*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Apa jadinya jika di dunia ini ada orang-orang fanatik yang tak bisa menerima kebenaran lain selain yang mereka percayai dan mereka simpan? Saat orang-orang hanya peduli kepentingan kelompoknya, mereka akan mengorbankan siapa pun dan melegalkan segala cara untuk membenarkan tindakan mereka.
Inilah yang akan kalian temukan dalam Sekte, sebuah film garapan William Chandra serta diproduseri oleh Derby Romero dan Marsio Juwono. Dibuka dengan sosok perempuan berlari di dalam hutan kemudian pingsan, film horror-thriller ini punya awal yang cukup menjanjikan.
Sekte tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai 2 Mei 2019. Sebelum nonton, simak dulu ulasannya di bawah ini supaya kalian tahu bahwa film ini memang patut kita nantikan!
Kengerian yang Penuh Ragam
Film ini mengambil sudut pandang Lia (Asmara Abigail). Dikisahkan, dia mengalami amnesia akibat kecelakaan. Lia menemukan dirinya terkapar dan terluka parah di sebuah kamar dengan tangan terinfus. Belakangan, dia mengetahui bahwa dia ada di rumah pengobatan untuk orang-orang terhina yang dilupakan oleh dunia. Ada pencandu narkoba, homoseksual, sampai penderita penyakit kejiwaan.
Melihat rumah “pengobatan” yang suasananya suram, Lia semakin penasaran dengan rumah itu dan kejanggalan-kejanggalannya. Kalian bakal dibawa langsung mengikuti petualangan Lia tanpa kejelasan memori atas hal yang telah menimpa dirinya. Suasana mencekam dan misterius dibangun sedari awal film lewat beberapa jumpscare yang sebenarnya enggak terlalu meneror, tapi cukup mengagetkan.
Film ini penuh dengan jumpscare dan scoring yang membangun suasana ketegangan, terutama menjelang akhir film. Sinematografinya pun cukup apik dengan tone yang kontras yang membangun suasana siang dan malam dengan cukup baik. Sayangnya, scoring ini justru bikin kalian waspada bahwa bakal ada jumpscare yang menanti ketika volumenya tiba-tiba naik terus.
Meskipun beberapa jumpscare terasa cuma memberi efek kaget, ada juga adegan-adegan yang memang bikin tegang. Saat Lia mencuri kunci rumah yang dijaga oleh Fajar, misalnya, ketegangan yang dibutuhkan benar-benar terasa. Bukan karena adanya hantu atau hal lainnya, justru karena adegan kucing-kucingan yang bikin geregetan. Ketegangan saat adegan kucing-kucingan ini justru lebih terasa. Bisa dibilang, Sekte berhasil memberi ketegangan lebih melalui adegan thriller daripada horornya.
Cukup Autentik dan Berani
Sekte bisa dibilang merupakan sebuah film horor yang cukup beda dari kebanyakan film horor lainnya. Kalau bisa menikmati Sebelum Iblis Menjemput (2018), kalian mungkin juga bisa menikmati film ini karena genre yang serupa. Penuh misteri, film ini menguak sedikit demi sedikit, dengan dialog yang minim pada awal cerita sehingga kalian bakal mulai merasakan ketegangannya sejak awal.
William Chandra pun cukup berani menggandeng nama-nama baru sehingga ada segi autentik yang bikin film ini punya rasa yang cukup orisinal. Selama 90 menit, kalian diajak merangkai potongan misteri dengan konteks yang kemudian bisa ditemukan sampai ujung film. Dengan akhir yang cukup mengejutkan, disertai plot twist yang sebenarnya enggak terlalu menohok, film ini berhasil menjadi salah satu bagian dari gelombang baru film horor, mengikuti Pengabdi Setan (2017) dan Sebelum Iblis Menjemput.
