*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 6 | Penokohan: 6 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 6 | Nilai Akhir: 6,5/10
Salah satu penemuan paling fenomenal abad ini adalah penemuan Situs Gunung Padang. Banyak misteri yang menyelimuti salah satu situs yang diduga berasal dari kebudayaan megalitikum ini. Kabarnya, situs ini lebih tua daripada piramida di Mesir, loh. Padahal, piramida aja udah ada sejak 2.500 SM! Selain itu, peneliti juga nemuin ruangan di dalam Gunung Padang yang diyakini sepenuhnya merupakan buatan manusia. Kece banget, enggak, tuh?
Nah, penemuan inilah yang melatarbelakangi Legacy Pictures nunjuk Rizal Mantovani buat ngegarap Gerbang Neraka alias Firegate (judul internasionalnya). Naskahnya film ini ditulis oleh Robert Ronny yang sekaligus bertindak sebagai produser. Dibintangin oleh Reza Rahadian, Dwi Sasono, Julie Estelle, Ray Sahetapi, dan Lukman Sardi, film ini ngajak lo buat ngelihat perspektif lain dari penemuan Gunung Padang.
Dalam industri film horor, nama Rizal Mantovani memang udah enggak asing lagi. Dia sukses ngebawa Jailangkung ditonton sampai 2,5 juta orang di Indonesia! Namun, apakah Gerbang Neraka berhasil jadi sekece Jailangkung yang baru rilis Juni 2017 lalu? Hmm, Viki enggak mau langsung jawab sekarang.
Gerbang Neraka mengisahkan Tomo Gunadi (Reza Rahadian), seorang wartawan majalah mistis yang ditugasin buat meneliti Situs Gunung Padang demi headline majalahnya. Di sisi lain, ada Arni Kumalasari (Julie Estelle), seorang arkeolog yang menangani penelitian di Situs Gunung Padang. Dia begitu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mengesampingkan takhayul yang menyelimuti situs tersebut.
Tomo dan Arni sama sekali enggak bisa berbagi pendapat. Soalnya, Tomo ngelihat situs tersebut sebagai “tambang emas”, sedangkan Arni ngerasa bahwa penemuan timnya bakal bikin Indonesia bangga. Namun, berbagai kejadian enggak masuk akal terjadi terus-menerus. Ngelihat hal itu, seorang paranormal kondang bernama Guntur Samudra (Dwi Sasono) menyatakan ingin membantu Arni. Ketiganya pun nemuin fakta mengerikan di balik situs tersebut lalu sepakat bekerja sama buat mencegah akhir dunia.
Sebelum lanjut, Viki mau kasih ingat bahwa Gerbang Neraka adalah rekaan semata. Biarpun mengisahkan situs yang benar-benar ada, semua cerita sisanya adalah fiksi. Sama aja kayak The Mummy yang mau sampai berapa kali pun ceritain mumi di Mesir tetap aja semuanya fiktif. Makanya, Viki justru ngasih jempol buat ide ceritanya. Soalnya, mengangkat kisah tentang situs yang masih fenomenal ini sebenarnya cukup berisiko. Kalau enggak diikutin riset yang mendalam, pasti hasilnya bakal ‘kentang’ alias kena tanggung. Sayangnya, ide cerita yang bagus aja enggak cukup buat ngangkat film ini.
Gerbang Neraka memang punya ide yang unik. Apalagi film ini juga ngangkat genre yang belum pernah dibuat oleh sineas lokal, yaitu horor petualangan. Memadukan elemen horor dan petualangan memang bikin ketegangan dalam film ini lumayan meningkat. Sayangnya, di beberapa bagian, ceritanya masih terasa kurang kuat. Riset yang dilakukan kayaknya enggak cukup bikin latar belakang penelitian di Gunung Padang ini jadi sesuatu yang mengikat dan penting banget.
Pada dasarnya, film ini sebenarnya udah cukup baik ngaitin latar belakang tokoh utama dengan konflik utamanya. Film ini berhasil bikin penonton ngelihat suatu masalah dari berbagai sisi. Tomo dari luar kelihatan cuma ngejar duit. Dia enggak percaya mistis, tapi mau kerja di majalah mistis karena bayarannya oke.
