*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 7 | Penokohan: 7 | Efek Suara/Scoring: 7 | Visual: 8 | Nilai Akhir: 7,25/10
Sejak kesuksesan Insidious (2011), waralaba film ini mulai jadi standar kengerian film horor. Pasalnya, enggak hanya cerita ngeri yang dibangun, visual dan keseramannya juga enggak murahan. Kesuksesannya pun melahirkan sekuel-prekuel dan membuatnya jadi salah satu waralaba film horor yang patut diacungi jempol. James Wan sebagai sutradara pun dianggap sebagai master film horor dan dijuluki “The New Master of Horror”.
Kini, sekuel keempat waralaba tersebut, Insidious: The Last Key jadi produk pembuktian di tengah banyaknya film horor yang berkualitas. Sutradara Adam Robitel jadi orang yang dipercaya James Wan untuk ngegarap sekuelnya. Di film sebelumnya, Wan ngasih kursi sutradara kepada Leigh Whannel. Meski begitu, Wan masih hadir sebagai produser untuk memantau kedua “muridnya” hingga kini.
Insidious: The Last Key hadir sebagai prekuel dari film-film sebelumnya. Kisahnya ngambil latar beberapa tahun sebelum peristiwa yang terjadi di tiga film sebelumnya. Fokus ceritanya pun bakal menyorot masa muda Elise Rainier (Lin Shaye), sang pranormal yang saat itu tinggal di New Mexico. Nah, dari sinilah teror dari iblis dan roh jahat yang menghantui Elise bermula.
Sinopsis: Menceritakan masa kecil dari Elise Rainier di New Mexico yang punya kemampuan berkomunikasi dengan makhluk halus. “Kelebihan” inilah yang bikin keluarganya ketakutan. Ayahnya malah membenci dan sering menghukum Elise. Saat Elise dikurung di ruang bawah tanah, dia dibujuk oleh kekuatan jahat untuk buka suatu pintu yang bikin kekuatan jahat itu keluar. Karena udah enggak tahan dengan perilaku ayahnya, dia kabur.
Kejadian itulah yang bikin Elise ngebantu orang-orang yang diganggu iblis. Dia merasa harus bertanggung jawab karena udah ngeluarin makhluk-makhluk tersebut ke dunia. Kalau lo nonton film pertama, pastinya lo tahu kalau sebenarnya karakter Elise sudah meninggal.
Nah, karena film ini jadi prekuel dari film-film sebelumnya, Elise tetap jadi karakter utama yang menggerakan jalannya cerita, sama persis kayak film ketiga. Sebenarnya, di film pertama dan kedua pun, karakter Elise bisa dibilang jiwa dari Insidious.
Dari segi cerita, film ini masih mengandalkan formula menegangkan ala James Wan. Robitel masih menampilkan segala jump scare yang bikin lo harus tarik napas berkali-kali. Ditambah dengan atmosfer gelap tanpa suara. Sebagai film horor, film ini masih nampilin cerita yang yang bikin lo nebak-nebak kapan hantunya muncul.
Sayangnya, Robitel terlalu lama dalam membangun jump scare-nya. Hal ini terasa ngeselin kalau lo dari awal memang pengen dibikin takut. Walaupun begitu, Leigh Whannell, sang penulis naskah mampu mengimbangi dengan menyelipkan kehangatan dan kasih sayang keluarga dalam hidup Elise.
Dari segi visual, Insidious: The Last Key bisa dibilang enggak begitu ngeri dibanding film pertama dan kedua. Meski begitu, tetap aja banyak adegan ngagetin lewat atmosfer gelap yang dibangun. Seperti yang udah terjadi sejak film pertama, film ini tetap menampilkan potongan-potongan kengerian dari penampilan sosok yang jadi bayang-bayang tokoh utama selama ini.
Sayangnya, atmosfer seram yang dibangun jadi enggak maksimal karena efek suara yang biasa aja. Yap, nada-nada Joseph Bishara kurang menindas. Memang, sih, sebuah waralaba film memang wajar terkena “virus” sekuel. Efeknya terlihat banget dari segi cerita, visual, maupun audio yang terasa nanggung.
Kehadiran aktris Lin Shaye sebagai Elise bisa dibilang jadi ikon waralaba ini. Lewat Insidious, Shaye bikin gebrakan yang bikin dia naik daun dan kembali diperhitungkan. Apalagi, Insidious: The Last Key bikin karier Shaye makin cemerlang dalam memerankan Elise yang tenang, karismatik, dan percaya diri dalam menghadapi gangguan makhluk jahat, walau batinnya berkecamuk karena masa lalunya tersebut. Yap, Shaye masih menunjukkan kualitas yang sama sejak film pertama.
Peran Shaye enggak lengkap tanpa kehadiran dua asisten “pemburu hantu” yang kerap ngebantu Elise, yaitu Specs (Leigh Whannell) dan Tucker (Angus Sampson) kembali hadir. Mereka berdua sukses bikin Insidious enggak hanya menimbulkan keseraman bagi penonton, tapi juga humor komikal yang lucu.
Namun, saking banyaknya humor, bikin film ini jadi horor lawak yang berpotensi mengurangi keseraman visual. Meski begitu, adanya humor dari Specs dan Tucker bisa bikin lo menarik nafas dari segala ketegangan yang melanda. Walaupun beberapa adegan terkesan receh karena gombalan kepada dua keponakan Elise, Imogen dan Melissa.
Terlepas dari berkurangnya unsur ngeri waralaba ini, keputusan James Wan, Leigh Whannell, dan Adam Robitel dalam memfokuskan kepada masa lalu Elise di film ini bisa dibilang tepat. Mengingat, film ini bisa jadi sebuah origin story.
FYI, film Insidious pertama disebut sebagai film yang paling menguntungkan pada 2011 karena memperoleh pendapatan global sebesar 97 juta dolar. Selanjutnya, Insidious: Chapter 2 (2011) juga mengulangi kesuksesan dengan memperoleh 161,9 juta dolar. Lalu, Insidious: Chapter 3 (2015) berhasil meraup 113 juta dolar di seluruh dunia. Enggak menutup kemungkinan kalau Insidious: The Last Key bisa mengulangi kesuksesan yang sama.
Secara keseluruhan, film ini Viki rekomendasiin buat lo yang mau tahu kelanjutan waralaba ini dan mau tahu apa yang melatarbelakangi munculnya hantu di semesta Insidous. Film ini pas banget buat lo yang mau ngelupain hiruk-pikuk dunia dengan kesunyian dan kegelapan yang ditawarkan Insidious: The Last Key.
Kalau enggak ada halangan, film ini bakal tayang di Indonesia pada 10 Januari 2018. Pas banget buat nemenin lo bersama temen-temen, gebetan, maupun keluarga di akhir pekan. Penasaran sama filmnya? Yuk, tonton cuplikannya dulu!