*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 5 | Penokohan: 6 | Visual: 6 | Sound Effect/Scoring: 7 | Penyutradaraan: 6 | Nilai Akhir: 6/10
Menjelang pertengahan tahun, beragam film imajinasi mulai hadir. Soalnya, pas dengan masa liburan sekolah. Salah satunya, film Pacific Rim: Uprising yang kerap ditunggu para pencinta film sekaligus penggemar mecha. Yap, sekuel dari Pacific Rim (2013) ini kembali menceritakan pertempuran antara robot dan monster.
Sinopsis: 10 tahun setelah kaiju berhasil dilumpuhkan, dunia kembali aman. Namun, konflik mulai bergejolak ketika ada jaeger yang dipiloti secara ilegal dan malah membuka celah tempat kaiju dikurung. Hingga pertempuran antara kaiju dan jaeger kembali berlangsung. Mereka harus berjuang keras demi mempertahankan kelangsungan hidup manusia di Bumi.
Masih berfokus pada jaeger (bahasa Jerman: pemburu) dan kaiju (bahasa Jepang: monster raksasa), film ini berlatar di masa depan yang penuh teknologi canggih. Sekuel ini melanjutkan film pertamanya yang berselang 10 tahun, pas dunia mulai pulih dari kehancuran akibat pertempuran jaeger dan kaiju. Bisa dibilang, hadirnya film fiksi ilmiah bertema robot ini kembali menghidupkan imajinasi penggemar mecha yang pernah ngehit beberapa tahun lalu.
Baca juga 5 Fakta Menarik Seputar Pacific Rim: Uprising.
Konflik yang ditampilkan dalam film garapan Steven S. DeKnight ini lebih kompleks dibandingkan film pertamanya. Sayangnya, detailnya enggak dibangun dengan rapi dan malah ada kesan diburu-buru. Padahal, ada beberapa bagian yang bisa digali lebih dalam. Mirip film pertama, tapi sekuelnya ini masih ada twist plot walaupun sebenarnya bisa lo tebak.
Plot dramanya juga masih berfokus pada kemanusiaan yang ditunjukin oleh para tokohnya. Soal komedi, terkesan dipaksakan dan seakan hanya sebatas formalitas. Unsur drama dan fiksi ilmiah serius yang udah dibangun rasanya enggak selaras dengan komedi yang dibawakan. Namun, bukan berarti komedinya enggak bisa lo nikmati. Lo masih bisa, kok, ketawa ngelihat aksi kocaknya Jake yang diperankan John Boyega.
Kembalinya karakter lama juga penting dalam menyambung cerita. Hadir kembali Lambert (Scott Eastwood), Mako Mori (Rinko Kukuchi), Dr. Newton (Charlie Day), dan Dr. Gottlieb (Burn Gorman). Sedangkan, tokoh protagonis utama bakal diperankan oleh Boyega sebagai Jake Pentecost. Ditambah, kehadiran karakter baru yang juga diperankan aktris pendatang baru, yakni Cailee Spaeny sebagai Amara.
Mengingat kurangnya pengembangan cerita, interaksi antara karakter juga kurang ditonjolkan. Hanya beberapa karakter yang berkembang. Selebihnya seakan hanya jadi peran pendukung yang memang cuma mendukung. Padahal, fokus kemanusiaan dalam film ini juga penting. Soalnya, dibutuhkan akting yang menjiwai dan penuh emosi dari seluruh karakternya agar adegan-adegan harunya bisa ngena di hati.
Berbeda dengan film pertamanya, sekuelnya ini lebih berwarna. Soalnya, film pertamanya disutradarai oleh Guillermo del Toro sehingga mayoritas terkesan gelap. Bisa jadi, memang del Toro pengen ngebangun citra kaiju atau monster yang menyeramkan dan penuh teror. Sedangkan, sekuelnya ini menampilkan warna-warna yang lebih cerah. Bisa jadi, sang sutradara pengen bikin penonton lebih nyaman memperhatikan kaiju atau pun jaeger.
Efek visual yang ditampilkan juga lebih nyata. Namun, bukan berarti di film pertamanya enggak bagus. Perbedaannya hanya tingkat kecerahan. Bisa jadi, DeKnignt memang pengen bikin pertempuran antara kaiju dan jaeger yang menghancurkan kota ini enggak seram-seram banget.
Kepoin juga 7 Kaiju Mengerikan dan Terpopuler dalam Film Pacific Rim.
Tampaknya, sekuelnya ini hanya pengen pamer desain jaeger dan kaiju yang lebih besar dan canggih. Memang, hal itu jadi nilai lebih dalam film ini. Desain jaeger dan kaiju yang hadir sekilas mengingatkan lo pada film fiksi ilmiah tentang robot yang bertarung dengan monster raksasa dari Jepang.
Efek suara yang ditampilkan juga sama-sama menggelegar seperti film pertamanya. Namun, bisa lebih epik lagi kalau lo nonton dalam format 3-D atau IMAX 3-D. Soalnya, aksi pertarungannya bakal terlihat lebih maksimal.
Satu hal yang kurang ditonjolkan adalah musik dalam film ini. Mayoritas film diisi dengan adegan pertarungan. Padahal, dalam cuplikannya, lo bisa ngelihat keasyikan film ini karena musik latarnya. Makanya, bisa lebih epik kalau ada musik asyik yang mengiringi ketika para jaeger beraksi.
Sebagai salah satu film yang untung banyak, Pacific Rim (2013) berhasil memenuhi imajinasi penonton. Apalagi, jadi salah satu terobosan baru: cerita mecha diproduksi Hollywood yang ketika itu digarap oleh Guillermo del Toro. Namun, sekuelnya kini enggak lagi digarap oleh del Toro sehingga rasanya berbeda.
Nyatanya, del Toro enggak “lepas tangan” begitu aja. Dia juga menggarap Pacific Rim: Uprising dengan duduk di kursi produser. Pengaruhnya bisa lo lihat lewat desain kaiju yang lebih ngeri. Tentunya, ini jadi ciri khas del Toro ketika bikin film yang kerap berunsur monster.
Simak juga 7 Film Terbaik Guillermo del Toro yang Penuh Fantasi.
DeKnight bisa dibilang berbakat garap film fiksi ilmiah dengan unsur robot dan monster. Pengarahan kepada para pemerannya juga enggak buruk. Sayangnya, cerita yang terburu-buru bikin film jadi terasa “kentang”. Kalau lo pengen pertempuran epik antara robot dan monster itu berakhir bahagia dan penuh klimaks, sayangnya, film ini enggak bisa ngasih kepuasan maksimal.
Walaupun begitu, film ini masih mampu menyajikan hiburan dari segi berbeda, baik untuk remaja maupun dewasa. Soalnya, enggak banyak film fiksi ilmiah Hollywood yang bertemakan pertarungan masif antara robot dan monster. Makanya, Pacific Rim: Uprising jadi penantian beberapa penggemar mecha setelah film tema robot lainnya yang kurang memuaskan.
Meski belum bisa memuaskan ekspektasi secara maksimal, Pacific Rim: Uprising bisa sedikit menghilangkan rasa kangen lo sebagai penggemar mecha atau tokusatsu. Lo udah bisa menikmati film ini mulai 21 Maret 2018.
Nah, kalau lo udah nonton, share pendapat lo di kolom komentar, ya!