*Spoiler Alert: Review film Babylon mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Siapa yang pernah menonton Once Upon a Time in Hollywood (2019)? Film yang disutradarai oleh Quentin Tarantino tersebut menampilkan dua aktor papan atas Hollywood, yaitu Brad Pitt dan Margot Robbie. Tiga tahun setelah perilisan Once Upon a Time in Hollywood, Pitt dan Robbie dipertemukan kembali lewat film drama komedi yang berjudul Babylon.
Sebagai informasi, Babylon digarap oleh Damien Chazelle, sosok yang sebelumnya menyutradarai La La Land (2016) dan First Man (2018). Selain Pitt dan Robbie, Babylon dibintangi oleh banyak aktor dalam satu film, di antaranya Diego Calva, Jean Smart, Jovan Adepo, Li Jun Li, bahkan beberapa kameo dari selebritas ternama.
Berlatar waktu pada akhir era 1920-an, Babylon berkisah tentang Nellie LaRoy (Margot Robbie) dan Manny Torres (Diego Calva) yang bermimpi untuk bisa terjun ke Hollywood. Pada malam saat Nellie dan Manny baru berkenalan, mereka malah menemukan jalan mereka ke Hollywood. Nellie dapat kesempatan membintangi film, sedangkan Manny dapat kesempatan bekerja di balik layar. Kehidupan keduanya langsung berubah drastis sejak saat itu.
Review film Babylon
Tampilkan kerasnya kehidupan Hollywood akhir era 1920-an dengan cara yang glamor dan liar
Babylon merupakan salah satu film yang mengangkat kehidupan Hollywood jadul, tepatnya pada akhir era 1920-an. Menariknya, Babylon menampilkan kondisi industri perfilman ketika Hollywood mengalami transisi dari film bisu ke film bersuara, yang bisa dibilang cukup jarang diangkat dalam film bertema Hollywood jadul lainnya.
Babylon dibuka dengan cara yang sangat glamor dengan menampilkan betapa mewahnya pesta yang berisi orang-orang penting di Hollywood. Selain mewah, pesta tersebut juga ditampilkan dengan begitu liar, yang mana ada beberapa tamu yang telanjang bahkan ada yang melakukan aktivitas seksual di tengah keramaian pesta. Sejak adegan pesta tersebut, kamu bakal terus dibawa menyaksikan keglamoran dan keliaran hingga akhir filmnya.
Liar di film ini enggak melulu merujuk ke hal seksual saja. Melihat bagaimana cepatnya perjalanan karier Nellie sebagai aktris saja sudah menjadi perjalanan yang liar dan kacau balau. Ditambah lagi dengan kacaunya keadaan ketika para aktor dan filmmaker berusaha beradaptasi dalam proses produksi film bersuara yang jelas jauh lebih rumit dibandingkan proses produksi film bisu.
Babylon memang cerita fiksi, namun film ini sebenarnya memberikan sedikit wawasan kepada penonton masa kini bahwa persaingan di Hollywood memang begitu berat sejak masa lampau. Kemajuan dari film bisu ke film bersuara saja mampu melibas para aktor dan filmmaker yang tidak mampu beradaptasi. Enggak heran film ini ditutup dengan momen yang begitu tragis.
Kebangkitan dan kejatuhan insan Hollywood yang diambil dari empat perspektif
Ada empat karakter yang jadi fokus utama di Babylon, yaitu Nellie LaRoy (Margot Robbie), Manny Torres (Diego Calva), Jack Conrad (Brad Pitt), dan Sidney Palmer (Jovan Adepo). Nellie adalah aktris baru yang kariernya melesat begitu cepat, Manny adalah imigran asal Meksiko yang berjuang menjadi produser, Jack adalah aktor senior dengan karier menjanjikan, dan Sidney adalah musisi kulit hitam yang berjuang di Hollywood pada masa rasialisme masih dianggap wajar.
Jadi, penonton bisa merasakan beratnya transisi film bisu ke film bersuara dari empat perspektif yang berbeda. Jack, aktor senior sekaligus aktor termahal di era film bisu ternyata enggak mampu mempertahankan popularitasnya saat masuk ke film bersuara. Nellie, aktris pendatang baru yang kariernya baru melesat di penghujung era film bisu, ternyata dianggap enggak cukup layak oleh produser untuk membintangi film bersuara.
Manny, seorang imigran asal Meksiko, sampai harus membohongi asal-usulnya dan mengaku dari Spanyol untuk bisa memudahkan jalannya menjadi eksekutif perusahaan film. Lalu, ada Sidney yang menerima perlakuan rasialisme selama menjalankan kariernya sebagai musisi kulit hitam di Hollywood.
Perubahan dari film bisu ke film bersuara memang merupakan kemajuan bagi industri perfilman. Namun di balik itu, perubahan ini menggerus banyak pihak yang berjaya di era film bisu. Bahkan lewat film ini, saya diingatkan kembali bahwa dulu ada profesi penulis antarjudul, yang mana profesi tersebut punah ketika masuknya film bersuara.
Ensamble cast yang begitu menarik perhatian
Sebagai film yang mewah dan extravagant, Babylon menampilkan deretan aktor yang berhasil memerankan karakternya masing-masing dengan sangat baik. Kualitas aktingnya Brad Pitt dan Margot Robbie tentunya enggak perlu diragukan lagi. Mereka mampu menampikan momen komedi dengan sangat baik, di sisi lain kita juga bisa merasakan kepedihan karakter mereka.
Selain Pitt dan Robbie, aktor lainnya yang berhasil mencuri perhatian di film ini adalah Diego Calva, Jovan Adepo, dan Li Jun Li. Ketiga aktor tersebut memerankan karakter non kulit putih yang tentu saja menjadi minoritas di Hollywood era 1920-an. Ketiga karakter tersebut bahkan menjadi momen emosionalnya masing-masing yang mana para aktornya berhasil membawakannya dengan sangat baik.
***
Enggak hanya sekadar film glamor, liar, dan sensual, Babylon juga membuka pandangan kita tentang bagaimana beratnya tantangan yang dihadapi para insan Hollywood ketika dunia perfilman mengalami transisi dari film bisu ke film bersuara di akhir era 1920-an. Ditambah lagi, film ini juga ditutup dengan sequence dramatis yang menampilkan pesatnya kemajuan perfilman sejak Hollywood beralih ke film bersuara.
Setelah baca review film Babylon, apakah kamu jadi tertarik menonton film drama komedi ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!