*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Film tentang sejarah memang selalu menarik untuk ditonton, apalagi film adaptasi dari novel yang dilarang beredar pada masa Orde Baru. Ya, film Perburuan garapan Richard Oh dari adaptasi salah satu karya Pramoedya Ananta Toer yang ditulis di dalam penjara.
Agustus dipilih untuk merayakan dan menghormati karya Pramoedya Ananta Toer sekaligus peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-74. Falcon Pictures menggelar “Pameran Jejak Langkah Pram” yang menampilkan karya-karyanya, dan merilis dua film Bumi Manusia dan Perburuan.
Menceritakan Hardo (Adipati Dolken), anak seorang Wedana yang menjadi Shodanco (komandan peleton) PETA, tapi memberontak karena idealismenya untuk memerdekakan sangat tinggi. Dia rela melepas jabatan, meninggalkan orang yang dicintai dan diburu oleh pasukan Jepang supaya Indonesia bisa merdeka.
Pengejaran Tiada Henti dan Pengkhianatan Semua Sisi
Di awal film Perburuan, kalian masih diperlihatkan penampilan Hardo sebagai Shodanco masa penjajahan Jepang yang gagah, berani, dan tampan. Namun, setelah pemberontakan dilakukan kalian akan melihat perubahan yang signifikan dari sosok Hardo.
Kekalahan Hardo dan pasukannya dalam menjatuhkan Jepang, membuat dia harus bersembunyi dan merubah dirinya menjadi gelandangan agar tidak dikenali. Dia sampai meninggalkan kekasih dan keluarganya.
Buat yang enggak baca bukunya, kalian akan diminta menebak sendiri alur dan apa yang sedang terjadi dalam film, mengingat, enggak adanya penjelasan waktu dan tempat di setiap adegannya. Informasi tentang cerita hanya akan muncul di awal dan akhir film. Namun, buat yang nonton demi hiburan, tampaknya enggak bermasalah.
Film Perburuan akan mengajak kalian melihat pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat Hardo. Kemudian, bagaimana Hardo harus mengorbankan banyak hal untuk cita-citanya memerdekakan Indonesia. Pengejaran Hardo bisa dibilang mendominasi film.
Kurang Berasa Semangat Nasionalisme
Berhubung tema yang diusung dalam film ini adalah sejarah tentang memperebutkan kemerdekaan Indonesia, jadi semestinya unsur nasionalisme merupakan hal paling penting dalam film. Sayangnya, di film ini kurang berasa dan kurang bikin “merinding”.
Karena cerita film Perburuan terfokus pada pelarian Hardo dari tentara Jepang, unsur cerita pendukungnya kurang terbangun. Hal itu bikin kalian akan lebih fokus tentang pelariannya daripada hasrat Hardo untuk memerdekakan Indonesia.
Pengembangan Karakter Kurang Seimbang
Adipati berhasil menunjukkan bagaimana keresahan yang dirasakan oleh Hardo sebagai seseorang yang sedang diburu. Bahkan, monolognya jika diperhatikan dan didengar bisa bikin bulu kuduk bergidik, lho. Adipati berhasil membangun suasana yang baik.
Sayang, pendalaman karakter maksimal hanya terlihat pada pemeran utamanya saja. Selain Adipati Dolken, ada Ayushita yang sejak awal cocok berperan sebagai Ningsih, tunangan Hardo. Ayu mampu menggambarkan gadis Jawa yang anggun. Meski, di bagian akhir, emosi Ningsih kurang pedih, tapi masih mumpuni, kok.
Untuk pemain pendukung lainnya, sebagian besar masih terlihat kaku dan kurang mendalami karakter. Ekspresi wajah para rakyat untuk menunjukan betapa sulitnya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah kurang sampai ke penonton. Begitu juga tentara penjajah yang kurang terasa ngerinya.
Visual dan Scoring yang “Nanggung”
Penggambaran keadaan pada masa pendudukan Jepang kurang begitu terlihat karena kebanyakan mengambil adegan pada malam hari. Sementara pas siang hari, kalian akan diajak melihat keteduhan Kota Blora dengan pemandangan ladang jagung dan langit yang cerah.
Soal scoring, enggak ada yang terlalu istimewa dalam penataan musik yang dimunculkan. Kesan mencekam hanya terasa saat Hardo melakukan monolog ditemani dengan suara korek api yang saling menyulut satu sama lain.
Kembali Mengingatkan Perjuangan Pahlawan
Di balik kekurangan masih ada pelajaran yang bisa diambil dari film Perburuan. Awal film diputarkan, lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang yang mengingatkan rasa cinta Tanah Air.
Sementara, lewat perburuan Hardo, digambarkan bahwa jasa para pahlawan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah itu enggak mudah. Banyak hal yang harus dikorbankan, serta banyak kehilangan yang harus dirasakan.
Nah, ada pesan tersirat dalam film Perburuan buat anak muda zaman sekarang yang sudah merasakan kemerdekaan Indonesia tanpa harus menderita karena penjajah. Berkaryalah dan bersatulah tanpa melihat SARA.
***
Secara garis besar, film Perburuan ini mengajak generasi masa kini untuk mengingat dan menghargai kemerdekaan. Film ini bisa jadi pilihan nonton sambil merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74.
Buat yang penasaran hasil film adaptasi novel ini, kalian bisa langsung datang ke bioskop terdekat karena film Perburuan sudah tayang sejak 15 Agustus 2019. Nah, kalau kalian udah nonton jangan lupa buat kasih ulasan kalian di bagian atas artikel ini, ya.