Lupakan sejenak Dilan-Milea, Galih-Ratna, atau Rangga-Cinta. Soalnya, ada satu lagi pasangan yang juga legendaris dalam ranah layar lebar Indonesia. Yap, siapa lagi kalau bukan Adit-Tita? Mereka adalah tokoh utama dari film superlaris Eiffel I'm in Love (2003) yang diangkat dari novel berjudul sama karya Rachmania Arunita. Saking larisnya film itu, sampai-sampai dibikinlah Eiffel I'm in Love versi extended alias film dengan versi adegan lengkap enggak lama setelah versi regulernya dirilis. Jadi, bisa lo bayangin betapa fenomenalnya film ini, dong?
Lo tentunya enggak akan lupa sama romantika antara Tita dan Adit yang menggemaskan. Nah, buat lo yang kangen sama kisah cinta keduanya, Eiffel I'm in Love 2 yang baru aja dirilis bakal jadi ajang nostalgia. Selain ngelihat Shandy Aulia dan Samuel Rizal yang entah kenapa kayak enggak bisa tua, lo juga bisa memanjakan mata lo dengan keindahan sinematografi Paris yang ngedukung romantika percintaan mereka.
Di film ini, Tita mulai gelisah karena setelah 12 tahun LDR-an, Adit enggak kunjung ngelamar dia. Tita udah jadi wanita dewasa yang berkarier sebagai dokter hewan, sedangkan Adit jadi arsitek di Perancis. Terlepas dari apa pun ending yang disajikan, lo pasti pengen Adit dan Tita menikah lalu hidup bahagia di Paris. Lo pun ngebayangin betapa enaknya membangun rumah tangga di Paris: pagi-pagi belanja di pasar swalayan yang edgy dan nyeni banget, jalan-jalan ngelewatin gedung-gedung berarsitektur Gotik, dan tidur di rumah bergaya Eropa di Rue 16e alias Menteng-nya Perancis.
Benarkah hal menyenangkan itu bakal terjadi hingga akhir hayat mereka? Benarkah hidup bakal tanpa masalah kalau lo tinggal di kota paling bercahaya di dunia bersama arsitek cuek tapi romantis? Nah, bagaimana kalau kita telaah aja, kira-kira, bakal kayak apa, sih, kehidupan pernikahan Adit dan Tita setelah keduanya berbulan madu keliling dunia? Apakah masih seindah kencan pertama mereka di dekat Menara Eiffel?
1. Sifat yang Bertolak Belakang Bisa Jadi Sumber Perkara
Harus diakui bahwa 12 tahun yang berlalu enggak bisa ngubah sifat Tita yang lugu dan sedikit manja. Hal ini sering kali bikin Adit kesal, apalagi Adit adalah cowok yang sumbu pendek alias mudah emosi. Tentunya, lo enggak akan lupa sama adegan saat Tita nanya apa arti perkataan Adit dalam bahasa Perancis dan Adit ngejawab dengan nada jutek, "Gua lapar!"
Dalam dunia pernikahan, dua sifat yang bertolak belakang ini jelas enggak bisa disepelekan. Pasalnya, mereka bakalan sering ribut karena cara yang berbeda dalam menangani masalah. Padahal, masalah suami adalah masalah istri. Begitu pun sebaliknya. Pernikahan bikin lo jadi kayak “paket hemat” bersama pasangan lo.
Mereka bisa aja berantem hebat buat urusan sepele. Misalnya ngomongin menu makan malam hari ini bisa jadi debat kusir tak berkesudahan. Makanya, keadaan bisa makin runyam ketika mereka dihadapkan dengan permasalahan yang lebih rumit. Contohnya pas nanti mereka punya anak. Kejadian saat berantem ngedebatin mau nonton Chicken Run atau Asterix dalam film pertama bakal terjadi lagi dan makin parah setelah menikah.
