*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film Halloween yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 8| Penokohan: 8 | Visual: 8 | Sound Effect/Scoring: 8 | Penyutradaraan: 8 | Nilai Akhir: 8/10
Film horor memang selalu digandrungi penikmat film atau pun para filmmaker. Namun, buat film horor slasher, enggak semua orang menyukainya. Soalnya, enggak semua suka nuansa horor yang bikin lo merasa diteror. Apalagi kalau berhubungan dengan psikologi kayak film Halloween ini.
Sinopsis: Laurie Strode (Jamie Lee Curtis) yang akan menghadapi pertemuan terakhirnya dengan Michael Myers. Setelah menghilang hampir sepuluh tahun, Myers kembali memburu para calon korbannya. Sosok psikopat pembunuh bertopeng ini terus-terusan meneror Laurie. Teror ini masih ada bahkan setelah Laurie melarikan diri dari pembunuhan yang terjadi di malam Halloween 40 tahun yang lalu. Apakah ini bakal jadi pertemuan terakhir mereka?
Komitmen Horor yang Makin Baik
Dibuka dengan adegan dua wartawan yang kekeuh mencari tahu tentang Michael Myers. Seperti dalam cuplikannya, mereka nyamperin tempat Michael dipenjara yang punya fasilitas keamanan tinggi selama 40 tahun. Dua wartawan tersebut pun memancing Michael untuk berbicara dengan nunjukkin topeng ikonisnya. Namun, Michael tetap bergeming. Pas adegan itu aja lo udah bisa nyangka kalau dua wartawan tersebut bakal jadi salah satu alasan Michael kabur dari penjara.
Memang, pas nonton ada beberapa adegan yang bikin lo bertanya-tanya: Siapa Michael sebenarnya? Apa yang bikin dia suka membunuh? Lalu, ada hubungan apa antara Laurie dan Michael di masa lalu? Namun, lo enggak perlu khawatir, ada beberapa adegan flashback yang ngasih tahu secara singkat hubungan mereka. Menariknya, sutradara David Gordon Green seakan ngasih pancingan buat kita nonton film pertamanya.
Meskipun ceritanya punya formula yang sama, film Halloween ini ngasih pengalaman yang berbeda, baik buat penonton lama, maupun penonton baru. Horor yang ditampilkan pun bikin penonton geregetan. Walaupun harus diakui, ada beberapa adegan yang sebenarnya sering diulang di film-film lainnya. Seperti, kepanikan yang berujung kematian. Hebatnya, Green membungkusnya dengan berbeda.
Kalau lo suka film horor yang enggak ada hantunya, film ini cocok buat lo. Soalnya, efek horornya ngena secara psikologis. Banyak adegan kekerasan dan gore yang bikin lo tutup mata karena ngeri, bukan karena ketakutan akan hantu. Yap, bikin lo kebayang-bayang akan pembantaian dan darah, meski enggak diperlihatkan secara close up.
Pemain yang Sama “Gilanya”
Masih dibintangi oleh Jamie Lee Curtis sebagai Laurie Strode. Lo bakal lihat perbedaan kontras di film Halloween (1987) dengan di film ini. Namun persamaannya, dia masih tetap badass meski udah jadi nenek-nenek. Satu hal yang bikin lo tepuk tangan dengan karakternya yaitu sebegitu matangnya persiapan dia untuk menghabisi Michael.
Sosok Michael Myers juga mengundang rasa penasaran. Diperankan oleh Nick Castle, dia berhasil bikin siapa pun merasa terteror kalau ada dia. Sekaligus, dia juga bikin lo kagum karena enggak pantang menyerah buat ketemu sama Laurie alias dendam kesumatnya bikin dia berhasil kabur dari penjara canggih sekalipun.
Dibintangi juga oleh Judy Greer sebagai Karen yang nyebelin tapi malah bikin lo bangga. Lalu, ada si cantik Andi Matichak yang bikin lo kasihan. Selain Nick Castle, sosok The Shape alias Michael Myers juga diperankan oleh James Jude Courtney.
Visual Keseraman dan Gore
Kalau dibandingin sama film pertamanya, memang berbeda jauh soal visual, meski sutradara John Carpenter punya cara unik yang bikin penonton enggak mikirin visual. Di film Halloween ini, visual yang jernih dan gore nyata berhasil ditampilkan Green dengan apik. Lo bakal dibikin jijik dengan beberapa adegannya.
Pengambilan gambar layaknya film horor kebanyakan, enggak bikin film ini kehilangan khasnya. Sosok Michael Myers berhasil ditampilkan menakutkan meski enggak secara close up. Harmoni horornya udah ditampilkan secara enggak langsung lewat psikologis yang dibangun oleh sutradara.
Scoring yang Bikin Lo Depresi
Film yang hanya diperuntukan untuk usia 17 tahun ke atas ini memang punya alasan khusus soal rating tersebut. Enggak hanya lewat visual yang gore, tapi juga dari efek suara. Jump scare-nya dengan musik yang ngagetin bener-bener bikin lo belingsatan di kursi.
Efek suara yang bikin lo sebel, nambahin film ini makin kerasa Halloween-nya. Lo enggak bakal tahu apa yang akan lo lihat dalam beberapa saat ke depan. Lo hanya harus berjaga-jaga menyiapkan kengerian yang dilakuka Michael. Meskipun lo tutup mata, lo juga bisa depresi karena denger suaranya yang mengganggu psikologi. Bisa jadi, itu salah satu alasan film ini hanya untuk dewasa.
Usaha David Gordon Green yang Hampir Sempurna
David Gordon Green memang enggak sehebat John Carpenter untuk ngebawa film ini. Akan tetapi, Green berhasil bikin penonton duduk anteng dan tepuk tangan di akhir film. Semua itu karena keapikan harmonisasi yang dibikin Green. Tinggal kita tunggu aja apakah film Halloween ini bisa menyamai kesuksesan di film pertamanya?
Biar bagaimana pun, Green enggak boleh dianggap remeh. Dia udah bikin penonton lama dengan penonton baru ngerasain lagi teror Myers dengan rasa yang hampir sama. Kalau dilihat dari akhir filmnya, tampaknya film ini bakal ada lanjutannya.
Film Halloween bakal jadi film horor yang bikin lo parno di mana pun lo berada. Apalagi, kalau gelap, lo bakal membayangkan kalau ada Myers di ujung kegelapan. Lo bisa ajak temen-temen lo yang suka film horor gore buat sama-sama ngerasain teror. Buat lo yang jijikan, mending lo siapkan minum aja buat menetralisir ketakutan lo. Soalnya, kalau lo sambil makan, kayaknya lo bakal mual ngelihat gore-nya.
Setelah nonton, lo bisa kasih ulasan versi lo di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya! Film Halloween ini juga udah bisa lo tonton mulai 17 Oktober 2018.