Joker, sesosok supervillain legendaris yang enggak berhenti memukau kita. Tokoh yang satu ini boleh jadi jahat banget dan segala perbuatannya enggak termaafkan.
Beda sama Loki yang perilakunya masih sedikit bisa dimaklumi, atau seenggaknya, Ares dalam Wonder Woman (2017). Ya, Joker itu mengagumkan.
Segala kesintingan Joker itu filosofis dan kadang saking jahatnya, jadi menakjubkan. Nah, selain kejahatannya, ada satu hal yang unik dari Joker: senyumnya. Kita tahu bahwa tokoh ini terinspirasi dari sosok comic alias badut istana.
Namun kenapa, sih, Joker selalu tersenyum di setiap momen? Kenapa dia harus membubuhkan seringai tambahan hingga ke ujung pipi? Sebelum bahas kelainan Joker, KINCIR kasih tahu dulu, nih, latar belakangnya. Yuk, simak!
Masa Lalu Joker yang Kabur
Banyak versi sejarah tentang Joker. Dalam Detective Comics #168 (1951), Joker adalah penjahat yang jatuh ke dalam cairan kimia dan pada akhirnya membuat kulitnya jadi pucat dan senyumnya jadi aneh.
Versi lain juga mengatakan Joker gagal jadi comic, kemudian mencari cara buat menafkahi anak dan istrinya yang hamil. Dia pun terlibat dalam perampokan, mendapatkan peran red hood (orang yang diklaim sebagai dalang).
Dalam pengejaran, dia enggak sengaja jatuh ke dalam cairan kimia. Sebelumnya, dia juga mendapati bahwa istrinya meninggal dunia.
Ada pula kisah bahwa Joker dipaksa buat melakukan perampokan tersebut dengan istrinya yang dijadikan sandera.
Masa lalu Joker enggak jelas, karena dia digambarkan hobi banget berbohong. Bahkan, Joker pernah bilang bahwa dia lebih suka punya banyak masa lalu.
Hmm, sampai sini, kebayang ‘kan bahwa Joker mungkin punya suatu gangguan? Oh ya, soal gangguan apa yang menyerang Joker, tentu enggak bisa KINCIR klaim karena diagnosis seperti ini cuma bisa dilakukan para ahli seperti psikolog dan psikiater.
Namun, kalau mengingat seringai Joker, kayaknya relate banget sama gangguan PLC alias Pathological Laughter and Crying atau efek Pseudobulbar.
Joaquin Phoenix, pemeran Joker dalam film Joker (2019), menyatakan bahwa dia banyak melihat video pengidap PLC buat membantu perannya sebagai Joker. Maklum, Joker sering tertawa di waktu yang enggak tepat.
Pernyataan Phoenix ini enggak lantas menjadikan patokan bahwa Joker memang mengidap PLC. Disinyalir, pernyataan Phoenix bakal jadi masalah karena dianggap “menyinggung” penderitanya.
Nah, balik lagi ke masalah PLC, sebenernya gangguan macam apa ini? Memangnya ada, ya, di dunia nyata? Ada banget! Walaupun kasusnya cukup langka.
Jauh lebih langka dibandingkan gangguan kayak Borderline Personality Disorder atau bahkan Post-Traumatic Stress Disorder. Kenalan aja, yuk, sama gangguan yang satu ini. Siapa tahu, kalian bisa semakin memahami Joker.
Pathological Laughter and Crying, Tawa yang Sama Sekali Enggak Lucu
Pathological Laughter and Crying atau efek Pseudobulbar sebenarnya enggak cuma tentang tawa. Pengidap gangguan ini bisa ketawa dan menangis tiba-tiba, tanpa sebab dan di waktu yang enggak tepat.
Pengidap efek Pseudobulbar ini sebenernya mengalami emosi yang normal. Hanya saja, karena ada gangguan pada otak, respons mereka terhadap sesuatu itu berlebihan atau malah enggak tepat sama sekali.
Beberapa penyebab efek Pseudobulbar antara lain: Alzheimer, penyakit neurologis seperti ALS, Parkinson, dan trauma karena cedera.
