*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Mudik yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Layanan streaming Mola TV baru saja menghadirkan film Mudik (2019) yang menjadi film Indonesia pertama secara eksklusif di platformnya pada 28 Agustus. Film dengan konsep road movie garapan pemenang “Sutradara Terbaik” di Festival Film Indonesia 2014, Adriyanto Dewo ini menghadirkan penampilan aktor-aktris berbakat Tanah Air, seperti Putri Ayudya, Ibnu Jamil, Asmara Abigail, dan Yoga Pratama.
Bukan sekadar kisah perjalanan mudik, film ini bercerita tentang pasangan suami-istri, Aida dan Firman, yang tengah berkonflik dan memutuskan untuk mudik ke kampung halaman menjelang lebaran. Di tengah masalah yang tak terselesaikan, mereka malah mengalami peristiwa tragis lainnya di tengah perjalanan.
Film ini pun telah memenangkan Script Room for Feature Film Development Programme 2016 dari British Council. Bahkan, mewakili Indonesia di CinemAsia Film Festival. Makin penasaran dengan film produksi Relate Films ini? Yuk, simak dulu ulasan KINCIR berikut ini.
Menyelami Sisi Lain dari Perjalanan
Mudik, tradisi pulang ke kampung halaman yang biasanya diakhiri dengan kebahagiaan, meriahnya Malam Takbiran, dan hangatnya suasana lebaran bersama keluarga. Namun, bukan itulah yang berusaha diangkat Adriyanto sebagai sutradara sekaligus penulis naskah dalam film garapannya ini.
Pernahkah kalian sadari? Setiap perjalanan mudik lebaran, pasti ada saja berita kecelakaan yang membuat keluarga merasa kehilangan. Dari kegelisahan inilah, sutradara yang sebelumnya sukses dengan film Tabula Rasa (2014) ini berusaha meluapkannya melalui film Mudik yang mulai digarapnya sejak lima tahun lalu.
Kontras dengan suasana mudik lebaran yang “meriah”, film Mudik ini justru menampilkan rentetan peristiwa tragis yang menimpa karakternya. Suasana yang dibangun jauh dari kata “bahagia”. Adegan awal saja sudah dibuka dengan konflik antara Aida dan Firman yang berargumen cukup sengit di mobil.
Walaupun dibangun dengan plot yang lambat, akting memukau dari Putri Ayudya sebagai Aida dan Ibnu Jamil sebagai Firman berhasil membangun atmosfer canggung, tegang, dan dingin yang menggambarkan konflik tak terselesaikan di antara mereka.
Perubahan Karakter yang Menarik Diselami
Belum juga selesai masalah di antara mereka, datang masalah baru di tengah perjalanan mudik ketika Aida menabrak seseorang. Mereka pun diboyong ke desa asal korban tabrak tersebut. Di situlah dia bertemu Santi (Asmara Abigail), sang istri korban.
Di tengah duka yang melanda Santi, kepala desa mendatangi Aida dan Firman untuk meminta uang pertanggungjawaban. Namun, mereka hanya “memeras” dan sebenarnya uang itu tak pernah sampai ke Santi.
Di titik inilah, kita bisa melihat perubahan dari Santi sebagai perempuan desa yang jati dirinya dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Dari awal, Santi tidak pernah diberi pilihan atau bahkan membuat keputusan sendiri. Namun, setelah bertemu dengan Aida, Santi memberanikan diri untuk pergi dari desa tersebut. Membuat sebuah keputusan yang sebelumnya tak pernah dia pikirkan.
Tak hanya mengubah Santi, perjalanan mudik ini pun akhirnya mengubah Aida. Sosok perempuan yang selalu memendam sendiri perasaan dan berusaha menangani permasalahannya sendiri ini akhirnya berani menyuarakan suara hatinya. Ketika mengetahui suaminya selingkuh, Aida berani meluapkan seluruh emosi yang selama ini terpendam dan dengan langkah mantap berjalan menjauhi Firman.
Film Mudik ini memang bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, gambaran suasana khas mudik pada umumnya yang tak luput digambarkan oleh sang sutradara. Mulai dari perjalanan di tol yang macet dan membosankan, tidur tak nyaman di kursi mobil, berhenti di rest area secara berkala untuk ke toilet, hingga suasana desa saat Takbiran.
