*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran mengganggu buat lo yang belum nonton.
Berapa banyak dari lo yang udah mengalami ketindihan setan? Fenomena yang biasa dialami saat sedang tidur ini kerap menjadi momok, apalagi kalau lo tidur sendirian (sabar ya, mblo). Sensasi yang biasa terjadi adalah dada tiba-tiba sesak, tubuh enggak bisa bergerak tapi lo masih sadar ama keadaan sekitar.
Di Indonesia sendiri, fenomena ini disebut rep repan. Setelah terbangun dari pengalaman enggak ngenakin ini, biasanya jantung lo berdetak kencang layaknya abis dikejar setan.
Hal inilah yang coba diusung oleh Mara. Film keluaran Moon River Studios ini mengangkat fenomena yang istilahnya tenarnya sleep paralysis ke dalam sebuah atmosfer horor.
Cerita yang Familiar
Karena mengusung fenomena yang udah sangat dikenal, cerita dari film yang disutradarai oleh Clive Tonge ini mudah untuk dipahami. Mara berkisah tentang seorang psikolog bernama Kate Fuller (Olga Kurylenko) yang ditugaskan untuk memberikan bantuan kepada kepolisian dalam sebuah kasus pembunuhan sadis.
Seorang istri ditahan atas dugaan membunuh suaminya sendiri ketika sedang terlelap. Ketika berdialog dengan Helena (Rosie Fellner), Kate akhirnya merekomendasikan kepada pihak kepolisian untuk menjebloskan ibu satu anak ini ke rumah sakit jiwa.
Karena bertanggung jawab dalam menyebabkan Helena ditahan di rumah sakit jiwa, Kate dilanda perasaan bersalah karena memisahkan Sophie (Mackenzie Imsand) dengan ibunya.
Belakangan, Kate diganggu oleh fenomena rep repan. Dalam kondisi lumpuh, dia melihat sesosok wanita misterius yang mengintai. Setelah mengalami gangguan tersebut, Kate berniat untuk melakukan penyelidikan sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah mencari informasi, Kate menemukan informasi dari Dougie (Craig Conway) tentang iblis bernama Mara. Kerap mengintai target dalam tidurnya, Mara akan menandai korbannya dengan luka di bagian bawah mata.
Malam menjelang, Kate kembali mengalami gangguan yang jauh lebih menyeramkan. Enggak cuma penampakan, iblis Mara tampak lebih jelas dan mulai melakukan kontak fisik. Ketika mengecek matanya, psikolog yang satu ini kaget karena menemukan luka di matanya. Bisakah Kate lolos dari jeratan Mara?
Horor yang Nanggung
Tampil dengan genre horor yang diisi oleh penampakan menyeramkan dari sosok misterius yang mengintai, Mara kurang berhasil dalam memberikan efek mencekam. Narasi yang dibangun sudah cukup menarik, namun dalam eksekusi dan tampilan akhir terasa kurang maksimal.
Mengambil fenomena familiar yang disebabkan oleh gangguan iblis seharusnya menjadi premis yang menarik. Selain mudah dimengerti, banyak ruang yang bisa digunakan untuk memberikan efek takut.
Sayangnya hal ini kurang dimanfaatkan dengan baik oleh Mara. Efek build up yang dihadirkan belum memberikan atmosfer horor yang berkesan. Apalagi ketika momen krusial yang harusnya membuat penonton ketakutan, menjadi terbaca dan gagal total.
Akting Olga yang Pas-pasan
Tampil sebagai sosok yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, Kate menolak akan adanya fenomena gaib yang menyelimuti. Namun ketika ditandai menjadi target, Kate dilanda ketakutan yang mendalam dan berusaha untuk bertahan hidup. Akting Olga Kurylenko sebagai Kate sebenarnya enggak terlalu buruk, namun emosi yang dihadirkan oleh aktris berusia 38 tahun ini belum bisa membuat penonton empati. Intensitas horor yang coba dibangun, menjadi hancur berantakan karena kurang maksimalnya karakter Kate.
Dibandingkan dengan Kurylenko, Craig Conway yang berperan sebagai Dougie lebih bisa membuat penonton ikut merasakan kejadian yang terjadi di dalam film. Tampil sebagai veteran perang yang udah ditandai oleh Mara, ketakutan dan rasa putus asa dari Dougie tergambar dengan sempurna dan berhasil memberikan kesan mendalam.
Debut Clive Tonge Kurang Impresif
Tampil perdana sebagai sutradara di film panjang, nampaknya Clive Owen masih harus meniti jalan panjang menuju puncak kesuksesan. Sebelum didapuk sebagai pengarah adegan di film horor ini, Owen sudah kenyang berada di belakang layar sebagai penulis, penyunting gambar dan juga komposer.
Adegan sleep paralysis yang menjadi kemunculan Mara terasa monoton. Meskipun terjadi di lokasi yang berbeda-beda, intensitas yang stagnan, enggak berhasil memberikan atmosfer horor yang maksimal.
Dari awal kemunculan Mara hingga menjelang babak akhir, penonton udah bisa menebak apa yang akan terjadi. Owen kurang sedikit “nakal” dalam melakoni adegan mencekam. Lo enggak akan menemukan ketegangan tingkat tinggi yang bisa lo rasakan di film seperti Conjuring (2013) atau It (2017).
***
Mara bisa menjadi salah satu alternatif film horor di bulan November, tapi jangan terlalu berharap banyak dari film yang dibintangi oleh Olga Kurylenko ini. Mara udah bisa lo saksikan di bioskop kesayangan, setelah nonton jangan lupa balik lagi ke sini buat ngasih ulasan versi lo!