*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Mother yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Keluarga yang utuh katanya sumber kebahagiaan. Namun, dari keluarga juga bisa timbul hubungan yang toxic yang bahkan mungkin enggak disadari sama orang-orang di dalamnya. Dalam film Mother, seorang perempuan bernama Akiko membesarkan anaknya, Shuuhei, dengan caranya sendiri dan enggak mau didikte siapa pun. Meski toxic, hubungan keduanya malah jadi semacam loyalitas seorang anak kepada ibunya.
Menggambarkan dampak dari orangtua yang toxic, Mother bisa jadi film yang cukup mengganggu karena kegilaan yang ada di keseharian Akiko dan Shuuhei yang menjadi korbannya. Biar jelas, simak ulasan film Mother khas KINCIR di bawah ini.
Orangtua Egois, Anak Jadi Korban
Banyak banget kasus orangtua yang menelantarkan anak karena keegoisan mereka. Mereka enggak mau mengakui bahwa mereka sebetulnya enggak sanggup membesarkan anak mereka dan punya anak karena keegoisan diri sendiri. Mereka enggak mikirin bagaimana nanti anak mereka dewasa, apakah pengasuhan mereka bakal bikin mereka bahagia. Yang ada di pikiran orang-orang ini adalah menjadikan anak sebagai aset yang bisa mereka manfaatkan.
Inilah yang terjadi dalam film Mother. Akiko bisa begitu saja meninggalkan. Hasilnya, Shuuhei menjadi anak yang mandiri dan membuat ibunya sangat bergantung kepadanya. Apakah ini baik? Ya, enggak juga. Anak yang mandiri memang bagus, tapi kalau mandirinya karena orangtua yang enggak bertanggung jawab, anak malah jadi korban.
Sejak awal, Akiko cuma punya sedikit perhatian buat Shuuhei. Dia enggak peduli anaknya makan apa kalau dia tinggal. Dia juga cuek aja ketika Shuuhei bilang di rumah enggak ada air panas dan malah nyuruh anaknya minta air panas di toko. Jelas ada yang salah sama Akiko dan cara pengasuhannya. Kalian dipaksa melihatnya selama hampir 2 jam, bagaimana Akiko cuma peduli sama dirinya sendiri, tapi merasa anaknya adalah miliknya.
Mana yang Cinta, Mana yang Bukan?
Terpapar didikan orangtua toxic sejak kecil membuat Shuuhei jadi enggak punya pilihan. Dia juga jadi enggak bisa memutuskan buat dirinya sendiri karena sejak kanak-kanak selalu mendapat doktrin Akiko yang sebenarnya kemungkinan besar punya penyakit mental. Yang dia lihat, ibunya adalah satu-satunya sosok yang menyayanginya, sementara neneknya yang memarahi ibunya adalah sosok yang jahat. Makanya, Shuuhei kecil merasa takut menemui neneknya.
Ketika dia menemui nenek dan kakeknya saat remaja, dia melihat kasih sayang yang diberikan oleh mereka. Sayangnya, permintaan Akiko untuk membunuh keduanya telah memenuhi pikirannya dan hanya itulah yang menjadi tujuannya saat itu. Dia enggak memikirkan konsekuensi, enggak memikirkan betapa baiknya sambutan mereka kepadanya. Yang ada di kepalanya cuma melaksanakan keinginan dan perintah ibunya.
Shuuhei jelas tumbuh jadi anak yang merasa “kekerasan” yang dilampiaskan oleh ibunya adalah bentuk cintanya. Dia jadi ketagihan dan enggak mau kehilangan hal yang familier itu. Dia tumbuh di bawah kontrol penuh ibunya, bahkan ketika ibunya enggak ada di dekatnya sekali pun.
Dia enggak bisa sekolah karena ibunya bilang enggak usah, tapi dia juga enggak memberontak karena dia enggak bisa melawan kehendak ibunya. Bayangkan kalau kalian yang ada di posisi itu, tentu menyiksa banget.
Tragedi Jadi Puncaknya
Selama 17 tahun “dibimbing” dengan siksaan emosional yang enggak disadari, Shuuhei pun berakhir jadi kayak robot yang kosong dan cuma bisa diisi sama omongan Akiko, ibunya. Makanya, ketika membunuh kakek dan neneknya, dia mengambil tanggung jawab penuh dan enggak menyalahkan ibunya yang jelas-jelas nyuruh dia. Akhirnya, remaja 17 tahun membunuh pasangan lansia jadi headline yang bikin heboh Jepang.
Gaya Penceritaan yang Menyiksa
Film Mother membawa kalian melihat segalanya dari sudut pandang Shuuhei. Meski awalnya jarang bicara, Shuuhei adalah tokoh utama dalam film ini. Bagaimana dia berinteraksi dengan ibunya, bagaimana dia berinteraksi dengan orang-orang baru yang menghampirinya, hingga interaksinya dengan kakek dan neneknya di saat-saat terakhir bisa jadi menyiksa banget buat kalian yang nonton. Soalnya, kalian tahu ini bukan salah dia.
Kalian sejak awal bisa lihat bahwa ada yang enggak beres dengan Akiko dan bahwa Shuuhei seharusnya enggak sama dia. Namun, kalian bukan Shuuhei. Jadi, kalian harus terus-terusan melihat bagaimana Shuuhei dimanfaatkan, bukan dengan polos, melainkan dengan terang-terangan. Dia enggak tahu mana yang benar dan salah. Meski ketika dewasa dia mulai bisa menolak ibunya, tetap aja ibunya punya kontrol lebih yang enggak bisa dia tolak. Kalau Shuuhei adalah robot, ibunya punya remote control-nya.
Meski begitu, dengan melihat segalanya dari sudut pandang Shuuhei, kalian bisa memahami kenapa pada akhirnya dia bisa membunuh kakek dan neneknya. Kalian memang harus memahami bagaimana seorang anak bisa dijadikan alat oleh orangtuanya dan itu bukan perjalanan yang singkat. Kalian mungkin merasa emosi kalian terkuras selama menonton Mother. Namun, film ini bisa jadi obat buat menyadarkan kalian bahwa beberapa orang memang enggak layak punya anak dan membesarkan anak.
Kalau di Indonesia, masalah pengasuhan ini memang masih sering dianggap sepele. Punya anak seakan menjadi kewajiban, padahal kalau enggak sanggup, ya, kenapa enggak mengakuinya aja? Soalnya, keegoisan inilah yang bikin anak-anak menderita dan bayarannya bisa mahal banget
Film Mother mungkin cuma menyoroti pucuk gunung es dari masalah ini. Namun, sebenarnya ada lebih banyak Shuuhei lain yang mungkin enggak kalian sadari merupakan korban dari orangtua yang egois.
***
Film Mother bisa kalian saksikan di Netflix sekarang karena sudah rilis sejak 6 November 2020. Film ini punya rating 16+ karena ada adegan seks yang cukup nyata yang enggak layak ditonton anak-anak di bawah umur. Kalau kalian udah nonton, bagikan pendapat kalian tentang film ini di kolom komentar, ya!