Sosok Bunda yang Tampil Mengejutkan
Meski bisa dibilang langkah William menggunakan pemain baru untuk mendukung Asmara Abigail cukup berani, sayangnya hal tersebut membuat beberapa adegan terasa kaku dan kurang “nendang”. Secara keseluruhan, sebenarnya para pemeran cukup mampu menghadirkan personanya masing-masing. Sayangnya, dari segi dialog dan penghayatan peran, masih banyak yang perlu dibenahi.
Untungnya, karakter Lia yang diperankan Asmara Abigail mampu menjadi magnet penting dalam jalan cerita film ini lewat kemampuan perannya yang cukup mumpuni. Beberapa pemeran lain, termasuk Derby Romero, sayangnya enggak terlalu istimewa.
Karakter yang terasa paling total dalam film ini justru datang dari tokoh Bunda yang diperankan Saefullah Mahyudin. Lewat postur tubuhnya yang tinggi menjulang, dia tampaknya bisa menjadi nama baru yang patut diperhitungkan, terutama sebagai pemeran karakter horor Indonesia. FYI, kalau kalian ingat karakter iblis di film Gerbang Neraka (2017) garapan Rizal Mantovani, itulah Saefullah Mahyudin ini.
Tema Mistis yang Berfokus pada Kritik Sosial
Bisa dibilang, film ini membuka jalan baru bagi genre horor dalam film Indonesia supaya enggak sepenuhnya mengandalkan unsur mistis yang berkaitan dengan hantu yang mengutuk di sepanjang film. Sekte bermain di antara dua dunia dan berusaha mengangkat tema yang lebih berat, yaitu kritik sosial yang berpusat pada realisme dan mistisisme.
Ada beberapa dialog yang menceritakan tentang kondisi rumah "pengobatan" ini secara gamblang. Salah satunya menggambarkan masyarakat yang cenderung menjauhi orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat karena “berbeda” sehingga mereka tidak punya tempat.
Ada juga beberapa kutipan dialog yang terkesan dipakai untuk menunjukkan kritik terhadap fanatisme keagamaan yang, sayangnya, terasa enggak natural. Dialog ini terang-terangan menyatakan betapa orang-orang yang fanatik pada kepercayaannya rela mengorbankan apa pun demi kepercayaannya.
Alih-alih jadi dialog film, kalimat-kalimat semacam ini sebenarnya lebih pas jika ditempatkan di media sosial semacam Twitter karena berpotensi mengundang diskusi (alias tweet war). Rasanya, masih banyak yang harus dilakukan buat mencapai katarsis atas kritik itu—tentunya dengan latar cerita yang kuat—sehingga kritik yang disampaikan jadi terkesan natural.
Proses Tiga Tahun yang Terasa Kurang Matang
Penyusunan alur cerita yang enggak umum dengan plot twist yang menyertai bukanlah hal biasa dalam film horor Indonesia. Dari sini, tampak bahwa persiapan selama kurang lebih tiga tahun tidak sia-sia. Naskah untuk film disiapkan dengan baik sebelum digarap.
Sayangnya, mengingat terlalu banyak misteri yang enggak dijelaskan sehingga cukup menunjukkan plot hole di sepertiga film terakhir, plot twist ini jadi terasa kurang. Misalnya saja, sosok Bunda yang seharusnya menjadi karakter terpenting kedua dalam film ini—setelah karakter Lia tentunya—justru kurang matang meski tampil mengesankan.
Keberadaannya penting dalam menjaga suasana mistis. Namun, enggak dijelaskan apakah Bunda ini semacam dewa, iblis, atau makhluk gaib sejenis apa. Dia hanya digambarkan sebagai makhluk yang butuh tubuh baru untuk dikorbankan. Keberadaannya yang harusnya menjadi sentral karena dialah yang Mahakuasa justru jadi minor.
***
Sudah siap dibuat ngeri dengan keseraman tak terduga dari Sekte? Catat tanggal tayangnya, ya. Kalau sudah nonton, silakan tinggalkan penilaian dan pendapat kalian di kolom ulasan pada bagian atas artikel ini!