*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Cerita: 7 | Penokohan: 7 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 7 | Penyutradaraan: 7 | Nilai Akhir: 7,2/10
Enggak bisa dimungkiri, film bergenre thriller bisa bikin lo lupa bernapas gara-gara terhanyut adegan yang menegangkan sepanjang film. Bahkan, lo enggak bakal bisa duduk manis pas nonton. Begitulah yang bakal lo alami pas nonton film berjudul Death Wish ini.
Sinopsis: Dr. Paul Kersey (Bruce Willis) adalah seorang dokter bedah. Suatu ketika, sang istri dan anaknya diserang secara brutal oleh orang asing. Keterbatasan polisi dalam mengungkap kasus ini bikin Paul bertekad untuk membantai setiap pelaku kriminal yang dijumpainya, termasuk penjahat yang telah merenggut nyawa istinya. Dia pun dianggap sebagai malaikat pelindung bagi warga sekaligus malaikat pencabut nyawa bagi para penjahat.
Dalam cuplikan filmnya, Death Wish nampilin aksi Willis yang diawali dengan keharmonisan keluarga Kersey yang tiba-tiba berubah jadi bencana. Lalu, terlihat langkah apa yang harus dilakukan oleh Paul untuk membalaskan dendamnya. Dari sini aja udah jelas, film ini terbilang “keras” dan hanya untuk penonton dewasa.
Saking “kerasnya”, Death Wish hanya diperuntukkan bagi penonton berusia di atas 21 tahun. Pasalnya, cerita yang dibangun memang sederhana: seorang kepala keluarga yang bertugas melindungi keluarga. Namun, sepanjang film dihiasi dengan berbagai adegan aksi yang benar-benar ngeri dan sadis.
Bisa dibilang, film ini layaknya percampuran aksi Liam Neeson dalam Run All Night (2015) dan waralaba Saw yang sadis. Enggak ada sensor, kesadisan benar-benar disajikan secara close up. Yap, ini jadi salah satu faktor film ini hanya untuk dewasa.
FYI, Death Wish adalah film adaptasi dari novel yang berjudul sama karya Brian Gardfield pada 1972. Film ini juga merupakan hasil remake dari film garapan Michael Winner pada 1974 yang juga berjudul Death Wish dengan bintang utamanya, Charles Bronson sebagai Dr. Paul Kersey. Saking fenomenalnya, film ini dibuat ulang.
Dalam film ini, aksi Willis jelas sebagai vigilante alias seorang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri. Bukan hal yang baru bagi Willis dalam memerangi kejahatan. Di film-film sebelumnya, Willis jadi pemeran sangar yang biasa ngebunuh orang. Namun, dalam Death Wish, karakter yang diperanin Willis justru harus belajar caranya menjadi pemberantas kejahatan alias pencabut nyawa penjahat.
Dari totalitas aktingnya, lo jadi tahu sisi kebapakan dari Willis yang bikin hati lo tersentuh. Dia bisa jadi sosok orangtua yang dihormati. Di sisi lain, dia bisa jadi pembunuh sadis. Film ini juga bikin Willis layaknya man of the match lewat citranya sebagai jagoan.
Film ini juga dibintangi oleh Elisabeth Shue sebagai Joanna Kersey (istri Paul), Vincent D’Onofrio sebagai paman Frank, dan Camilla Morrone sebagai Jordan Kersey (anak Paul) yang cantiknya bisa bikin lo meleleh. Hadir pula Dean Norris sebagai Detektif Rains dan Kimberly Elise sebagai Detektif Jackson yang mampu menghadirkan sedikit komedi sebagai penyeimbang dalam film ini.
Tentunya, sosok jagoan enggak bakal berarti kalau enggak ada para villain yang bikin lo kesel sekaligus puas di akhir film. Beau Knapp pun tampil sebagai Knox, Jack Kesy sebagai The Fish, dan Ronnie Gene Blevins sebagai Joe. Keahlian mereka bertiga sebagai pemeran penjahat utama dalam adu kelahi dengan Willis juga jadi daya tarik film ini yang patut lo simak.
Adegan menegangkan enggak lengkap kalau tanpa didampingi efek suara. Ludwig Göransson sukses ngasih nada-nada menegangkan yang bikin lo makin depresi sepanjang film. Beberapa kali Göransson juga nampilin musik-musik yang asyik. Hal itulah yang bikin film ini jadi makin hidup dan bisa ngasih jeda buat lo buat napas dan rileks sebentar.
Yap, lo bakal lupa bernapas pas nonton film ini. Soalnya, visual dan sinematografinya yang nyata benar-benar nambah kesadisan adegan. Terlepas dari itu, Rogier Stoffers juga menyuguhkan visual kehangatan pada awal dan akhir film. Sedangkan, mayoritas adegan bernuansa kelam dan berkesan misterius.
Death Wish hasil remake ini merupakan garapan Eli Roth, bersama Joe Carnahan dan Brian Gardfield yang ngebantu bikin skenarionya. Meski film ini bergenre thriller, mereka juga menyisipkan unsur-unsur humor. Memang, sih, enggak banyak. Namun, ini cukuplah buat bikin lo enggak tegang-tegang amat.
Kiprah Roth dalam ngegarap film thriller memang udah enggak diragukan lagi. Meski enggak selalu sukses, Roth kayaknya enggak kapok bikin film thriller. Sebelumnya dia udah bikin waralaba Hostel, The Last Exorcism (2010 dan 2013), The Green Inferno (2013), dan 20 judul lainnya yang mayoritas film thriller. Karena Death Wish merupakan film remake, Roth berharap bisa mengungguli film thriller lainnya.
Film ini ngasih tahu perubahan dalam diri manusia yang sama sekali enggak terduga. Suatu kejadian yang mengundang trauma bisa membangkitkan sesuatu dalam diri manusia yang lama terpendam akibat keharmonisan yang dirasa selama ini terusik. Lo juga bisa tahu bahwa secuek-cueknya bokap, tetap aja dia bakalan murka kalau keluarganya diganggu.
Nah, kalau mau nonton film ini, lo bisa ajak teman yang sama-sama berusia di atas 21 tahun. Lo juga bisa nguji keberanian gebetan lo lewat film ini. Kira-kira, dia kuat atau enggak nonton film ini tanpa tutup mata. Film ini udah bisa lo tonton mulai 3 Maret 2018 di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia.