*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.
Buat lo yang pernah ketemu gebetan di perpustakaan, cerita selanjutnya pasti enggak jauh-jauh dari cari kesempatan buat mampir setiap hari ke sana. Kalau memang enggak suka baca buku pun, lo pasti bakalan cari-cari alasan datang ke perpustakaan buat ketemu dia. Terus, apa hubungnnya perpustakaan dengan film yang nyebut-nyebut organ tubuh manusia dalam judulnya ini?
Meski dari judulnya terdengar absurd dan mengerikan, film ini sama sekali enggak ngebahas soal anatomi tubuh manusia baik dalam konteks medis maupun horor, loh. Ceritanya justru seputar seorang guru yang mau resign, tapi terpaksa bantuin ngurusin pindahan perpustakaan di sekolah tempat dia bekerja. Niatnya cuma buat bantuin, eh, dia malah terjebak dalam nostalgia masa-masa SMA dulu di perpustakaan yang sama.
Silakan tebak-tebakan alur ceritanya cuma dari judul dan pengantar singkat di atas. Kalau memang sudah punya jawaban sendiri, yuk, lanjutin baca. Soalnya, ada berbagai alasan kenapa Let Me Eat Your Pancreas jadi film yang wajib lo tonton.
1. Ngangkat Kisah Lama Memang Paling Juara!
Film ini menceritakan Pak Guru Haruki Shiga (Shun Oguri) yang harus kembali ke dalam perpustakaan sekolah. Lo bakal dikenalin sama sosoknya pas dia masih jadi pengurus perpustakaan yang kuper. Sebuah kejadian memaksanya memutar ulang waktu saat dirinya masih menjadi siswa di sekolah tersebut. Bukan hanya kesehariannya di dalam perpustakaan, tapi juga tentang cewek yang selalu datang ke sana bernama Sakura Yamauchi (Minami Hanabe).
Sakura merupakan seorang cewek populer di sekolah yang selalu ceria, tapi menyimpan rahasia besar tentang hidup. Karena enggak mau bikin khawatir teman-temannya, dia berusaha menyembunyikan penyakit pankreasnya yang cukup serius. Cuma Haruki yang tahu penyakit Sakura secara enggak sengaja.
Waktu masih sama-sama jadi pengurus perpustakaan, Sakura sering nyindir Haruki soal penyakitnya. Sakura juga pernah bilang, dulu ada kepercayaan kalau penyakit di suatu organ tubuh bisa sembuh saat orang sakit makan bagian tubuh hewan yang sama. Biarpun sepertinya cuma bercanda, Sakura tampak serius dengan pernyataannya karena dia ingin hidup lebih lama apa pun caranya.
Meski sekelas, mereka hampir enggak pernah ngobrol. Namun, Sakura selalu ingin dekat dengan Haruki, bahkan mengajaknya berkencan. Sayangnya, segala cara yang dilakukan Sakura buat dekat sama Haruki enggak mengubah sikap dari Haruki yang biasa saja.
2. Alur Maju Mundur yang Enggak Musingin
Alur cerita di film ini memang dibuat maju mundur. Beberapa kali, lo akan melihat Haruki kembali ke masa mudanya lalu muncul lagi ke rutinitasnya beres-beres perpustakaan. Meski begitu, lo enggak perlu nonton terlalu serius karena alur kejadiannya dibuat dengan teratur. Enggak ada bagian yang loncat dari cerita Haruki dewasa tentang Haruki remaja.
Saat penyakit Sakura makin parah, lo mungkin udah curiga sama perubahan ceritanya. Haruki yang khawatir jadi makin sayang dan enggak mau Sakura pergi. Dia sampai rela ngajarin ketertinggalan pelajaran dengan datang setiap hari ke rumah sakit. Dari sini, Sakura bilang bahwa Haruki bisa jadi guru yang baik.
Haruki memang jadi guru yang baik. Nostalgia di perpustakaan ini bikin dia “terpaksa” ngobrolin masa lalunya. Nah, lo bisa lihat juga perubahan kepribadian muridnya ini selama dengerin curhat gurunya. Jalan ceritanya tetap sederhana karena di film ini memang enggak terlalu banyak konflik.
3. Tokoh Utama dengan Karakter Kuat dan Manis
Sebagai tokoh cewek yang sakit keras, Sakura punya karakterisasi positif yang bisa lo rasakan. Apalagi, setelah Sakura dibolehin keluar dari rumah sakit dan janjian ketemu sama Haruki. Semangat hidupnya memang tersampaikan lewat karakter ceria Sakura di film ini.
Sementara itu, Haruki remaja (Takumi Kitamura) juga konsisten banget sama karakter dinginnya, baik saat remaja maupun dewasa. Bagaimanapun, Sosok Haruki yang perhatian enggak bisa dimungkiri menambah kesan manis di film ini. Menjelang akhir cerita, lo juga bisa lihat perubahan karakter Haruki yang romantis.
Sayangnya, terlepas dari itu, cerita film ini cenderung lambat dan biasa saja. Dari segi latar, enggak ada daya tarik tempat atau ciri khas musik yang bikin lo bisa langsung ingat bagian cerita di film ini. Meski pada beberapa bagian film ini diambil latar pohon sakura, sinematografinya enggak cukup buat ngasih kesan yang “sakura banget”.
4. Akhir Cerita yang Enggak Ketebak
Melirik beberapa film yang bercerita tentang orang sakit, biasanya diakhiri dengan kesedihan karakter yang meninggal karena penyakitnya. Ya, silakan berekspektasi seperti itu. Namun, siap-siaplah terkejut pas lo nonton filmnya.
Film yang disutradari oleh Sho Tsukikawa (The 100th Love With You) dan naskahnya ditulis oleh Tomoko Yoshida (My Tomorrow, Your Yesterday) memang punya ciri khas yang pasti: mengundang air mata dengan cara yang tepat. Film ini seperti mau bilang, “Lo tahu lo akan nangis, tapi lo enggak tahu kapan dan karena apa.”
Rasa sayang Haruki enggak pernah sempat tersampaikan secara langsung. Ternyata, rasa sayangnya cuma bisa disampaikan dengan memenuhi permintaan-permintaan yang belum sempat diwujudkan bareng. Mulai dari profesinya sebagai seorang guru sampai memecahkan teka-teki yang baru ditemuin waktu beres-beres perpustakaan.
Ternyata, Sakura ninggalin surat di perpustakaan untuk sahabatnya, Kyoko. Lucunya, teka-teki ini lama banget ketebaknya. Dulu, Haruki sempat bersikeras menolak waktu dipaksa Sakura berteman dengan Kyoko. Akhirnya, pada suatu pertemuan, Haruki dan Kyoko berteman juga.
***
Film ini sebenarnya sudah dirilis pada Juli 2017 silam. Dua pemerannya, Minami Hanabe dan Takumi Kitamura, mengantongi banyak penghargaan karena film ini. Buat lo yang penasaran nonton filmnya, langsung aja datang ke Pekan Sinema Jepang 2018. Selain film Let Me Eat Your Pancreas, lo juga bisa lagi menyaksikan beberapa film berkualitas Negeri Sakura selama 7—16 Desember 2018 di bioskop CGV.
Nah, kalau sudah nonton, silakan lempar pendapat lo soal film ini di kolom komentar, ya!