(REVIEW) Before We Vanish: Cara Unik Memahami Manusia

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 9 | Penokohan: 8 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 7 | Nilai Akhir: 8/10

Film tentang invasi alien mungkin kedengaran klise banget. Apalagi dengan banyaknya film-film Hollywood yang mengeksploitasi tema ini. Akan tetapi, sama kayak yang dilakuin Denis Villeneuve dalam Arrival, sutradara Kiyoshi Kurosawa (Creepy, Retribution) juga ngasih sentuhan yang beda dalam film garapannya, Before We Vanish. Film tentang invasi alien pun berubah jadi eksplorasi akan pemahaman manusia di tangan Kurosawa.

Before We Vanish berkisah tentang tiga alien yang mempersiapkan diri untuk memahami manusia sebelum memulai invasi ke Bumi. Mereka lalu menguasai tubuh manusia. Dari sinilah banyak hal aneh terjadi. Orang-orang diduga terserang virus yang menyerang otak karena sifat mereka berubah. Mereka yang terjangkit jadi enggak kayak diri mereka sendiri. Namun, berkat hal ini juga, seorang cowok yang tadinya antisosial bisa jadi suami yang baik buat istrinya.

Dibuka dengan menyoroti kehidupan normal di sebuah pemukiman di Jepang, Kurosawa langsung memainkan keahliannya mengubah mood sejak awal. Kegilaan khas Kurosawa enggak berubah meski Before We Vanish sejatinya adalah film drama dengan bumbu invasi alien di dalamnya. Akira Tachibana (Yuri Tsunematsu), alien pertama yang diketahui, bisa jalan dengan santai meski bajunya bersimbah darah di tengah jalan.

Lucunya, tingkah enggak wajar Akira sama sekali enggak menarik perhatian para pengendara mobil yang lewat. Ini jadi semacam satire buat nunjukin betapa orang-orang segitu enggak pedulinya sama keadaan di sekitarnya atau memang enggak mau terlibat sama hal yang menurut mereka nyusahin.

Via Istimewa

Kurosawa memang memainkan cukup banyak satire dalam plotnya. Pertama-tama, coba lo bayangin bagaimana ekspresi lo saat berhadapan sama orang enggak dikenal yang ngaku kalau dirinya adalah alien. Lo mungkin menganggap orang itu gila, tapi lo juga bakal ngerasa mungkin lo yang gila saat lo mulai percaya sama perkataan mereka. Nah, Sakurai (Hiroki Hasegawa) yang merupakan seorang jurnalis lepas awalnya menganggap pengakuan Amano (Mahiro Takasugi) sebagai sesuatu yang konyol. Akan tetapi, berbagai peristiwa yang dialaminya bikin dia percaya bahwa remaja di depannya itu adalah alien.

Sindiran terhadap pemerintah dan masyarakat juga ditunjukin melalui karakter Sakurai. Sakurai tentu enggak bisa tinggal diam saat mengetahui bahwa ada alien yang mencoba menginvasi Bumi. Dia tahu pemerintah Jepang juga enggak tinggal diam, tapi dia juga enggak bisa membocorkan rahasia kepada mereka. Saat itulah, dia justru dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah yang enggak mau masalah mereka diketahui ‘orang luar’.

Ditambah lagi, enggak ada satu pun orang yang percaya saat Sakurai mencoba ngeyakinin orang-orang bahwa Amano adalah alien dan sebentar lagi bakal ada serangan alien. Kepercayaannya terhadap umat manusia mulai tergerus. Akhirnya, Sakurai justru tanpa sadar jadi ngedukung rencana para alien itu.

Via Istimewa

Narumi Kase (Masami Nagasawa) juga bisa jadi contoh satire lainnya. Jepang memang dikenal dengan budaya kerjanya yang gila banget. Melalui film ini, Kurosawa nunjukin sindirannya terhadap tekanan kerja di Jepang, bahkan untuk seorang ilustrator lepas kayak Narumi. Untuk ilustrator yang pekerjaannya udah bagus pun, tekanan bisa datang karena sang bos ngerasa tersindir setelah Narumi menolak ‘perlakuan istimewa’ (yang sebetulnya merupakan pelecehan seksual) darinya.