2. Realita Memupus Romantika
Harus kita akui bahwa selain orangtua yang terlalu protektif, hidup Tita adalah hidup yang sempurna. Tita enggak cuma punya dua sahabat yang siap bergosip dan menampung curhatnya kapan aja, tapi juga orangtua yang masih lengkap dan kaya, rumah minimalis yang mewah, dan sosok kakak yang baik. Lo bisa lihat kondisi sosio-ekonomi keluarga Tita yang berada di kelas A dengan ngelihat cara mereka berlibur di Paris.
Adit pun kelihatannya udah cukup mapan di Perancis. Sebagai seorang arsitek, pastilah dia punya gaji yang cukup buat bisa ngebayarin listrik di rumah peninggalan bapaknya atau makan layak setiap hari. Coba aja ditambah sama gaji Tita misalkan dia akhirnya bekerja jadi dokter hewan di Perancis. Mereka enggak perlu mencicipi pahitnya kehidupan imigran Perancis di banlieue alias rumah susun pinggiran.
Nah, bukan hal yang mudah buat Tita kalau dia akhirnya kerja di Paris. Anggap aja dia berhasil punya izin praktik dokter hewan di Perancis, entah dari kenalan Adit atau koneksi bapaknya. Kalau dihitung-hitung dari Salary Expert, gaji Tita sebagai entry-level alias pemula kira kira 45.373 euro per tahun atau sekitar Rp725juta. Sedangkan, gaji Adit sebagai arsitek, menurut Payscale, sekitar 48.000 hingga 101.250 euro atau Rp768 juta sampai Rp1,6 miliar per tahun. Di Indonesia, sih, gaji segitu udah terbilang fantastis dan cukup buat hidup enak serta mencicil rumah di tengah kota. Lah, kalau di Paris?
Menurut Expatica, gaji minimum di Perancis per 2017 adalah 1.478 euro per bulan. Per tahunnya, lo bakal mendapatkan 17.844 euro atau sekitar Rp285 juta per tahun. Artinya, gaji Tita dan Adit, kalau digabung, sama kayak orang berpenghasilan Rp7 jutaan dan Rp15 jutaan di Jakarta. Memang, sih, mereka bisa hidup layak. Namun, susah buat mereka mencicil rumah di tengah kota. Apalagi kalau udah punya anak dan harus membayar pengasuh anak atau asisten rumah tangga.
Inget sama adegan saat Tita dan Adit makan malam di restoran supermewah di dekat Menara Eiffel? Dengan gaji segitu, mereka enggak akan bisa sering-sering makan di tempat semewah itu. Saat lagi kesal, Tita yang berpotensi manja ini bisa aja berpikir kenapa Adit enggak seromantis dulu? Padahal, Adit bukannya enggak romantis, tapi lagi ngirit karena mereka bakal punya anak. Memang, sih, sekolah negeri di Perancis itu gratis, tapi kebutuhan anak bukan cuma sekolah. Buku dan papan tulis jelas enggak bisa dimakan atau ditukar dengan paket data.
3. Gegar Budaya di Paris
Paris memang tempat yang asyik banget. Namun, tinggal di sana bukan berarti enggak ada masalah menggerogoti. Apalagi buat orang yang apa adanya kayak Tita. Saking lugunya dia, kita sampai pengen getok-getok kepala sendiri. Dilansir Telegraph, karakter penduduk Paris memang agak dingin, beda banget sama di Jakarta. Mereka pasti bakal emosi jiwa pas ngobrol sama Tita.
Tita yang masih kebingungan beradaptasi sama dunia nyata di Paris pun menyadari bahwa dua sahabatnya, Uni dan Nanda, enggak ada di sana. Kemungkinan besar, sulit buat dia nemuin sosok teman yang sesolid dan seasyik mereka. Hal ini belum lagi ditambah dengan sulitnya belajar bahasa Perancis. Adit yang udah capek sama tekanan pekerjaan ngerasa bahwa Tita enggak berkembang dan akhirnya marah-marah lagi pakai bahasa Perancis. Akhirnya, mereka pun berlanjut ke fase berikutnya.
