(REVIEW) I’m Thinking of Ending Things (2020)

I’m Thinking of Ending Things
Genre
  • drama
  • thriller
Actors
  • Jesse Plemons
  • Jessie Buckley
  • Toni Collette
Director
  • Charlie Kaufman
Release Date
  • 04 September 2020
Rating
4 / 5

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film I’m Thinking of Ending Things yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.

Sebagai penulis naskah film yang langganan menang berbagai penghargaan film, termasuk Academy Awards, nama Charlie Kaufman cukup identik dengan karya-karya yang surealis, mengedepankan tema-tema dramatis yang jarang dapat panggung kayak krisis identitas, makna hidup, hingga kematian.

Dalam karier menulisnya, Charlie Kaufman memenangkan piala Oscar dalam kategori “Best Original Screenplay” buat film Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004) yang di dalamnya menyoroti sifat alami cinta dengan narasi yang enggak linear.

Itu 2004, 16 tahun yang lalu. Namun, Kaufman kembali menggodok tema sejenis dalam film terbarunya tahun ini, I’m Thinking of Ending Things. Kali ini, enggak cuma terlibat sebagai penulis naskah, Kaufman juga menduduki kursi sutradara. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya penulis Kanada, Iain Reid, thriller psikologis ini bisa bikin kalian insecure sama hubungan kalian. Coba lihat dulu trailer-nya yang lumayan absurd di sini.

Dibintangi sama Jessie Buckley, Jesse Plemons, Toni Collette, dan David Thewlis, film ini sudah tayang di Netflix sejak 4 September 2020. Kalau kalian suka karya-karya yang lumayan absurd, I’m Thinking of Ending Things wajib masuk daftar tonton kalian. Biar kalian ada gambaran, KINCIR bakal kasih ulasannya di sini.

Sederhana tapi Penuh Perenungan

Via Istimewa

I’m Thinking of Ending Things sebetulnya punya premis yang sederhana. Seorang perempuan (Jessie Buckley) diajak buat mengunjungi orangtua pacarnya meski baru berpacaran selama kurang lebih enam minggu.

Perempuan ini berpikir buat mengakhiri segalanya, merasa ragu dengan hubungannya sama pacarnya, Jake (Jesse Plemons). Dalam perjalanan panjang di tengah badai salju, mereka membicarakan banyak hal yang bisa bikin kalian merenung. Namun, selama berada di rumah orang tua Jake, banyak hal aneh terjadi.

Tenang aja, enggak ada hantu atau apa pun di sini. Sebaliknya, kalian mungkin bisa ikutan merenung sama Jake dan perempuan yang namanya berganti-ganti ini. Mulai dari bagaimana sebuah percakapan basa-basi bisa jadi awkward banget sampai kebiasaan enggak bisa menolak yang bisa berbahaya, ada banyak hal yang bisa direnungkan dari film berdurasi 134 menit ini.

Via Istimewa

Sang perempuan yang kadang bernama Lucy, kali lain bernama Louisa atau Ames, juga berkali-kali menunjukkan sikapnya yang membenci para misoginis. Sementara itu, Jake tidak henti menyampaikan hasil bacaannya dan mendiskusikannya dengan Lucy/Louisa/Ames.

Dialog panjang antara keduanya mungkin susah dipahami dan bikin ngantuk. Beberapa dialog sebenarnya diambil dari puisi dan esai yang nyata (bukan karya fiktif dalam film). Namun, kalian mungkin enggak bakal menyadarinya kalau enggak menaruh perhatian penuh.

Membingungkan, Mempertanyakan Realitas

Via Istimewa

Satu hal yang bakal kalian rasakan sepanjang nonton I’m Thinking of Ending Things adalah kebingungan. Film ini memang kayak puzzle 1.000 keping yang setiap kepingnya disusun dalam urutan yang enggak runtut sehingga kalian enggak bisa melihat gambaran besarnya sebelum menyelesaikan semuanya. Bahkan, ketika sudah menyelesaikan film ini pun, puzzle yang udah tersusun tetap terasa membingungkan.

