutup film dengan fantastis sehingga menutup kemungkinan untuk akhir yang antiklimaks.
Lo bisa telusuri Deretan Cameo dan Easter Egg dalam Cuplikan Ready Player One.
Satu hal yang unik, film ini terkesan menekankan ironi kehidupan zaman sekarang, di saat manusia terlalu tenggelam dengan dunia virtual dan teknologi sehingga lupa dengan interaksi di dunia nyata. Lucunya, dunia virtual yang digambarkan Spielberg justru bakal bikin lo ngerasa bahwa dunia virtual memang seasyik itu. Dalam hal ini, Spielberg memang gagal. Namun, dalam hal menyajikan sebuah sajian sinematis yang dapat dinikmati, Spielberg mampu melakukan pekerjaannya dengan baik.
Jadi, meski Ready Player One kesannya geek abis, bukan berarti film ini cuma bisa dinikmati oleh geek. Film ini memang bakal terasa lebih sempurna buat lo yang ngerasa sebagai geek atau penggemar budaya pop. Namun, kejeniusan Spielberg dalam mengolah dan mengolaborasikan referensi budaya pop dan unsur sinematis membuat Ready Player One menjadi film yang sangat menyenangkan dan dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Ready Player One udah bisa lo nikmatin di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia mulai 28 Maret 2018. Sebelum nonton, lo tonton dulu aja cuplikannya!