Dia juga enggak keberatan dibayar sama para dukun penipu buat nerbitin tulisan soal kemampuan para dukun itu. Kelihatannya, dia udah mempermalukan profesinya sendiri. Namun, Tomo punya alasan kuat—berkaitan sama masa lalunya—yang bikin dia jadi ngebuang semua idealismenya. Nah, ini jadi salah satu hal yang bikin Gerbang Neraka lumayan asyik diikutin. Apalagi, Reza Rahadian kelihatannya sama sekali enggak kesulitan meranin karakter Tomo.
Dwi Sasono juga secara enggak terduga berhasil jadi karakter paranormal yang menghibur. Entah Dwi memang diarahin jadi karakter yang kayak begitu atau dia berimprovisasi. Soalnya, Dwi juga kelihatan nyaman banget meranin Guntur Samudra yang selalu bawa kru acara televisinya ke mana-mana. FYI, Dwi juga berhasil bikin seisi studio ketawa karena tingkahnya! Sebaliknya, justru Julie Estelle terlihat kurang mengeksplorasi perannya dan berpatokan pada skrip. Akhirnya, karakternya jadi yang paling membosankan di film ini.
Viki juga mau ngasih penghargaan buat usaha Rizal ngegarap film ini dengan banyak efek computer-generated (CG). Hal ini juga yang jadi salah satu alasan Gerbang Neraka mundur sampai hampir dua tahun dari jadwal rilis pertamanya. Efek CG-nya memang masih terlihat kasar dan sama sekali enggak bisa dibandingin sama Hollywood, tapi cukup berhasil nyusun bagian-bagian yang diperlukan. Kalau bagian dalam Gunung Padang cuma dibikin dengan set terbatas di studio, film ini pasti bakal cupu banget. Viki juga suka sama penggambaran ‘kiamat’ yang ditampilin di tengah film.
Oh, ya, kalau urusan ngagetin orang dengan scoring yang pas, Gerbang Neraka udah cukup oke. Kemunculan hantunya memang enggak banyak. Namun, Rizal enggak mau menyia-nyiakan kesempatan buat “show-off”di momen-momen yang enggak banyak itu. Hasilnya, kemunculan makhluk gaib di dalamnya sukses bikin tegang.
Salah satu bagian yang cukup menyelamatkan film ini adalah menjelang klimaks. Percakapan antara Tomo dan sang iblis ini enggak bakal lo temuin di film lain. Kesannya awalnya jadi kayak antiklimaks, tapi pada akhirnya penyelesaiannya lumayan memuaskan. Malah, menurut Viki, semua hal di adegan ini kece banget. Akting Reza dan Lukman Sardi, sudut pengambilan gambar yang nampilin emosi, latar tempat yang misterius, dan percakapan yang penuh makna bikin adegan ini jadi bagian terbaik sepanjang film. Lukman Sardi jadi mirip Lucifer di sini!
Viki enggak bisa bilang bahwa Viki nikmatin keseluruhan ceritanya. Film ini terselamatkan berkat akting Reza, chemistry Reza dan Dwi, serta ketegangan yang berhasil dibangun saat kemunculan para hantunya. Sisi petualangannya justru enggak tergarap dengan baik, khususnya menjelang akhir film. Jadi, sebagai film horor petualangan, Gerbang Neraka belum bisa dibilang berhasil.
Ngambil sudut pandang yang berbeda dalam sebuah film horor emang merupakan langkah yang berani. Rizal yang mau keluar dari formula ‘rumah berhantu’ coba nyajiin genre horor petualangan dengan bumbu fantasi ini. Sayangnya, meski udah ngegunain efek CG di 35% bagian film, sensasi petualangan yang coba dibangun dalam film justru enggak sampai ke penonton. Pada akhirnya, Gerbang Neraka jadi sebatas film horor dengan bumbu drama yang kebetulan diangkat dari fenomena yang pernah terjadi.
Gerbang Neraka udah tayang mulai 20 September 2017 di bioskop seluruh Indonesia. Kalau lo lagi mau cari pengalaman berbeda nonton film horor Indonesia, lo bisa ajak teman, gebetan, pacar, bahkan keluarga lo buat nonton film ini. Yap, film ini juga sedikit ngangkat permasalahan keluarga yang bakal bikin lo terenyuh.
Nah, sebelum lo beranjak ke bioskop, intip dulu cuplikan kengerian filmnya di bawah ini!