*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita 7.5 | Penokohan 8| Efek Visual 8 | Efek Suara 8 | Total 7,8 |
Sekitar awal 2016, Viki masih ingat bagaimana rasanya enggak mau ketinggalan cerita dari salah satu hot thread kaskus yang viral abis. Rasanya itu kayak lo enggak mau ketinggalan anime Dragon Ball Super atau Boruto di Crunchyroll. Penggemar kisah horor pasti tahu betul sama thread Kaskus yang Viki maksud.
Yap, thread Kaskus yang Viki maksud adalah cerbung (cerita bersambung) Keluarga Tak Kasat Mata yang ditulis oleh Bonaventura D. Genta. Thread ini berkisah tentang pengalaman nyata Genta dan kawan-kawan yang diganggu oleh "Keluarga Tak Kasat Mata" yang ada di kantor tempatnya bekerja, tepatnya di kawasan Magelang, Yogyakarta.
Thread ini viral banget. Setiap rilis, udah bisa dipastiin thread ini jadi urutan teratas hot thread Kaskus. Saking viralnya, thread ini dijadikan drama radio oleh salah satu stasiun radio di Jakarta dan dibukukan oleh sang penulis. Dan yang terakhir, kisah Keluarga Tak Kasat Mata diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar yang saat ini sedang tayang di bioskop.
Nah, setelah tahu kabar kalau kisah Keluarga Tak Kasat Mata bakal diadaptasi jadi film, mungkin lo punya pertanyaan yang sama kayak Viki; Bisa enggak, ya, film ini ngimbangin keepikan kisah aslinya?
Kenyataannya, film adaptasi memang enggak bisa lepas dari perbandingannya dengan sumber aslinya. Memang, sih, antara film dan kisah aslinya memang berbeda. Misalnya, dalam kasus Keluarga Tak Kasat Mata ini, yang satu karya sastra, satunya gambar bergerak. Meski berbeda, tapi mau enggak mau penontonnya bakal membanding-bandingkan. Terutama dari hasil akhirnya, apakah versi adaptasinya lebih menghibur, atau lebih buruk dari versi aslinya.
Satu hal yang Viki suka dari cerbung Keluarga Tak Kasat Mata adalah ceritanya yang tersusun dengan sangat rapi. Genta harus diakui seperti seorang penulis yang handal. Dia mampu menyusun konflik, dari yang awalnya tenang-tenang saja, hingga mencekam yang tak ada hentinya. Rasanya seperti terhanyut. Memang, sih, menjelang bagian akhir, Genta terkesan seperti kehabisan ide dan bikin ceritanya jadi ngebosenin. Akan tetapi, tetap saja episode-episode awal cerbung ini patut lo baca kalau lo memang suka cerita horor.
Untuk versi filmnya, premisnya masih tetap sama, yaitu Genta dan kawan-kawan yang diganggu oleh makhluk halus di kantor barunya. Sayangnya, lo bakal kecewa kalau lo berharap filmnya bakal mengikuti format kisah versi cerbungnya.
Cerita yang digarap oleh sutradara Hedy Suryawan dan trio penulis skenario Lele Leila, Evelyn Afnila, dan Bonaventura D. Genta sedikit berbeda dari versi cerbungnya. Struktur pengisahannya enggak mengikuti apa yang dibawa dalam versi cerbungnya. Ada beberapa bagian penting yang ada di versi cerbungnya, enggak dibawa dalam versi filmnya. Perbedaaan ini justru menjadi nilai lebih karena film ini punya caranya sendiri untuk bercerita.
Perbedaan yang cukup terlihat juga ada pada penokohan. Genta dalam cerbung Keluarga Tak Kasat Mata digambarkan sebagai pekerja yang enggak sejahtera. Sedangkan, di versi filmnya, Genta yang diperankan Deva Mahenra, terkesan sebagai cowok superkeren. Begitu pu karakter teman sekantornya yang sebenarnya senasib. Padahal bakal terasa unik kalau karakteristik Genta dan teman-temannya dalam cerbung dipertahankan dalam film.
Selain itu, ada juga penambahan karakter cewek, yang sebenarnya enggak ada di versi cerbungnya. Sejujurnya, nihilnya keberadaan cewek membuat kisah cerbung Keluarga Tak Kasat Mata lebih mencekam. Di versi filmnya, keberadaan cewek-cewek ini sebenarnya enggak masalah karena membawa suasana yang baru dan beda dari versi cerbungnya.
Saat menonton Keluarga Tak Kasat Mata, kerasa banget tujuan utama film ini adalah bikin lo takut. Jadi, jangan heran kalau lo banyak nemuin adegan jumpscare yang bisa membuat lo enggak betah duduk di kursi saat menonton film ini.
Di balik keseramannya yang tiada henti, bagi Viki adegan jumpscare dalam Keluarga Tak Kasat Mata terasa sedikit berlebihan. Kalau lo baca cerbungnya, penceritaan saat ada penampakan setan dibuat seapik mungkin dan membuat lo parno. Sedangkan, adegan jumpscare di versi filmnya lebih pas dibilang random. Hasilnya, adegan jumpscare pun jadi ketebak dan enggak begitu seram seiring berjalannya film.
Harus diakui kalau film Keluarga Tak Kasat Mata mampu menyajikan sebuah pengalaman visual yang menarik. Efek CGI yang digunakan udah cukup mendukung tujuan utama film ini untuk menakuti penontonnya. Sayangnya, ada beberapa transisi adegan yang terasa kasar dan sedikit mengganggu. Namun, hal ini enggak bakal masalah karena lo sejatinya bakal lebih terganggu dengan keberadaan setan-setan yang siap mengganggu lo sepanjang lebih dari sejam penayangan.
Secara keseluruhan, Keluarga Tak Kasat Mata sebenarnya potensial banget untuk menjadi salah satu film horor Indonesia yang pernah ada. Terutama setelah melihat cerita orisinalnya yang begitu baik dan menghibur. Sayang, film ini terasa seperti masih belum mampu mencapai tingkatan yang udah diraih cerita orisinalnya. Entah, karena kisah cerbungnya memang terlalu epik, atau karena standar film horor Indonesia yang makin tinggi pasca gentayangannya Pengabdi Setan (2017).
Dari kisahnya yang agak gantung, kayaknya Keluarga Tak Kasat Mata bakal dilanjutin ke sekuelnya. Nah, semoga aja kalau beneran ada sekuelnya, semua kekurangan yang ada di film pertamanya bisa diperbaiki.