*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Tren film horor tampaknya akan jadi genre yang laris sepanjang masa. Makanya, enggak heran kalau banyak filmmaker yang kerap memadukannya dengan genre lainnya. Seperti yang dilakukan Bene Dion dalam film Ghost Writer.
Menceritakan Naya (Tatjana Saphira) yang menemukan diary di rumah tua yang ditinggalinya. Karena terbentur ekonomi demi biaya sekolah adiknya, Darto (Endy Arfian), serta bujukan dari sang pacar (Deva Mahendra), Naya bikin novel berdasarkan diary temuannya itu.
Sayangnya, sang pemilik diary, Galih (Ge Pamungkas), enggak terima karena Naya telah lancang mengambil tanpa izin. Enggak sampai situ, Bening (Asmara Abigail) kerap mengganggu Naya dan adiknya. Lalu, siapakah Bening dan berhasilkah Naya dapat izin dari dari Galih?
Horor dan Komedi Saling Melengkapi
Dilihat dari cuplikannya aja, kalian udah bisa nilai bahwa film Ghost Writer mengandung unsur horor dan komedi. Hebatnya, film yang diproduseri Ernest Prakasa ini enggak menggabungkan keduanya, tapi justru melengkapi satu sama lain.
Memang bukan yang sempurna, tapi film Ghost Writer bisa dibilang rapi dan terarah. Ketika suasananya lagi horor, bisa bikin penonton merasakan ngeri, bahkan tutup mata.
Sedangkan pas lagi komedi, humornya receh dan enggak bikin horornya flop. Bahkan, lewat mimik atau punchline dialog pemain, udah bisa bikin penonton ngakak.
Karakter Diposisikan “pada Tempatnya”
Harus diakui, ansambel pemain yang dipilih Bene Dion padat dan pas. Kekuatan karakter Naya oleh Tatjana Saphira, ya, memang hanya cocok main di "pos" drama dan horor. Karena ada beberapa momen pas Naya ngelawak, terasa awkward.
Ge Pamungkas sebagai Galih juga enggak disangka-sangka bisa tampil beda. Ge bisa jadi hantu yang nyeremin, polos, menyedihkan, sekaligus kocak.
Sementara, Asmara Abigail sebagai Bening, benar-benar total memerankan sosok hantu yang garang. Cocok jadi pasangan Galih: satunya galak, satunya kocak. Keduanya juga bisa bikin penonton simpati di akhir film.
Lalu, Endy Arfian bisa hadirkan sosok Darto yang kocak ala polosnya remaja labil. Apalagi, duet antara Endy dan Moh. Iqbal Sulaiman sebagai Billy, bikin suasana dalam bioskop begitu meriah.
Deva Mahendra dan bintang komika lainnya hadir sebagai pelengkap. Layaknya nasi goreng, mereka adalah telur dan kerupuk. Bukan bermaksud melebihkan, mereka salah satu kekuatan film Ghost Writer.
Artistiknya Kurang Maksimal
Visualnya mengikuti mood cerita. Lagi horor dibuat gelap, lagi ngakak dibuat sumringah. Begitu juga dengan scoring-nya mengikuti atmosfernya.
Sayang, desain produksinya kurang maksimal. Entah terbatas waktu, atau memang kurang diperhatikan. Ya, kalau kalian sadar, dandanan Ge dan Asmara pas jadi hantu, make up-nya blentang-blentong alias kurang rapi.
Melihat Horor dari Sisi Komedi Ternyata Menyenangkan
Tanpa bermaksud membandingkan, film Ghost Writer punya treatment mirip dengan film-film horor komedi Thailand yang bikin ngakak, sekaligus ngeri. Belum ada film Indonesia dengan genre tersebut yang bisa berhasil seperti garapan Bene Dion ini.
Meski terkesan drama, Bene Dion dengan memasukkan unsur keluarga di akhir film. Ya, memang agak enggak masuk akal, tapi output filmnya bisa diterima logika.
Buat kalian yang suka horor komedi layaknya yang di produksi Thailand, film Ghost Writer ini jawabannya. Tontonlah tanpa ekspektasi apa pun.
Apalagi, buat melepaskan penat, cocok banget dijadiin ajang liburan singkat bersama teman-teman atau gebetan.
Film ini diklasifikasikan untuk penonton 13 tahun ke atas karena beberapa adeganya. Ya, jangan coba-coba bawa anak di bawah usia 13 tahun, apalagi bayi, ya, nanti malah trauma dan mengganggu pendengarannya.
***
Film ini udah ada sejak libur lebaran. Bagaimana menurut kalian buat yang udah nonton? Kasih komentar kalian di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya. Tungguin review film lainnya hanya di KINCIR.