Namun, mudik di sini bukan hanya sekadar berarti “pulang kampung”. Di dalamnya terkandung makna yang menggambarkan perjalanan spiritual panjang karakternya untuk menemukan dirinya sendiri. Layaknya mencari solusi di tengah tragedi. Di perjalanan “mudik” ini, hati yang selama ini “merantau” kini “pulang” kembali hingga akhirnya melahirkan jati diri yang memang benar-benar sesuai suara hati.
Konflik yang Lekat
Segala masalah yang disajikan dalam film Mudik ini terasa nyata dan dekat dengan keseharian. Mulai dari konflik rumah tangga yang digambarkan Aida dan Firman, kecelakaan yang bisa menimpa siapa saja, gambaran duka keluarga yang ditinggalkan, hingga pemerasan yang dilakukan masyarakat. Semuanya digambarkan secara nyata hingga bisa bikin kalian berpikir bisa saja berada di posisi itu.
Karakter Aida dan Santi di sini juga mencerminkan kebanyakan perempuan Indonesia pada umumnya. Memendam perasaan dan berusaha menangani masalah sendiri, serta jati diri yang dibentuk oleh sosial hingga rasanya sulit untuk “menemukan” dirinya sendiri.
Hal inilah yang menarik dari film garapan Adriyanto Dewo. Pesan yang unik dan mendalam dibalut dalam konflik yang sebenarnya sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan Akting dan Scoring
Selain kekuatan cerita dan makna di baliknya, salah satu hal lain yang patut diacungi jempol adalah akting memukau dari para pemainnya yang berhasil benar-benar mendalami karakternya. Putri Ayudya sebagai Aida mampu membangun empati dan membawa penonton untuk larut dalam perasaan yang selama ini dia pendam.
Beradu akting dengan Asmara Abigail sebagai Santi, Putri juga mampu membangun chemistry yang kuat di antara mereka. Perkembangan karakter mereka terasa nyata, mulai dari Santi yang membenci Aida, hingga pelukan di akhir yang membangun kesan persaudaraan yang erat.
Tak hanya Putri dan Asmara, Ibnu Jamil sebagai Firman dan Yoga Pratama sebagai Agus pun berhasil membuat film ini semakin menarik untuk ditonton. Ibnu Jamil tampil sebagai sosok suami yang berusaha tetap melindungi, tapi juga enggak bisa apa-apa ketika keluarganya menyuruh untuk poligami, karena Aida yang tak kunjung hamil.
Sementara, akting Yoga sebagai sahabat dekat dari Santi dan suaminya ini tambah membangun hubungan antarkarakter yang terasa intim. Bahkan, ada perubahan karakter yang tak disangka-sangka dari sosok Agus.
Semua penampilan mereka yang memukau didukung oleh scoring yang terasa begitu pas untuk membangkitkan suasana dan emosi di beberapa adegan. Misalnya, scoring yang membuat penonton merasa ikut panik dan tegang ketika Aida menabrak orang di tengah perjalanan mudiknya. Di adegan drama antarpasangan pun diiringi scoring yang membuat penonton semakin larut dalam perasaan karakter tersebut.
Tak hanya itu, gambaran perjalanan mudik yang sesungguhnya memang benar-benar terukir di film road movie ini. Banyak shot yang diambil dalam mobil ini benar-benar membawa suasana mudik. Ditambah adegan budaya pawai obor yang menjadi tradisi penduduk desa di Jawa pada Malam Takbiran semakin membuat gambaran mudik tersebut terasa nyata.
Memang, sebagian besar film terasa slow pace layaknya film Mountain Song (2019). Menjelang akhir, baru gaya sinematiknya berubah layaknya film-film drama pada umumnya.
Secara keseluruhan, film Mudik berhasil memberikan angin sejuk dengan nuansa baru di perfilman Indonesia. Makna yang mendalam dibungkus secara apik melalui perjalanan “mudik” karakter dari awal hingga akhir. Dengan konflik yang terasa nyata dan suasana yang sengaja dibuat lekat dengan kehidupan sehari-hari, penonton jadi lebih bisa merasakan keterikatan emosi yang mendalam dengan karakter di film tersebut.
Bagaimana pendapat kalian tentang film Mudik yang sudah mengikuti berbagai kompetisi internasional ini? Jangan lupa share komentar kalian di bawah ini, ya! Nantikan terus ulasan menarik tentang film lainnya di KINCIR.