Kurosawa juga ngasih gambaran yang unik mengenai berbagai konsep yang ada di otak manusia dan betapa memberatkannya hal itu buat manusia. Berbagai konsep yang ada ternyata bikin manusia jadi makhluk yang rumit dan sulit dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri. Saat konsep itu satu per satu dilepas, manusia bukan apa-apa, melainkan seonggok daging yang kosong. Beberapa orang tampak bahagia setelah kehilangan konsep tertentu dari otaknya. Namun, di sisi lain, mereka terlihat ganjil di tengah masyarakat ‘normal’.

 

Via Istimewa

Musiknya, meski enggak beragam, punya andil besar buat ngebangun kegilaan khas Kurosawa. Before We Vanish jadi film yang cukup jenaka dengan dark humor yang enggak maksa. Hal ini jadi padu berkat musiknya yang asyik banget di beberapa adegan yang cenderung sarkastis. Begitu juga sebaliknya. Saat cerita berfokus pada Narumi dan Shinji Kase (Ryuhei Matsuda) yang merupakan pasangan suami Istri, Yusuke Hayashi, sang komposer, berhasil bikin penonton baper.

Soal pengembangan karakter, pujian patut diberikan sama Ryuhei Matsuda yang udah sukses banget bawain karakter Shinji Kase versi alien yang bermuka datar dan tanpa emosi. Meski enggak niat ngelawak, tingkah laku Shinji yang tanpa emosi itu udah bikin film ini jadi karya yang menghibur. Selain itu, Nagasawa juga berhasil ngebangun image istri yang cinta banget sama suaminya. Bahkan, saat tahu suaminya selingkuh pun, dia tetap menerima apa adanya. Meski bukan film drama romantis, keberadaan karakter yang diperanin sama mereka berdua udah ngasih warna yang manis buat film ini.

FYI, Narumi nemuin suaminya tanpa ekspresi dan kelihatan kayak orang linglung. Meski tahu suaminya selingkuh dan bohong sama dia, dia tetap nerima suaminya. Shinji yang tubuhnya udah diambil alih oleh alien pun berusaha memahami siapa Shinji dan bagaimana hubungannya dengan Narumi. Meski merupakan “orang luar” dalam kehidupan Narumi, Shinji berusaha jadi seseorang yang ideal buat Narumi. Kurang bikin baper bagaimana lagi coba?

Via Istimewa

Before We Vanish sesungguhnya adalah sajian yang cukup sederhana dan menyenangkan untuk ditonton. Terlepas dari kenyataan bahwa film ini mengeksplorasi sifat dasar manusia, cara Kurosawa ngegarap ceritanya bikin film ini terasa ringan. Kurosawa dan Sachiko Tanaka berhasil bikin naskah film fiksi ilmiah ini jadi penuh makna. Sayangnya, alur yang cenderung lambat mungkin bikin film ini terkesan mengulur-ulur waktu. Meski begitu, Viki sendiri enggak ngerasa bosan selama 130 menit nonton film ini.

Yang jelas, film ini enggak bakal bikin lo mual dengan adegan alien yang makan manusia atau sejenisnya. Memang, sih, di awal film lo bakal lihat cukup banyak darah dan bikin film ini terkesan memang dibikin sama Kurosawa yang memang masternya film horror-thriller. Sebaliknya, lo bakal diajak memahami sifat dasar manusia dan apa yang paling mendasar di antara semuanya.

Via Istimewa

Sebelum tayang di Japanese Film Festival 2017, film ini udah ditayangin duluan dalam seksi Un Certain Regard saat Cannes Film Festival 2017. Before We Vanish memang bukan karya Kurosawa pertama yang ditayangin dalam seksi yang sama. Dua film lainnya yang berjudul Journey to the Shore (2015) dan Tokyo Sonata (2008) juga berhasil menarik perhatian pada acara yang sama. Makanya, enggak heran kalau film ini juga ngeraih banyak kritikan positif.

Before We Vanish adalah karya yang menyentuh dengan kisah yang enggak klise. Film ini juga ditutup dengan kesimpulan yang manis dan mengharukan. Kalau lo mau nonton film fiksi ilmiah yang beda, Before We Vanish wajib masuk daftar tontonan lo. Semoga aja film ini bisa dirilis resmi di Indonesia, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.