4. Drama Rumah Tangga ala Sinetron
Dari awal ketemu aja, mereka udah gengsi-gengsian dan penuh drama, terutama dari sisi Adit. Awalnya, dia ngaku bahwa dia dan Tita dijodohin, lalu nyewa mantannya buat jadi pacar bohongan, sampai pura-pura jadi pacar Uni, teman Tita. Ribet, ‘kan? Padahal, hal itu dia lakukan cuma biar Tita jadi pacarnya. Itu aja.
Tita sendiri orangnya lugas. Namun, dia cenderung labil dan sering bingung nafsirin apa yang dia mau. Apakah dia mau balikan sama Ergi, mantan pacarnya yang selingkuh, atau memilih Adit? Apakah dia yakin sama Adit atau pengen cari pacar lain karena Adit dingin dan cuek? Semua keinginannya yang kontradiktif bercampur jadi satu dan pada akhirnya cuma bikin dia bingung.
Saat dua pikiran itu disatukan dalam sebuah bahtera bernama rumah tangga, yang terjadi adalah kegagalan komunikasi. Udah jadi rahasia umum bahwa komunikasi yang gagal bisa berujung pada kegagalan pernikahan. Kesalahpahaman antara mereka berdua bukannya dilurusin malah jadi semakin rumit.
Misalnya, nih, Tita ngira Adit pulang malam karena selingkuh. Padahal, Adit lembur karena ditekan sama bosnya. Tita marah-marah sendiri dan minta cerai. Bukannya ngejelasin apa yang sebenarnya terjadi, bisa aja Adit malah bilang ke Tita bahwa sebenarnya dia dijodohin sama rekan kerjanya. Tita yang kesal dan kesepian pun nge-chat Ergi, dari yang awalnya bernostalgia, eh, malah numbuhin benih-benih cinta yang sebenarnya udah layu.
5. Pelarian Cinta
Ngerasa bahwa hubungan mereka berdua mendingin dan udah enggak ada chemistry lagi (ditambah dengan kebosanan yang melanda karena udah bersama selama 12 tahun sebelum menikah), plus kesibukan masing-masing, akhirnya mereka dekat sama orang lain. Mungkin Adit dengan rekan kerjanya sesama arsitek, Tita dengan majikan hewan-hewan yang jadi pasiennya. Atau, sama orang yang ditemui pas acara 17-an di KBRI Perancis.
Perkara orang ketiga ini sebetulnya ada di Eiffel I'm in Love 2. Jarak Jakarta—Paris jelas enggak dekat dan tiket perjalanan antara dua kota itu jelas enggak semurah ojek Tanah Abang—Monas. Bahkan, pelaku LDR beda kota di Indonesia aja bisa jenuh, bagaimana yang LDR dipisahkan oleh samudera, benua, pegunungan, dan perbedaan waktu?
Komitmen yang kurang kuat antara mereka berdua dan kelabilan hati ini bisa aja masih ada saat mereka menikah. Hmm, jangan lo harapkan pasangan lo bisa ninggalin kebiasaan dan sifat buruknya setelah menikah. Yang ada justru, kebiasaan itu makin menjadi-jadi atau diulangin lagi dalam kondisi yang terdesak.
Tiap orang memang punya kebiasaan buruk. Namun, penting banget buat lo memahami bahwa supaya pernikahan lo langgeng, pastikan sifat dan kebiasaan buruk pasangan lo itu enggak mengganggu nilai-nilai yang lo anut alias masih bisa lo toleransi. Begitu pula sebaliknya. Kalau mau dingertiin, coba yakinin diri sendiri, apakah lo udah benar-benar ngertiin pasangan?
***
Kisah cinta Tita dan Adit memang terlihat indah, apalagi ditambah dengan latar Paris sebagai kota yang berseni tinggi dan dikenal romantis. Namun, kisah ini lebih cocok buat sekadar dinikmati di gedung bioskop, enggak bisa dijadiin patokan buat hubungan nyata. Soalnya, pernikahan itu berat dan bukan perkara dilamar di depan Menara Eiffel pakai cincin bunga semata!