*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Once Upon a Time in Indonesia yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Bagaimana jadinya jika mantan karyawan bank terlibat perselisihan dengan gangster lintah darat yang punya gurita bisnisnya cukup luas? Makin pelik ceritanya ketika tahu pentolan gangster punya masa lalu yang penuh dendam dengan si mantan karyawan bank. Itulah sekelumit cerita yang coba ditampilkan oleh film Once Upon a Time in Indonesia.
Film Once Upon a Time in Indonesia jadi film terbaru di Disney+ Hotstar. Saat ini kamu sudah bisa menikmati film besutan Asun Mawardi lewat situs streaming tersebut. Simak dulu trailernya di bawah ini.
Bagaimana keseruannya? Simak review film Once Upon a Time in Indonesia khas KINCIR di bawah ini.
Antara Kesumat Hari Ini dan Dendam Masa Lalu
Cerita bermula ketika Max (Franki Darmawan), seorang karyawan bank yang terlalu penuh perhatian dengan para nasabah yang ingin meminjam uang. Dia akhirnya dipecat dari bank karena terlalu baik meminjamkan.
Di tengah rasa kalutnya setelah dipecat dari bank, Max diantarkan Leo (Djaitov Tigor), kakak iparnya, ke seorang bandar rentenir bernama Ruel (J Ryan Karsten). Si bandar meminta data nasabah yang pinjamannya ditolak oleh bank tempat Max bekerja dulu. Namun, Max menolak karena alasan privasi.
Dari situlah konflik dimulai. Ruel yang tak terima ditolak oleh Max mulai mencelakai dia. Max dipukuli hingga masuk rumah sakit oleh orang suruhan Ruel. Biaya rumah sakit yang tinggi membuat Max tak punya biaya dan akhirnya memberikan data peminjam.
Sayang, hal itu berdampak buruk pada nasabah yang meminjam uang ke Ruel. Max pun tak terima dan mulai menabuh genderang dengan Ruel. Mereka berseteru, perkelahian, darah, dan bunuh-bunuhan yang kemudian jadi sajian dari film Once Upon a Time In Indonesia ini.
Bosan karena Berantem
Bisa dibilang, menyimak premis film Once Upon a Time in Indonesia menumbuhkan ekspektasi tinggi. Mengingat pada 1984, film Once Upon a Time in America jadi laga yang sukses. Lalu, pada 1991, film Once Upon a Time in China jadi salah satu seri film mandarin yang berhasil dengan sekuel-sekuelnya. Ditutup dengan film Once Upon a Time in Hollywood yang berhasil sabet penghargaan Oscar. Maka dari pemilihan judul, tak heran banyak yang berekspektasi tinggi.
Namun, film ini tak terlalu mengubah ekspektasi itu jadi realita. Film aksi-kriminal ini punya jalan cerita yang mirip sinetron. Awalnya, film ini seperti kesulitan menemukan konflik. Baru terbuka konfliknya ketika Max menjumpai Ruel dan terjadilah perselisihan yang sengit.
Sayangnya, untuk sebuah film laga, Once Upon a Time in Indonesia memulai konfliknya terlalu sederhana. Bahkan agak sulit menemukan kekuatan dari film ini. Sebab, hampir beberapa menit sekali, penonton disuguhkan adegan berantem terus menerus. Film aksi memang identik dengan baku hantam, tapi cerita yang kuat tetap harus jadi nafas utama.
Film Aksi Rasa Sinetron
Entah mengapa, film Once Upon a Time in Indonesia seperti kesulitan berkembang. Selain ceritanya yang kurang kuat, film aksi ini terasa seperti sinetron di awal tahun 2000-an.
Dari mulai pengambilan gambar, warna yang jadul, sampai scoring yang hampir terdengar di semua adegan. Sayangnya, scoring itu malah enggak terlalu membungkus ketegangan dalam film.
Selain itu, dialog yang dipakai juga agak jadul dan kurang konsisten. Untuk sebuah film laga yang punya kesan badass, barangkali kata ganti “saya” dan “kamu” kurang masuk. Nah, beberapa kali orang-orang bengis ini menggunakan kata “saya” dan “kamu”.
Kemudian sisi enggak konsistennya ketika beberapa adegan mereka menggunakan kata “gue” dan “lo”. Sebetulnya, bahasa slengean lebih cocok untuk film ini, tapi entah mengapa beberapa kali dialognya menggunakan kata-kata yang teramat baku.
Durasi yang Kepanjangan
Sebetulnya film Once Upon a Time in Indonesia punya konflik yang bisa dikembangkan. Cerita soal Max dan Ruel, lalu kisah Dave yang berkhianat dengan Ruel.
Atau, kisah masa lalu ayahnya Max dan ayahnya Ruel yang bisa banget jadi sepaket cerita yang bisa diurai untuk sebuah film berdurasi 2 setengah jam. Yap, penonton memang harus menonton hingga 150 menit untuk melihat ujung dari kisah ini.
Dua setengah jam seharusnya cukup untuk mengurai konflik dengan pelan-pelan. Sayangnya, konflik-konflik itu enggak dibangun dan diselesaikan dengan pas. Sehingga, ada beberapa konflik yang selesai dengan mudah.
Kisah cinta Max dan Key (Ryana Dea), anak buahnya Ruel, pun teramat datar. Mereka ketemu sekali, tiba-tiba sudah dekat. Sayang banget kurang bumbu. Padahal film ini punya waktu yang lama untuk itu.
Beberapa Bagian Kurang Relevan
Entah lupa atau memang bagian dari skrip, ada beberapa hal yang dirasa kurang relevan. Seperti tampilan Max sebagai seorang pegawai bank. Max berambut gondrong dan diperbolehkan kerja. Padahal, agak sulit menemukan pegawai bank berambut gondrong.
Lalu, pada dialog ketika Max dirampok dan diambil dompetnya. Si perampok tiba-tiba bilang “uang lo segini doang? katanya karyawan bank?” Padahal, perampok dan Max belum pernah bertemu sebelumnya. Lalu, dari mana perampok itu tahu profesi Max? Hmm.
Oh, ya, ada hal yang bisa jadi mengganggu bagi sebagian orang, yakni keberadaan iklan yang kadang bikin salfok meski masuk dalam cerita. Entah memang iklan atau bukan tapi yang jelas film ini beberapa kali menampilkan secara gamblang merek dagang, mulai dari bank BUMN kenamaan sampai dengan hotel di Bandung.
***
Film Once Upon a Time in Indonesia disutradarai oleh Asun Mawardi dan dibintangi oleh sejumlah aktor baru seperti Franki Darmawan, J Ryan Karsten, dan Rendy Septino. Ada juga nama yang sudah tidak asing seperti Djaitov Tigor, Ryana Dea, dan Joshua Pandelaki.
Jika penasaran sama jalan ceritanya, film berdurasi 150 menit ini sudah bisa kamu tonton. Selamat menyaksikan film Once Upon a Time in Indonesia di platform Disney+ Hotstar. Bagikan pendapat kalian di kolom review di atas, ya.