*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film Kembang Api yang semoga saja enggak mengganggu buat kamu yang belum nonton.
Di tengah gempuran film horor, Falcon Pictures hadir dengan angin segar. Film Kembang Api (2023) adalah manifestasi dari sebuah kepedulian terhadap isu mental yang sekarang jadi concern. Inti ceritanya pun menampilkan empat tokoh yang masing-masing punya permasalahan mental. Hanya saja, Herwin Novianto sebagai sutradara punya cara apik untuk membungkus kisah Kembang Api jadi film kontemplasi yang manis.
Kembang Api adalah adaptasi dari film Jepang berjudul 3ft Ball and Soul (2017). Keduanya mengangkat tema yang sama dan terbukti berhasil memikat hati penonton lewat kesederhanaan. Kamu enggak akan menemukan bungkusan visual yang mewah nan lebay, atau dialog berat yang bikin kepala pusing. Semua dibikin sederhana tapi bermakna. Hal ini yang jadi nilai plus dalam film Kembang Api.
Pada artikel kali ini, KINCIR akan mengulas lengkap film Kembang Api. Yuk, simak!
Review film Indonesia Kembang Api
Sinopsis film Kembang Api (2023)
Dalam sebuah ruangan, empat orang (Fahmi, Sukma, Raga, dan Anggun) dengan latar belakang berbeda berkumpul untuk tujuan yang sama, yaitu bunuh diri. Keempat sosok itu merupakan anggota dari sebuah grup rahasia yang telah merencanakan aksi bunuh diri dengan sebuah ledakan bola besar!
Fahmi, sebagai perencana utama mengundang Raga, Sukma, dan Anggun untuk menyudahi hidup dengan “menyala.” Sesuai dengan tulisan di bola besar tersebut yaitu “urip iku rup” yang artinya hidup harus menyala. Ledakan itu justru enggak bikin mereka mencapai tujuan. Malahan, mereka berempat terjebak dalam time loop yang akhirnya jadi konflik dalam film.
Urip iku irup adalah sebuah pesan yang menarik
Ketika masuk ke bagian pertama, kamu akan menemukan Fahmi (Donny Damara) yang sedang menata ruangan yang akan jadi titik kumpul kelompoknya. Di situ sebuah bola besar dengan tulisan “urip iku irup” terpampang jelas di tengah bola tersebut. Makanya yang mendalam bikin kita jadi berpikir, apakah mereka akan bunuh diri dengan kata-kata semangat?
Soalnya, ini adalah pesan yang mengandung arti untuk tetap menjalani hidup, sedangkan mereka berkumpul untuk bunuh diri. Konsep ironi ini bikin keseluruhan cerita Kembang Api jadi makin menarik untuk terus diikuti. Kok, Fahmi bisa kepikiran untuk menulis kata-kata semangat ketika mereka semua putus asa?
Kembali membahas soal pesan urip iku irup, Sukma (Marsha Timoty) adalah orang pertama yang menyadari kalau ada yang janggal dari pesan itu. Ia juga yang pertama mempertanyakan mengapa pakai pesan itu ketika inigin bunuh diri. Soalnya, itu pesan yang sering diberikan oleh ayah Sukma ketika masih kecil.
“Hidup itu harus menyala, jadi kita harus mengakhirinya dengan sebuah ledakan yang menyala-nyala,” begitu kata Fahmi kepada Sukma. Intinya, Fahmi ingin mengakhiri hidup dengan meriah. Ia ingin membuat aksi bunuh diri ini sebagai sebuah perayaan, bukan hal yang harus dimuramkan.
Ketika bola diledakkan, mereka justru terjebak dalam sebuah time loop. Fahmi yang pertama kali menyadari hal ini bingung, ia merasakan deva ju, devu ja, de juva, ah, de javu! ketika hidup lagi. Padahal ia kembali ke lini masa sebelum memencet tombol.
Semua akhirnya merasakan hal yang sama ketika masing-masing sudah pencet tombol peledak. Total, empat kali mereka terjebak time loop. Mereka kebingungan, tapi KINCIR merasa hal ini adalah sebuah wejangan dari sang sutradara kalau bunuh diri adalah bukan sebuah pilihan. Kamu sebagai manusia enggak punya kuasa untuk mengakhiri hidupmu sendiri. Yang harus kamu lakukan adalah terus hidup dengan menyala!
Sebenarnya makna film ini sudah jelas tersirat dari awal, tapi ada banyak hal seru dan menarik yang bikin kita jadi terbawa oleh alur ceritanya. Apalagi kalau kamu sudah sampai di ledakan kedua.
