*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 8| Penokohan: 8 | Visual: 9 | Sound Effect/Scoring: 9 | Nilai Akhir: 8,5/10
Menjelang akhir tahun, enggak sedikit film-film yang cocok untuk family time diputar di bioskop. Salah satunya adalah Ferdinand. Film animasi bikinan Blue Sky Studios dan 20th Century Fox Animation ini bakal turut meramaikan bioskop Indonesia di penghujung tahun.
Film ini menceritakan kisah seekor banteng. Nah, kalau lo pikir banteng merupakan hewan buas, karakter Ferdinand sebagai tokoh utama punya kepribadian yang berbeda dari banteng kebanyakan. Film garapan Carlos Saldanha ini ngasih alur yang baik. Film diawali dengan menceritakan kisah hidup Ferdinand sewaktu kecil yang berbeda dari banteng lainnya.
Sinopsis: Ferdinand adalah salah satu banteng di Spanyol yang terkenal dengan arena matadornya. Masalahnya, Ferdinand bukan banteng kebanyakan. Dia adalah banteng liar yang lebih senang dengan tindakan anti terhadap kekerasan dan hobinya mencium bunga di padang rumput. Sampai akhirnya, suatu bencana bikin dia harus masuk ke arena matador. Ferdinand harus memutuskan, apakah dia jadi banteng buas di arena matador atau jadi banteng jinak yang enggak menyakiti manusia.
Film ini juga menceritakan semua banteng yang mendambakan jadi seekor banteng adu yang bakal bertanding melawan seorang matador. Mereka ngerasa bangga saat terpilih jadi banteng yang akan bertarung dengan matador. Padahal, kenyataanya justru memilukan. Setiap banteng yang beradu di arena matador nasibnya bakal sama dengan banteng yang dibawa ke rumah jagal.
Sebagai sutradara, Saldanha enggak main-main dengan Ferdinand. Pasalnya, dia harus ngelakuin penelitian yang dalam untuk memperluas jalan cerita dalam alur yang logis. Hal tersebut dilakukan karena Saldanha punya sebuah keyakinan: semakin banyak penelitian yang dilakukan, semakin jelas kenyataan bahwa orang-orang dapat menginterpretasikan cerita dengan berbagai cara.
Layaknya film animasi keluarga pada umumnya, Ferdinand menampilkan visual menakjubkan dengan latar belakang Negeri Matador tersebut. Berbagai pemandangan indah di tempat bersejarah Spanyol juga enggak luput dari perhatian. Saldanha bahkan mengunjungi langsung tempat tersebut untuk mendapatkan inspirasi visual dan latar belakang yang autentik dalam proyek ini.
Selain itu, pemandangan puncak gunung dari Kota Ronda di Provinsi Malaga, Spanyol, mengilhami latar belakang peternakan. Di sinilah Ferdinand menemukan kebahagiaan bersama gadis kecil bernama Nina dan bokapnya. Yap, Saldanha memang menginginkan refleksi keindahan dunia terpampang dalam filmya.
Saldanha terinspirasi dengan lansekap Spanyol yang indah dengan arsitektur yang unik. Hal tersebut dia tuangkan dalam visual dengan warna alam. Makanya, animasi dalam filmnya pun terlihat natural dan nyata. Hal ini berbeda dengan warna tropis yang dia gunakan pada film Rio (2011) dan Rio 2 (2014).
Bukan tugas yang mudah bagi sang sutradara buat membawa Ferdinand ke dalam dunia animasi. Saldanha tertantang membuat sesuatu yang baru tentang Ferdinand. Pasalnya, film ini sebenarnya udah pernah dibuatin filmnya pada 1938 oleh Walt Disney berjudul Ferdinand the Bull yang disutradarai oleh Dick Rickard. Cerita Ferdinand pertama kali diterbitkan dari buku anak berjudul The Story of Ferdinand karya Munro Leaf. Selain itu, Fox Animation juga baru mendapatkan hak atas buku ini pada 2011.
Bikin film animasi komputer 3-D ini juga agak tricky buat Saldanha dan John Powell (yang ngegarap musiknya). Selain diperlukan orang-orang hebat pembuat animasi, karakter suara juga penting supaya visual dan musik latar yang bertujuan mendukung cerita enggak berakhir sia-sia. Makanya, mereka merekrut John Cena (Ferdinand), Kate McKinnon (Lupe), Gina Rodriguez (Una), Bobby Cannavale (Valiente), David Tennant (Angus), dan Anthony Andeerson (Bones).
Meski begitu, Saldanha, Powell, Blue Sky Studios, dan Fox Animation udah ngasih totalitas mereka demi bikin Ferdinand sehingga ngeraih penghargaan lebih daripada film lawasnya. Ferdinand the Bull sendiri udah mengantongi Academy Award untuk “Best Short Subject Cartoon” pada 1939.
Nah, film animasi enggak lengkap tanpa adanya pesan moral sederhana namun menyentuh. Selain pesan arti persahabatan, cinta, dan kasih sayang, film ini juga ngasih kritik pada budaya Negeri Matador itu sendiri. Adu banteng yang udah jadi budaya di Spanyol selalu diadakan tiap tahunnya. Karena festival tersebut, enggak sedikit banteng yang jadi korban dalam budaya itu.
Enggak sedikit banteng yang luka-luka hingga mengalami kematian. Makanya, karena hal itu udah menjadi budaya di sana, kematian banteng dalam festival tersebut udah jadi hal yang biasa. Padahal, meski banteng hanyalah hewan, mereka juga makhluk hidup yang seharusnya kita sayangi dan berhak hidup bebas.
Lewat film ini, Saldanha mencoba untuk mengubah pemikiran penonton yang melihatnya. Adu banteng yang hanya dilakukan untuk mencari kesenangan semata itu enggak pantas dilakukan. Meskipun itu adalah budaya, enggak sepantasnya kita memperlakukan hewan sesuka hati hingga mempertaruhkan hidupnya. Pesan anti terhadap kekerasan pun tersaji di film ini. Hal itu tercermin dari sifat Ferdinand yang enggak suka kekerasan yang lebih baik menghindar saat diminta untuk bertarung.
Selain kampanye tentang anti terhadap kekerasan, film yang menghibur ini juga bakal bikin lo ketawa ngelihat tingkah lucu para hewan dalam film tersebut. Enggak hanya itu, film ini juga ngasih tahu kita bahwa sebuas-buasnya hewan, mereka juga butuh dikasihi. Soalnya, kebuasan hewan bergantung pada bagaimana kita, manusia, memperlakukannya.
Secara garis besar, film ini menarik untuk ditonton semua kalangan. Lo bisa nikmatin family time bersama keluarga lo atau gebetan lo bersama keluarganya dengan nonton film ini bareng-bareng. Apalagi, sekarang udah mau masuk musim liburan. Ferdinand cocok jadi daftar film akhir pekan yang siap tayang di bioskop Indonesia mulai 15 Desember 2017.