*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film In the Heights yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Film In the Heights diadaptasi dari musikal Broadway berjudul sama karya Lin-Manuel Miranda. Sebelumnya Miranda juga menggarap pentas musikal teater Broadway Hamilton yang filmnya tayang pada 2020 di Disney+ Hotstar. Sementara itu, In the Heights disutradarai oleh Jon M. Chu yang sebelumnya populer berkat Crazy Rich Asian (2018).
Sinopsis In the Heights berkisah tentang Usnavi de la Vega dan saudara-saudaranya yang bertempat di kota New York, daerah bernama Washington Heights. Usnavi de la Vega adalah seorang pemilik Bodega (supermarket komunitas Latin) yang bermimpi untuk pulang ke Dominican Republic untuk mengejar mimpi ayahnya dan itu didukung oleh Abuela Claudia, sang nenek yang merawatnya sejak kecil.
Selain Usnavi, ada Vanessa, Nina, Kevin, dan Benny yang semuanya memiliki El Suenito atau impian kecil untuk keluar dari persepsi warga imigran yang kerap dinomorduakan. Film yang tayang di bioskop mulai 9 Juni 2021 ini menjadi sebuah surat cinta untuk New York dan penduduk Dominika-Amerika yang patut ditonton di layar besar. Bahkan, sejak artikel ini ditulis, Rotten Tomatoes melabeli “Fresh Certified” dengan skor 96%.
Bagaimana keseruannya? Simak review film In the Heights versi KINCIR di bawah ini!
Suguhan Sinematik untuk Mata, Telinga, dan Jiwa
Sejak awal, Usnavi mengarahkan kisah dan musiknya, termasuk segala bunyi-bunyian untuk menyampaikan impian dan beberapa karakter penting di sekitarnya. Dengan treatment mendongeng, film ini terasa imajinatif dengan kisah yang realistis.
Hari-hari Usnavi dan para tetangganya yang hangat menjadikan film musikal ini hadirkan kegembiraan dan penuh energi meski di sela-sela lirik mereka merasa terpinggirkan karena merupakan imigran di Amerika. Merujuk pada karya Lin-Manuel Miranda sebelumnya, Hamilton, 95 persen dialog disampaikan dalam lirik lagu yang cepat dan cerdas yang dibalut koreografi kinetik ala hip hop.
Jika Hamilton lebih menekankan perpolitikan Amerika, In the Heights lebih ringan, meski sama-sama hadirkan isu rasisme. Kisah Usnavi dan para tetangganya justru enggak seberat kisah Hamilton, karena unsur politiknya hanya jadi bumbu. Ini jadi kelebihan, karena tujuannya benar-benar jadi hiburan yang memanjakan mata, telinga, dan jiwa dengan hiruk-pikuk di Washington Heights. Cocok buat kamu yang ingin rehat sejenak dari tugas atau pekerjaan yang melelahkan jiwa dan pikiran.
Set Hingar-bingar Suasana Musim Panas
Salah satu indikator memanjakan mata adalah set-nya. Adegan di Bodega, di salon Daniela, di kereta bawah tanah, di kolam renang, di lantai dansa, hingga di taman berkumpul terasa artistiknya. Memang, enggak seartistik Hamilton yang set-nya di panggung Broadway, tapi In the Heights hadirkan tontonan realitas dari imajinasi kisah Broadway-nya.
Pakaian tipis dan minim ala musim panas, benda-benda warna cerah, es krim dan es serut Piragua yang terlihat menyegarkan dahaga, hingga bikini dan kuku warna-warni memeriahkan film ini. Maka tak heran jika Oscar 2022 nanti ada judul In the Heights dalam kategori nominasinya, seperti Music, Production Design, Costume Design, atau Makeup and Hairstyling.
Menariknya, ada beberapa adegan dengan latar yang mengingatkanmu pada Soul (2020), seperti jalanan di bawah jalur kereta layang, suasana subway, perempatan, hingga apartemen. Ada beberapa adegan yang bisa bikin kamu tak lepas dari layar, yakni ketika suasana fiesta di lantai dansa, pesta kembang api saat blackout, dan tarian Nina-Benny di balkon saat senja.
In the Heights menjadi musikal luar biasa yang menunjukkan keragaman, pluralisme, warisan budaya Washington Heights, dan berbagai komunitas yang ditemukan di sana. Dengan musik hip hop yang menarik dan representasi budaya yang inklusif, film ini tentu menyenangkan penonton. Enggak percaya? Kamu bisa nonton delapan menit awal film yang dirilis Warner Bros. di bawah ini.
Durasi 143 Menit yang Berpotensi Bikin Bosan
Film In the Heights memang memiliki durasi yang lebih panjang dari Hamilton, yakni 2 jam 23 menit. Lebih lama dari film pada umumnya, termasuk The Greatest Showman (2017) atau Mamma Mia! (2008) yang sama-sama musikal. Namun, film ini tetap terasa menyenangkan, karena musik hip hop serta ratusan dancer yang mengalun indah sepanjang film.