Kalian pernah merasakan gatal yang amat sangat? Nah, kurang lebih, itulah yang dirasakan sama penderita PLC. Saat bertemu dengan pemicunya, penderita PLC ini merasa “gatal” dan merasa ingin tertawa ataupun menangis.
Pemicunya macam-macam, contohnya seperti kejadian mengagetkan, atau bahkan sekadar diskusi biasa. Ini sama seperti yang dialami oleh Paul Pugh dari Wales.
Usai diserang sama empat orang yang enggak dikenal di sebuah bar, tengkorak Paul retak dan ada penyumbatan pada bagian pembuluh darah. Dan ketika berdiskusi dengan orang lain, Paul pun sering ketawa sendiri tanpa sebab.
Keinginan tertawa ini enggak bisa dikontrol sama Paul. Padahal, kejiwaan Paul enggak bermasalah. Saat ketawa, dia sadar bahwa dirinya enggak seharusnya melakukan itu. Seolah, ada kekuatan dari dalam yang memaksa urat-urat di dekat bibir Paul buat melebar.
Dalam kasus lain, ada juga yang menangis secara otomatis, dan sama kayak tertawa, hal itu juga ganggu, karena membuat pengidapnya jadi kelihatan aneh.
Makanya, banyak pengidapnya yang mengisolasi diri dan mengalami gangguan dalam karier. Soalnya, menangis atau ketawa tanpa sebab akan membuat impresi orang buruk terhadap kalian, apalagi di saat-saat resmi seperti rapat atau pesta formal misalnya.
Lagipula, ketidakmampuan diri buat mengontrol tawa jelas bikin kita jadi stress dan pengin marah. Rasanya, sesuatu menganggu dari dalam diri kita, tetapi enggak bisa dikeluarkan dalam sekejap.
Penyembuhan Efek Pseudobulbar
Setelah mengidap penyakit ini, enggak segampang itu buat mereka jadi sembuh, tetapi bukan berarti enggak ada harapan.
Pengidap PLC bisa, kok, disembuhkan. Caranya adalah dengan terapi dari dokter usai konsultasi, dan pemberian obat-obatan.
Awalnya, antidepresan dipakai buat menyembuhkan PLC. Namun, enggak selamanya hal itu efektif. Soalnya, gangguan pada penderita ini kan bukan jiwa, melainkan pada syaraf.
Makanya, pada 2010, penggunaan Nuedexta diperbolehkan oleh FDA. Sejauh ini, Nuedexta mampu mengurangi gejala PLC dan membantu penderita dalam mengontrol hal itu.
Selain terapi dan obat-obatan, para penderita dianjurkan buat tenang dan jujur sama orang terdekat. Setelah episode tertawa dan nangis yang ganggu, mereka dianjurkan buat narik napas, minum air putih, pokoknya melakukan apapun yang membuat mereka jadi lebih rileks.
Ketika berada di tempat umum, penderita ini dianjurkan buat menepi saat "kambuh", tentu supaya enggak menimbulkan kesalahpahaman.
Jadi, apakah Joker cuma mengidap PLC?
Sekali lagi, masalah Joker enggak cuma masalah saraf. Joker bahkan bisa didiagnosis dengan gangguan jiwa yang parah. Soalnya, penderita PLC cuma enggak bisa mengontrol saraf buat enggak tertawa atau menangis. Di dalam hati, mereka tetep tahu mana yang sebaiknya dilakukan, mana yang dihindari karena merugikan.
Sementara itu, kita tahu bener bahwa Joker bahkan bisa ketawa bahkan dari dalam pikirannya pada kondisi-kondisi mengerikan. Ya, Joaquin Phoenix memang menyinggung penyakit PLC, tetapi sebagai bentuk latihan dia buat jadi Joker.
Intinya, badut gondrong ini punya kepribadian kompleks, dan PLC mungkin penyakit yang cuma bisa merepresentasikan aksi fisik Joker, tetapi bukan "jiwanya".
***
Kalau menurut kalian, Joker kira-kira mengidap apa, ya, sampai bisa jadi penjahat yang terlalu gila kayak begini?