*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 7 | Penokohan: 9 | Visual: 8 | Sound Effect/Scoring: 7 | Penyutradaraan: 7 | Nilai Akhir: 7,6/10
Kalau dengar nama Denzel Washington, pasti lo langsung kebayang muka salah satu langganan nominasi Oscar ini. Yap, Washington memang bukan orang baru di Academy Awards. Berkarier di dunia seni peran sejak 1981, dia udah dilirik sebagai nomine sama Academy of Motion Picture Arts and Sciences (organisasi yang mendalangi Academy Awards) melalui perannya dalam film Cry Freedom (1987). Yang paling baru, tahun lalu Washington masuk nominasi Academy Awards lagi dalam kategori "Aktor Terbaik". Banyak banget, ya, prestasinya!
Nah, tahun ini, Washington balik dalam sekuel pertama sepanjang karier perfilmannya, The Equalizer 2. Masih disutradarai sama Antoine Fuqua, film ini merupakan sekuel dari film pertamanya yang rilis pada 2014. Meski ada Denzel Washington, apakah menjamin The Equalizer 2 enggak kena “kutukan” sekuel sebagaimana film-film lainnya?
Kita mulai dari pembukanya. Buat lo yang belum nonton The Equalizer, pembuka The Equalizer 2 ini udah oke banget. Lo semacam diajak buat menghadapi dunia barunya Washington tanpa perlu dipusingin sama apa yang terjadi di film sebelumnya. Namun, sedikit demi sedikit lo juga dikasih petunjuk soal apa yang terjadi sama Robert McCall (Denzel Washington) di film sebelumnya. Lalu, dari pembukanya aja, lo langsung disuguhi sama aksi McCall yang bikin takjub.
McCall memang orang perfeksionis yang enggak pernah lupa waktu. Di sekuel ini, bahkan kesan itu makin kuat dan terasa. Ya, maklum, sih, Washington emang dikenal sebagai aktor yang jago meranin watak. Karakter McCall pun kembali hidup di film ini. Bisa dibilang, bahkan kayaknya Washington udah jadi McCall itu sendiri, mantan anggota militer dan agen DIA yang hidup untuk membantu orang-orang yang dizalimi. Dan, seperti biasa, dia selalu tanpa ampun.
Yap, emang enggak ada masalah sama Washington di film ini. Justru, saking hidupnya karakter McCall, hal itu bikin cerita dalam film ini melambat di pertengahan. McCall terlalu banyak dialihkan perhatiannya saat seharusnya dia fokus mencari pembunuh temannya.
Kalau lo sempat nonton film sebelumnya, lo tentu tahu bahwa film sebelumnya adalah tentang McCall yang mencoba menemukan tujuan hidupnya yang baru. Nah, di film kedua ini, McCall mulai menemukan jalan hidupnya sebagai The Equalizer, penegak keadilan yang bertindak dengan caranya sendiri untuk menolong orang asing. Namun, di sekuel ini, McCall juga punya keinginan balas dendam setelah kematian Susan Plummer. Ya, konflik dalam sekuel ini memang McCall yang geram karena temannya, Susan Plummer (Melissa Leo), dibunuh secara misterius. Untuk menemukan pelakunya, McCall harus berurusan kembali sama dunia yang udah lama dia tinggalkan setelah kepergian mendiang istrinya.
Memang, sih, film ini kelihatan banget pengen ngangkat McCall jadi karakter yang ikonis dan berhasil. Semacam The Transporter (2002) dengan Jason Statham sebagai Frank Martin, nah The Equalizer ini punya Washington sebagai McCall. Bukan superhero, melainkan orang dengan masa lalu yang kelam dan berpengalaman di dunia “gelap” yang sekarang mencari jalan hidup yang baru demi move on.
Sinematografinya pun bahkan McCall-sentris banget. Lo diajak ngelihat semuanya dari sudut pandang McCall. Saat berurusan sama orang yang harus “dihukum” sama dia, lo bisa lihat waktu melambat, sebagaimana yang dilihat McCall. Kecepatannya dalam bertarung bikin ketegangan aksi di film ini sukses tersampaikan.
Ini jadi film yang oke sampai McCall mulai mencari dalang di balik pembunuhan Plummer. Semuanya jadi bergerak lambat banget dan misteri yang harus dipecahkan sama McCall jadi terkesan kacangan. Puncaknya, pertarungan di tengah badai yang seharusnya menjadi klimaks malah terasa seperti leraian yang dipanjang-panjangkan. Ibaratnya, lo main game dan udah ada di level akhir buat ketemu final boss, eh, ternyata final boss-nya cupu. Soalnya, McCall ini bisa dibilang luar biasa banget sebagai human being. Jadinya, ya, akhirnya malah antiklimaks banget. Enggak menegangkan karena lo pasti udah bisa nebak gimana McCall menyelesaikan masalahnya itu.
Salah satu yang bikin karakter McCall menarik adalah dia selalu menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Mengingat latar waktunya adalah masa kini, saat banyak orang lebih suka menghabiskan waktunya di depan layar, McCall baca buku! Dan, memang McCall juga semacam dark angel yang ngebunuh orang tapi juga nolong orang pada saat yang bersamaan. Menarik!
Ini adalah keempat kalinya Washington main di filmnya Fuqua dan sebetulnya bisa dibilang kerja sama mereka selalu bagus. Di film ini pun, kerja sama mereka enggak buruk. Fuqua semacam tahu bagaimana mengeksplorasi sudut pandang karakter McCall dengan memanfaatkan kelebihan Washington mainin watak.
Sayangnya, sekali lagi, justru di saat terakhir eksplorasi ini malah jadi berlebihan. Yap, pertarungan di tengah badai itu bisa dibilang sia-sia karena enggak membuktikan apa pun. Sia-sia juga para kru niat bikin angin topan buatan dengan berbagai perlengkapannya (yap, mereka enggak pakai efek CG untuk ciptain badai) demi menghadirkan ketegangan pertarungan di tengah badai.
Yang jelas, bahkan kalau lo enggak suka film aksi, film ini tetap bisa lo nikmatin. Lo bakal belajar banyak banget hal dari McCall, khususnya soal keberagaman. Sebagai sopir Lyft, dia juga enggak segan-segan nolongin penumpangnya, bahkan sampai terlibat jauh buat nolongin penumpangnya itu.
Jadi, buat akhir pekan ini, lo enggak boleh ngelewatin aksi Denzel Washington di The Equalizer 2 ini. Bisa aja McCall bakal jadi karakter nonsuperhero favorit lo. Nah, kalau udah nonton, kasih pendapat dan penilaian lo di bagian atas artikel ini, ya!