*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran yang semoga saja enggak mengganggu buat lo, ya.
Beberapa waktu lalu, The Academy of Motion Pictures Arts and Sciences (AMPAS) baru aja mengumumkan nominasi Oscar 2019. Salah satu film yang masuk nominasi Academy Awards ke-91 yakni Green Book. Film yang disutradarai oleh Peter Farrelly ini sebelumnya udah sempat berhasil memenangkan sederet nominasi dalam Golden Globe 2019.
Selain itu, Green Book juga sukses meraih penghargaan “Best Pictures” dalam ajang Producers Guild Awards (PGA) 2019. Berdurasi 2 jam 10 menit, film yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini mengisahkan seorang mantan penjaga klub malam dari Bronx, Tony “Lip” Vallelonga (Viggo Mortensen), yang membutuhkan pekerjaan baru setelah tempat kerjanya sedang direnovasi.
Tony kemudian bertemu dengan seorang pianis jazz kelas dunia berkulit hitam, Dr. Don Shirley (Mahershala Ali). Tony pun diwawancara untuk menjadi sopir sekaligus bodyguard bagi Shirley yang akan melakukan tur konser musiknya dari Manhattan ke Deep South.
Bukan tentang buku hijau sebenarnya
Judul Green Book di sini mengarah pada buku hijau yang jadi panduan untuk para pelancong kulit hitam, yang melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang penuh rasis dan diskrimantif terhadap orang kulit hitam. Nyatanya, film ini enggak hanya sekadar bercerita tentang buku panduan tersebut.
Melainkan lebih ke dramatisasi persahabatan yang terbentuk antara Dr. Don Shirley, seorang pianis kulit hitam kelas dunia, dengan Tony “Lip” Vallelonga, seorang penjaga klub malam sekaligus preman berkulit putih. Skenario untuk film ini sendiri ditulis oleh anak dari Tony Vallelonga, Nick, yang tumbuh dengan mendengarkan kisah-kisah tentang perjalanan terkenal yang dilakukan ayahnya bersama Shirley.
Nick dan sang sutradara, Farrelly, membuat keputusan sadar untuk menceritakan kisah itu dari sudut pandang kulit putih, dan itu bisa dimengerti karena hanya itu yang mereka tahu. Itu pun enggak bisa dijadikan alasan untuk menghapuskan rasisme dalam film Green Book, tetapi itu membantu kalian untuk memahaminya sedikit lebih baik.
Lewat film ini, kalian juga bisa melihat bagaimana penggambaran rasisme di Amerika pada era ’60-an. Salah satunya saat adegan Tony dan Dr. Shirley yang masuk ke toko penjahit di Georgia. Tony melihat setelah yang menurutnya cocok dengan Shirley dan menunjukkan kepadanya.
Sang penjahit mengira jas itu untuk dikenakan oleh Tony dan dengan senang hati menyambutnya, mengarahkan Tony ke ruang ganti. Namun, saat tahu jas itu bukan dicoba oleh Tony, melainkan Shirley. Sikap penjahit segera berubah, dengan ekspresi ketakutan bercampur malu, sang penjahit memberi tahu Shirley bahwa dia enggak diperbolehkan untuk mencoba setelan itu.
Dramatisasi persahabatan nyata
Karakter Shirley dan Tony dalam film Green Book ini digambarkan sangat terbalik. Shirley yang sangat berpendidikan, disiplin, dan rapih, sedangkan Tony memiliki temperamen yang kasar, ceroboh, dan bawel. Namun, seiring kebersamaan mereka selama dua bulan, kekompakan dan rasa peduli satu sama lain pun semakin kuat.
Tony belajar banyak dari Shirley, dan begitu pun sebaliknya. Prinsip Shirley yang berpegang teguh pada harga diri serta moralitas mampu menginspirasi Tony dan membuat dirinya bisa menjadi sosok yang lebih humanistis. Salah satu adegan yang paling manis antara Tony dan Shirley adalah saat Shirley mengajari Tony membuat surat untuk istrinya.
Hubungan persahabatan antara Tony dan Shirley yang digambarkan dalam film ini pun tampak nyata. Mulai dari saling membantu satu sama lain, bercerita, berbagi canda tawa, hingga konflik karena perbedaan pendapat. Semua adegan tersebut diramu dengan sangat baik dengan balutan komedi yang cukup cerdas.
Kolaborasi kompak antara Viggo Mortensen dan Mahershala Ali
Cerita yang disajikan sebenarnya mudah ditebak. Hubungan dua manusia yang berbeda dari banyak segi, diantaranya warna kulit, sikap serta tingkah lakunya, yang membuat mereka enggak cocok pada awalnya. Namun, seiring waktu berjalan dan semakin intim pula hubungan pertemanan keduanya. Mereka pun akhirnya bersahabat dan saling menolong satu sama lain.
Yap, meski plotnya enggak ada yang spesial, pengadeganan yang dilakukan oleh Viggo Mortensen dan Mahershala Ali sangatlah menawan. Kolaborasi keduanya begitu kompak, chemistry yang terjalin terasa hangat. Mortensen berhasil meranin sosok Tony Lip yang begitu slengean namun menyenangkan. Interaksi antar kedua karakter ini yang membuat film Green Book begitu menyenangkan.
Bahkan, bisa dibilang aksi Mortensen sebagai Tony Lip lah yang membawa sebagian besar tawa yang muncul saat menonton Green Book. Sedangkan aksi Mahershala Ali sebagai sosok Shirley sangat memukau. Ali mampu membawa jiwa karakter Shirley yang telah meninggal pada 2013 lalu nyaris tanpa cela.
Visual yang indah dan ciamik
Permainan tone warna dalam film ini bakal kalian rasakan sejak awal film ini dimulai. Bisa jadi kalian akan bergumam hal yang sama dengan penulis seperti “pantas aja, ya, film ini menang “Best Picture” dan masuk nominasi itu di Oscar”. Pengalaman sinematik yang disajikan dalam film ini begitu ciamik dan pas.
Selain visualnya yang indah, pemilihan latar musik juga terasa menarik dan menghibur. Karena seperti yang kalian tahu film ini bercerita tentang seorang musisi, maka enggak heran jika pilihan latar musik cukup memberi kesegaran selama menonton. Ditambah membuat kalian bisa lebih mengenal kepiawaian berpiano seorang Dr. Don Shirley.
***
Udah tayang sejak Rabu lalu (30/1), kalian bisa langsung menyaksikan film keren ini di bioskop kesayangan, khususnya CGV Cinemas, Cinemaxx, dan Flix. Kisah penuh moral yang dibalut komedi ini mesti banget kalian tonton langsung di bioskop agar pengalaman sinematiknya bisa lebih terasa indah. Selain itu, Green Book sarat hiburan tak terlupakan. Nah, kalau udah nonton, jangan lupa untuk kasih ulasan versi kalian di bagian atas artikel, ya!