*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 6 | Penokohan: 7 | Visual: 9 | Sound Effect/Scoring: 8 | Penyutradaraan: 6 | Nilai Akhir: 7,2/10
Mungkin lo jadi orang yang antusias nungguin film penuh laga di bulan ini. Apalagi, kita semua tahu bahwa Avengers: Infinity War bakal jadi primadona layar lebar pada April ini. Namun, ada satu karya anak bangsa yang enggak sepatutnya lo lewatin. Film ini berjudul Bluebell.
Menghindari persaingan film cinta yang marak diputar selama Februari kemarin, Bluebell bisa jadi tontonan segar buat lo di bulan ini. Film produksi Ratson Picture bersama Triple A Films ini memang membawa kisah cinta antara dua insan manusia. Namun, bisa dibilang, kesan yang bakal lo temuin dari film ini enggak akan lo dapat dari film-film cinta lainnya, khususnya yang sama-sama dibuat oleh sineas Indonesia.
Dengan kisah yang memikat, film ini masuk Deretan Film Seru yang Siap Bikin April Lo Penuh Warna.
Sesuai dengan judulnya, film ini ngangkat kisah cewek bernama Bluebell. Mungkin lo jadi ingat dengan film Lady Bird (2017) yang bercerita tentang cewek yang dipanggil dengan julukan Lady Bird. Nah, beda dengan Lady Bird, Bluebell adalah nama asli yang dikasih ke si cewek itu dari nyokapnya.
Nama yang enggak lazim? Bukan masalah. Semua hal bisa terjadi di dunia ini atas kehendak Tuhan (kalau konteksnya film, ya, kehendak sutradara). Toh, lo bakal tahu alasannya kenapa dia dikasih nama itu.
Bisa jadi juga, judul Bluebell mengingatkan lo dengan film Dilan 1990 (2018). Tentu, karakter Dilan dalam film itu jadi fokus utama. Enggak salah, kok. Namun, meski ngangkat kisah Bluebell, fokus utama konflik dalam film Bluebell justru bukanlah karakter yang punya nama itu. Malah karakter cowok bernama Mario yang terlibat kisah cinta dengan si cewek yang jadi karakter utamanya.
Makanya, enggak salah jadinya kalau nonton film ini, lo malah lebih simpati pada Mario yang diperanin oleh Qausar Harta Yudana. Padahal, Bluebell sendiri punya karakterisasi yang unik. Bayangin aja, di mana lagi lo bisa nemuin sosok cewek mandiri yang jago dan rajin main surfing?
Bluebell juga pintar nyanyi, main musik, serta punya ambisi tinggi sama kesukaannya ini. Apalagi, pemerannya adalah Regina Rengganis yang punya rupa unik nan manis. Dengan kriteria itu, harusnya Bluebell bisa dengan mudah ngerebut hati penonton. Setuju, dong?
Nyatanya, Bluebell cuma sanggup merebut hati Mario. Mario sendiri punya karakter yang mungkin menurut lo enggak realistis. Sebelum bertemu Bluebell, Mario lagi berada di hotel dalam rangka persiapan acara pernikahannya. Ketika semua orang lagi ribet ngurusin ini-itu, Mario malah berkontemplasi, merenungi perasaannya sendiri. Dia pun kabur dan ujung-ujungnya mutusin untuk batalin pernikahannya. Nyebelin, ‘kan?
Bukan Mario aja, ada banyak, kok, karakter nyebelin dalam film.
Iya, Mario ini memang bikin geregetan. Keputusan Mario buat batal nikah makin bulat karena bertemu Bluebell. Dengan “keteguhan hatinya”, dia rela bikin sakit hati banyak pihak, mulai dari teman-temannya, keluarganya, hingga calon istrinya yang udah berteman dekat sejak lama sama Mario. Namun, Mario dengan segala pembenarannya malah bisa bikin lo bersimpati.
Seperti yang udah disinggung sebelumnya, fokus dalam film ini bukan Bluebell, melainkan Mario. Soalnya, Mario punya durasi tampil dan pergulatan batin yang mendominasi. Kalau rajin nyusun transkripsi dialog dalam film ini, lo pasti sadar bahwa Mario punya dialog yang lebih banyak ketimbang Bluebell. Ditambah lagi, para karakter yang hadir pun kebanyakan dari pihak Mario. Makanya, akan lebih baik kalau film ini diberi judul Mario.
Sayangnya lagi, selain kalah dominan dari Mario (khususnya dalam durasi tampil), Bluebell malah bikin lo ilfeel. Ketika lo melihat sosok cewek mandiri yang sempurna, tiba-tiba cewek tersebut ngelontarin kata-kata yang melanggar prinsipnya sendiri. Lo bisa dengar, kok, ucapannya ini di cuplikan film, “Gua itu enggak mau sembarangan kenal sama orang!”