Itulah yang disajikan oleh Kaufman dalam film ini. Beberapa bagian memang berbeda dengan novelnya, yaitu ketika mereka berada di sekolah. Namun, pengalaman sinematik yang diberikan enggak membuat film ini kehilangan akarnya.

Awalnya, kalian memang disajikan adegan yang “normal” dan bikin kalian berpikir ini cuma film drama psikologis tentang hubungan cewek dan cowok. Keraguan sang perempuan yang terus menerus digaungkan di kepalanya buat mengakhiri hubungan mereka agaknya sengaja dibesar-besarkan biar kalian melihat dari perspektif yang diarahkan.

Via Istimewa

Namun, perspektif yang sesungguhnya sebenarnya jauh di luar itu. Kalian diajak percaya bahwa film ini tentang perempuan itu dan Jake, ketika sebenarnya film ini seluruhnya adalah tentang Jake. Saat Lucy diminta membacakan puisi buat Jake, lalu Jake bilang bahwa dia kayak lagi membaca Jake melalui puisinya, dari situ kalian mulai diajak mempertanyakan realitas dalam film ini.

Lalu, ketika Lucy terjebak dalam obrolan awkward dengan orangtua Jake, ketika usia orangtua Jake berubah-ubah, dan ketika Lucy enggak bisa mengingat detail yang sudah dia lakukan di rumah Jake selama makan malam, kalian bakal bertanya, “Ada apa?”

Lucy/Louisa/ Ames juga enggak bisa “melihat” sesuatu kalau enggak ditunjukkan sama Jake. Jadi, apakah narator kita ini bisa dipercaya? Nyatanya, kalian harus bertahan sampai akhir film buat tahu semuanya.

Bikin Frustasi

Via Istimewa

Yang tersisa dari I’m Thinking of Ending Things adalah kenyataan yang bakal bikin kalian frustasi. Film ini enggak cuma mempertanyakan realitas, tapi juga menyisakan perasaan enggak nyaman pada akhirnya.

Ketika sang perempuan yang tadinya kelihatan berpendirian dan tegar malah jadi kayak enggak mau kehilangan Jake, saat itu kalian bakal merasa ada yang salah. Namun, kalian enggak dikasih kesempatan buat menunjukkan hal itu dan tetap aja bakal diajak buat mengikuti alurnya sampai selesai. Enggak ada waktu buat protes karena buat memahaminya tanpa jeda aja bisa jadi prestasi yang membanggakan.

Kalau awalnya film ini kelihatan kayak membuka diskusi soal hubungan antara muda-mudi yang rapuh dan tanpa komitmen, akhirnya justru melenceng jauh banget. Bukan karena film ini kehilangan fokus, melainkan karena kalian sejak awal sudah dipermainkan sama realitas yang disajikan. Pada akhirnya, film ini menyisakan perasaan yang menggantung karena kesimpulannya diserahkan kepada kalian.

Via Istimewa

Nonton I’m Thinking of Ending Things mungkin enggak bakal bikin depresi macam nonton The Platform. Namun, penampilan Jesse Plemons (El Camino: A Breaking Bad Movie, Black Mirror) sebagai Jake yang “labil” udah cukup bikin film ini mendapatkan ketegangan yang dibutuhkan.

Jessie Buckley melalui perubahan emosi sang perempuan yang meledak-ledak menjelang akhir juga sukses membangun perasaan enggak nyaman. Belum lagi, duet Toni Collette (Hereditary, Knives Out) dan David Thewlis (Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Wonder Woman) juga menambah ketegangan karena mereka “aneh” dan lebih aneh lagi melihat Lucy enggak menyadari keanehan ini.

Di tengah semua keanehan ini, siapa yang waras? Enggak ada yang tahu.

***

Film ini mungkin bukan buat semua orang. Kalau kalian enggak nyaman sama film dengan dialog yang panjang dan minim aksi, I’m Thinking of Ending Things bisa jadi membosankan.

Namun, kalau kalian terbuka sama film-film surealis dan eksperimental, KINCIR sarankan kalian nonton film ini. Kalau udah nonton, coba bagikan pendapat kalian tentang film ini di kolom komentar, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.