Kombinasi karakter yang sangat terpadu
Seperti yang tadi telah dijelaskan, ada empat orang yang ingin bunuh diri. Ada sosok ayah, dokter yang trauma, seorang ibu yang depresi, sampai anak SMA enerjik. Latar belakang mereka Jadi komposisi yang sangat menarik. Mengingat mereka tak kenal satu sama lain, kejutan ketika akhirnya saling bertemu seperti meriangkan suasana. Balik lagi, padahal mereka bertemu untuk bunuh diri!
Sosok Fahmi dan Anggun (Hanggini Purinda Retto) di sini cukup menarik. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Anggun adalah sosok remaja SMA yang sudah terlatih memendam rasa. Bahkan di depan ibunya, ia bisa tetap terlihat ceria meskipun baru saja habis di-bully teman sekolahnya.
Fahmi adalah sosok bapak yang ingin mencampuri urusan orang lain, alias kepo! Anggun benci akan hal ini, tapi Fahmi juga bersikeras. Donny Damara dan Hanggini enggak pernah gagal ketika berakting pada saat kedua karakter sedang konflik. Kamu akan melihat seperti hubungan ayah dan anak yang sama-sama keras kepala, tapi lucu.
Sedangkan Raga sudah punya sikap tenang dari awal. Ia tak banyak cakap dan memang benar-benar fokus pada tujuan utamanya pergi ke gudang. Kalau Sukma, datang ke gudang sudah dengan mimik muka yang enggak segar serta muram. Sejak pertama muncul, Sukma langsung membawa aura sedih dari seorang ibu yang kehilangan arah.
Dua tokoh ini awalnya netral. Mereka tak berpihak kepada siapapun dan hanya ingin bunuh diri, hingga akhirnya sosok Hanggini jadi game changer. Duh, kalau diingat lagi, akting mereka semua benar-benar saling mengisi. Keseimbangan ini yang KINCIR apresiasi dari sang sutradara. Keempat karakter tidak dibuat timpang. Semua punya porsi yang pas untuk alur cerita keseluruhan.
Hanya saja, ketika kita diberitahu soal background masing-masing, durasinya terlalu cepat. Entah karena terbentur durasi atau apa. Tapi yang pasti penceritaan permasalahan tiap karakter kurang lama. KINCIR jadi merasa enggak dikasih waktu cukup untuk menikmati kisah sedih mereka.
Untungnya, akting keempat pemeran tadi bisa menambal. Kita bisa lihat semuanya sedang putus asa dari mimik muka, gesture, sampai ke setiap perkataan yang terlontar di dalam dialog.
Serba sederhana, namun kuat makna
Mayoritas latar tempat di dalam film Kembang Api hanya di sebuah gudang tempat mereka bunuh diri. Dalam ruangan tersebut, semua cerita dibangun perlahan. Uniknya, tempat yang itu-itu saja enggak bikin kita sebagai penonton jadi bosan. Soalnya, semua dialog dibuat padat. Meskipun ada adegan di luar gudang, tapi porsinya enggak banyak.
Bom bolanya pun hanya dicat warna putih dengan tulisan yang agak besar. Kemudian tak banyak prop set yang dimunculkan. Sepertinya hal ini dibuat agar penonton tak dibuat stress karena serba penuh di dalam layar.
Akan tetapi ada satu hal yang dirasa cukup mengganggu, yaitu ketika kamera mengikuti pergerakkan Raga pasca ledakan kedua. Kamera ikut berputar seraya Raga mengecek tiap sudut ruangan gudang. Jujur, ketika menonton di layar lebar adegan ini bikin pusing. Terlebih, adegan Raga kebingungan ini durasinya agak lama.
Mungkin saja ini adalah kendala pengambilan angle ketika bermain di sebuah ruang sempit. Di satu sisi sang sutradara ingin mengambil fokus mimik wajah, tapi juga ingin menghadirkan nuansa panik ke dua tokoh yang ada di dalam ruangan.
Secara keseluruhan, film ini memang sangat sederhana tapi kesederhanaan itu enggak bikin film Kembang Api jadi terlihat “miskin.” Justru, hal-hal sederhana di dalamnya membuat penonton bisa mengerti dengan mudah apa yang ingin disampaikan.
Semua perasaan sedih, bingung, kecewa, dan tawa tersampaikan dengan baik. Tiap karakter juga memberikan banyak sudut pandang yang membuat durasi film jadi tak terasa membosankan.
***
Film Kembang Api sejatinya mengajarkan kita bahwa keingnan untuk bunuh diri bukanlah jalan keluar. Kamu hanya perlu memahami masalah yang dialami, berbagi, dan memaknai hidup versi kamu sendiri. Dengan pesan seberat ini, kamu akan disajikan tontonan ringan dan menyegarkan.
Jangan lupa untuk membaca artikel lainnya dari KINCIR, ya!