Baru aja berujar kayak begitu, eh, Bluebell terpesona dengan kegantengan Mario. Baru ngobrol-ngobrol sebentar, bisa-bisanya dia ngajak ketemuan Mario besok paginya buat surfing bareng. Esok harinya pun, bukan sekadar surfing sepagian, mereka menghabiskan waktu berdua seharian. Saat senja tiba, dengan pemandangan matahari terbenam di pantai, Bluebell dan Mario udah saling memadu kasih.
Lo bakal tambah enggak terima ketika asmara instan di antara keduanya berujung pada permasalahan pelik. Ketika Mario hendak berkata jujur kepada calon istrinya, Vallesia (Steffi Zamora), untuk membatalkan pernikahan, Bluebell bersama sahabatnya, Indra (Ncess Nabati) ngegepin Mario di tengah-tengah persiapan acara pernikahan.
Tanpa banyak ucap, cewek ini terkejut dan ambil langkah seribu karena ngerasa udah ditipu oleh Mario. Air matanya pun berlinang menangisi kisah cinta seharinya yang berujung tragis. Lebih tragisnya lagi, Bluebell ini, demi mengobati pilunya, mencari perkara dengan berselancar di ombak malam. Ujung-ujungnya, dia pun mengalami kecelakaan dan tenggelam di lautan.
Mau lihat yang jauh lebih tragis? Intip dulu 5 Film Kisah Nyata yang Diangkat dari Tragedi Kecelakaan.
Mungkin lo mau coba lebih menyayangi karakter Bluebell di adegan-adegan selanjutnya. Sayang, ketika latar waktu berubah jadi setahun kemudian dan dia udah menjalani ambisi hidupnya, hatinya masih tertambat di cinta satu harinya. Bagaimanapun, judul film ini adalah Bluebell. Makanya, tokoh kesayangan kita ini harus punya akhir yang bahagia bersama Mario, sang tokoh yang lebih kita sayang.
Semua kebahagiaan ini pun terasa dipaksain dalam satu plot penyelesaian. Akhirnya, memang semua orang senang (meski entah bagaimana nasib Vallesia). Namun, alurnya terlalu cepat, berbeda dengan pembangunan konflik yang terjadi dalam tiga hari tapi terasa begitu intens.
Untungnya, intensitas romansa antara Bluebell dan Mario tetap terasa manis meski terbangun dalam beberapa hari. Hal ini enggak bisa lepas dari peran musik latar yang mengiringi adegan. Yap, film berkualitas tinggi pun tetap butuh iringan musik latar buat mendukung suasana!
Steve Respati dan Izzal Peterson memang jagoan dalam hal ini. Mereka mampu mengolah dan menyajikan musik latar secara apik sehingga suasana yang dibangun bakal bikin hati lo tersentuh. Kalau mau dengar kayak apa soundtrack-nya, lo bisa, kok, kulik-kulik aplikasi streaming musik kayak Spotify, JOOX, dan iTunes.
Sebagai sebuah tontonan, film ini juga bikin lo terpikat lewat visualisasi yang dihadirin. Sebagian besar latar dalam film ini adalah Bali. Jadi, lo bakal ngelihat keindahan Pulau Dewata dari segala sudut, termasuk panorama pantai yang romantis. Di penghujung film, Bluebell dikisahkan ngejalanin niat buat nimba ilmu musik di Jepang. Lo pun bakal mendadak pengen menjelajahi Osaka seperti yang cewek ini lakukan. Variasi pemandangan ini, mulai dari Bali hingga Osaka, jadi semakin memikat dengan sinematografi yang apik.
Seluruh penjuru Indonesia memang punya panorama indah dan cocok juga jadi latar buat video game.
Enggak hanya itu, di sepanjang film pun lo bakal terpikat dengan keindahan rupa para pemeran. Bluebell sendiri banyak melibatkan para aktor dan aktris pendatang baru. Enggak usah coba-coba menilai kualitas performa mereka. Cukup nikmatin aja keindahan fisik para pemeran, khususnya Regina dan Qausar sebagai dua pemeran utama. Lagi-lagi, sinematografinya mampu nonjolin keelokan rupa mereka dengan lebih fokus nyorot ekspresi ketimbang gerak-gerik.
Yap, selama 82 menit menonton, mata lo enggak bakal capek dengan segala “kesegaran” yang ditampilkan film garapan Muhammad Yusuf ini. Hati lo pun akan ngerasa damai dengan kisah cinta happy ending antara dua tokoh utama. Bluebell benar-benar pas dijadiin tontonan biar lo ngerasa rileks di akhir pekan. Jadi, pastiin diri lo datang ke bioskop, ya, mulai 5 April 2018!