Meski begitu, film ini tetap berpotensi bikin bosan. Pertama, karena menceritakan impian-impian dari banyak karakter. Selain Usnavi, ada Nina, Vanessa, Daniela, Nenek Claudia, Sonny, hingga penjual Piragua. Satu sisi, hal ini memberikan perspektif beragam mengenai impian, tapi di sisi lain sosok Usnavi yang jadi pusatnya justru terdistraksi alias kurang bersinar, karena karakter lain yang sama kuatnya.
Akhirnya, film ini berjalan agak terlalu lama. Babak kedua terasa agak berlarut-larut dibandingkan babak pertama dan ketiga. Namun, terlepas dari hal itu, ada sesuatu yang benar-benar terpancar tentang semangat yang menggembirakan -yang sejujurnya adalah apa yang kita semua butuhkan saat ini.
Akting Bintang Amerika Latin yang Patut Diapresiasi
Film musikal ini memang enggak dimeriahkan oleh bintang-bintang Hollywood kelas A meski latarnya di New York. Sebaliknya, justru dibintangi oleh aktor-aktor Amerika Latin yang bersinar di teater, serial, atau film-film berbahasa Spanyol. Seperti, Usnavi yang diperankan oleh Anthony Ramos, sebelumnya dia bintangi film-film blockbuster, yakni A Star Is Born (2018), Godzilla: King of the Monsters (2019), Trolls World Tour (2020), dan Hamilton.
Anthony Ramos patut diacungi jempol sebagai protagonis yang selalu optimis meski agak cupu dan norak ketika PDKT. Beradu akting dengan Melissa Barrera sebagai Vanessa yang cukup bikin salah fokus, chemistry keduanya patut diapresiasi hingga akhir film.
Chemistry Leslie Grace sebagai Nina dan Corey Hawkins sebagai Benny pun menarik disimak. Apalagi, koreografi tarian keduanya di balkon saat senja, benar-benar romantis dan jadi salah satu adegan terbaik versi KINCIR.
Ada juga geng tante-tante salon, yakni Daniela (Daphne Rubin-Vega), Carla (Stephanie Beatriz), dan Cuca (Dascha Polanco) berhasil hadirkan komedi yang selalu mencairkan suasana dengan celotehan atau perilaku “bocor” mereka. Oh ya, selain akting dan set, ada satu hal yang bikin KINCIR terpukau, yakni sneakers berbagai model brand centang ternama yang dipakai para pemeran utama.
Sebagai informasi, Quiara Alegría Hudes, yang menulis buku musikal aslinya, juga menulis skenario film ini. Baik Hudes maupun Lin-Manuel Miranda (yang menulis musik dan lirik) keduanya berbakat. Sebelumnya, Hudes telah memenangkan Hadiah Pulitzer pada tahun 2012 untuk dramanya Water by the Spoonful dan Miranda pada 2016 untuk musikal Hamilton. Miranda juga menjadi pemeran pendukung film ini, yakni sebagai penjual Piragua.
Ada trivia menarik. Jadi, syuting In the Heights bertepatan dengan syuting untuk remake West Side Story karya Steven Spielberg. Lokasi syutingnya yang berdekatan dan membuat truk katering untuk kru film Spielberg masuk salah satu adegan film ini. Kemudian, ada juga momen Lin-Manuel Miranda yang mampir ke set West Side Story untuk menerjemahkan beberapa dialog dalam Bahasa Spanyol.
In the Heights jadi film blockbuster musim panas yang sempurna. Chu dan Miranda berhasil menerjemahkan perjalanan emosional yang menggembirakan dari panggung ke layar. Hasilnya, In the Heights jadi salah satu film paling bersemangat dan penting untuk ditonton tahun ini.
***
Kalau ditanya bagus mana dengan The Greatest Showman? KINCIR lebih memilih In the Heights, karena film ini secara set dan cerita terasa dekat. Bahagia itu bisa didapat dari kepedulian orang-orang sekitar, meski tak ada hubungan darah. Itu jadi hal yang langka, terlebih hidup dalam kelompok minoritas.
Kemudian, heartwarming-nya terasa relate. Seperti seorang nenek yang menjadi tetua sekaligus panutan kelompok, ada ibu-ibu gosip tapi sangat peduli, acara thanksgiving sebagai momen berkumpul bersama keluarga, dan sebagainya. Semua itu disatukan dengan benang merah bernama homesick. Usnavi yang rindu tanah kelahirannya, Nina yang merasa nyaman tinggal di Washington Heights sampai berniat stop kuliah, dan Vanessa yang kelewat nyaman justru ingin meraih impian di kota besar.
Seluruh soundtrack film ini bisa kamu dengarkan di platform streaming musik, seperti Spotify. Film ini memang akan tayang di situs streaming, tapi nonton di layar besar akan hadirkan pengalaman menarik, sebelum filmnya tergilas dengan kehadiran Fast & Furious 9 atau Hitman’s Wife’s Bodyguard.
Buat yang sudah nonton, bagikan pendapat kamu di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya!