Napak tilas berbagai film komedi dari dulu hingga sekarang membuat kita bisa melihat bagaimana sistem sensor di Indonesia turut berevolusi. Pada awal 2000-an, stasiun TV juga masih berani menayangkan film-film warkop DKI tanpa adanya sensor pada adegan vulgar. Ditambah lagi, penayangan filmnya selalu dilakukan pada siang hari pada masa itu.
Tak hanya film, tingginya minat masyarakat terhadap komedi bikin stasiun tv membuat program komedi dengan menggandeng grup lawak Indonesia. Tujuannya agar pertunjukkan komedi terasa lebih dekat dan bisa lebih sering dinikmati para penontonnya.
Aneka Ria Srimulat (1995-2003) dan Ketoprak Humor meramaikan pertelevisian Indonesia. Sebenarnya kebanyakan anggota Ketoprak Humor adalah mantan Srimulat. Soalnya, Timbul yang berinisiasi mendirikan Yayasan Paguyuban Kesenian Samiaji dan salah satu produknya adalah Ketoprak Humor tersebut.
Masyarakat yang menggandrungi program televisi di tahun 2000an bikin program komedi dan sitkom semakin banyak bermunculan. Warkop DKI pun enggak mau kalah, dengan membuat sinetron komedi di bawah naungan Soraya Intercine Films yang ditayangkan di Indosiar (1995-1998)
Serial ini menampilkan Warkop bersama Karina Suwandi yang berperan sebagai istri Indro dan Roweina Umboh yang berperan sebagai istri Kasion. Dono berperan sebagai kakak dari Karina Suwandi sekaligus iparnya Indro.
Sayang, ditengah episode, Kasino jatuh sakit dan hanya muncul di beberapa episode. Ia harus tampil menggunakan rambut palsu untuk menutupi kebotakan rambutnya yang permanen pasca operasi karena kanker otak.
Sepeninggal Kasino, sinetron tetap berlanjut dengan menyisakan Dono & Indro yang kemudian judulnya berubah menjadi Warkop Millenium. Pada 2001, Dono meninggal dan Warkop DKI pun hanya tersisa Indro saja.
Komedi segar ala Extravaganza
Mei 2004, konsep baru program tv bergenre komedi muncul. Terinspirasi dari Saturday Night Live, Extravaganza mencuri perhatian publik. Wajah baru bermunculan dan bikin komedi di Indonesia semakin segar.
Program yang dimainkan Tora Sudiro, Indra Birowo, Tike Priatnakusumah, Ronal Surapradja, Virnie Ismail, Rony Dozer, dan Aming ini adalah acara sketsa komedi yang menampilkan berbagai cerita seru. Mereka bisa memainkan lakon yang menceritakan keseharian, plesetan film atau program tv lain, hingga legenda masa lampau. Komedi yang disampaikan Extravaganza terasa lebih relate sehingga banyak diminati para penonton yang haus hiburan.
Salah satu karakter yang mencuri perhatian adalah Aming. Dari peran Aming dalam Extravaganza kita jadi paham bahwa formula menghadirkan karakter lelaki kemayu jadi salah satu kunci sukses berkomedi, sama seperti pendahulunya; Tessy dan Ade Juwita (Lenong Rumpi).
Dalam perannya, Aming bisa lebih fleksibel dan selalu tampil ‘wah’. Dari cosplay jadi Madonna, suster dengan make up heboh, sampai sosok dukun beranak dengan riasan wajah menyeramkan; semua dilibas habis oleh Aming.
Kehadiran sosok laki-laki kemayu di dalam grup lawak akan selalu jadi perhatian. Setelah Aming ada pula Alm. Olga. Karakter ini bisa bikin proses berkomedi seakan jadi lebih mudah karena sudah ada bahan lawakan di depan mata.
Sayangnya, format komedi khas Extravaganza ini harus berhadapan dengan KPI. Pada tahun 2009, tayangan komedi Extravaganza masuk ke dalam empat tayangan televisi di Indonesia yang dianggap bermasalah dan mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Saat itu, Extravaganza dianggap memiliki frekuensi paling tinggi dalam menonjolkan adegan berbau vulgar, seks, pelecehan, dan kekerasan. Analisa ini dilakukan pada 10 tayangan yang dianggap bermasalah hasil preliminary analysis.
Tidak adanya pengklasifikasian acara dan penggolongan program siaran berdasarkan usia juga memperburuk keadaan. Dasar hukum yang dijadikan rujukan KPI yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran maupun Standar Program Siaran 2007. Salah satunya yakni Pasal 36 Ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2002 yang berbunyi isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Mau tidak mau, format komedi Indonesia harus bertransisi hingga akhirnya hadir lebih “lembut” ke masyarakat. Kehadiran Opera Van Java (OVJ) pada 2008 jadi bukti transisi paling jelas. Kita sudah tidak lagi melihat perempuan berpakaian minim yang jadi bahan godaan laki-laki.
OVJ, padukan budaya, slapstick, dan komedi di luar script
Parto CS menggunakan komedi penuh improvisasi berbalut musik tradisional yang dimainkan para wayang orang –sebutan untuk para pemain OVJ. Sontak, penghargaan Panasonic Awards tahun 2010 dan 2011 untuk kategori Komedi/Humor Tervaforit aman di tangan Opera Van Java.
OVJ meberikan komedi yang menarik tanpa menghilangkan unsur kebudayaan khas Indonesia. Dalang yang bertutur dan sinden yang melantunkan lagu-lagu indah bikin pesona OVJ terasa unik. Sule, Andre Taulany, Azis Gagap, Alm. Olga Syahputra, dan Nunung jadi kunci untuk mengocok perut para penonton.
Bukan tanpa alasan kalau Nunung kemudian jadi orang kunci. Menurutnya, tak begitu sulit untuk beradaptasi karena OVJ mengambil Srimulat sebagai referensinya. Salah satu yang spesial dari lawakan OVJ adalah gaya komedi yang mengalir.
“Mengalir dengan sendirinya sih, aku merasanya, kebetulan juga aku sama teman di OVJ lawakanya nyambung karena mereka juga refrensinya srimulat. Yang membedakan hanya lawan main aja mereka lebih muda dan dari srimulat aku paling muda,” kata Nunung ketika dihubungi KINCIR.
Bayangkan, ketika melakoni sebuah kisah urban Indonesia kamu tiba-tiba dihadirkan aksi becandaan Nunung yang tak bisa menahan kencingnya. Enggak berapa lama, kamu bisa menyaksikan Sule dan kawan-kawan mengerjai Alm. Olga untuk didorong ke properti yang sudah di-set seringkih mungkin. Menurut Nunung, justru adegan di luar naskah jadi kekuatan OVJ.
“Di OVJ selalu di-brief ada script juga, tapi jika sudah di stage mengalir dengan sendirinya dan kadang tidak sesuai script. Malah itulah ciri khas OVJ jadinya,” kenang Nunung.
Alhasil, bercandaan mereka banyak ditiru. Kehadiran Opera Van Java jadi parameter yang akhirnya menular ke acara lain seperti Facebooker, Yuk Kita Sahur, bahkan sampai acara musik Dahsyat.
Manuver yang dilakukan oleh OVJ di industri hiburan bertahan cukup lama. Lawakan khas dengan memainkan momentum sampai improvisasi di luar nalar akan selalu jadi kenangan yang mungkin masih menempel di kepala generasi pengikut setianya. Hingga akhirnya pengaruh barat datang dan merombak “sistem” lawak di Tanah Air.