Bisa dibilang, 2017 adalah tahun gemilang buat film Indonesia. Kemajuan ini bukan cuma karena film-film yang berkualitas dengan tema yang beragam, minat masyarakat Indonesia buat menonton film-film asli Indonesia yang semakin tinggi juga punya pengaruh besar. Bahkan, ada beberapa film yang berhasil menembus angka jutaan dalam perolehan jumlah penonton.
Nah, dilihat dari tingginya minat dan atensi masyarakat pada film-film Indonesia, sebenarnya film-film apa aja, sih, yang paling fenomenal dan memorable selama 2017? Semuanya bakal Viki kompilasikan ke dalam daftar berikut ini.
1. Night Bus
Satu hal yang harus lo perhatikan saat membahas film-film Indonesia adalah, bagus jeleknya sebuah film enggak selalu ditentuin sama jumlah penonton. Bisa aja ada film yang enggak laku, padahal sebenarnya film tersebut bagus dari segi kualitas. Begitupun sebaliknya.
Hal ini berlaku dengan film Night Bus. Dibanding film-film keren Indonesia lainnya, jumlah penontonnya enggak sampai jutaan. Selain karena enggak tayang di semua bioskop dan menyasar festival berskala internasional, film ini juga punya tema cerita yang cenderung jarang dipakai di Indonesia.
Night Bus berkisah tentang sebuah bus bernama Babad yang membawa para penumpang menuju kota fiktif Sampar. Lantaran adanya gerakan separatis Sampar Merdeka, perjalanan 12 jam yang dilalui oleh bus tersebut sangatlah mencekam dan penuh dengan teror.
Selain cerita yang padat dan juga akting pemain yang ciamik, film ini juga penuh dengan kejutan seiring cerita berjalan. Lo enggak akan tahu siapa yang bakalan hidup, siapa yang mati, apa yang akan mereka temui di akhir cerita, dan siapa yang sebenernya bersalah dalam gerakan separatis ini. Hal ini juga diperkuat sama efek visual yang tergolong bagus untuk sebuah film thriller.
Jadi, jangan heran kalau film ini memenangkan Piala Citra 2017 dan mengalahkan pesaing terberatnya, sebut saja Pengabdi Setan. Sebab, film ini memang sebagus pencapaiannya.
2. Warkop DKI Reborn Part 2
Melalui Warkop DKI Reborn, Abimana Aryasatya, Vino Bastian, dan juga Tora Sudiro mencoba untuk menghidupkan kembali “semangat juang” alm. Dono, alm. Kasino, dan Indro, yang enggak pernah kehabisan akal untuk membuat masyarakat Indonesia tertawa. Hasilnya, perjuangan keras ketiga aktor beserta sutradara Anggy Umbara terbukti membuahkan hasil. Film pertama Warkop DKI Reborn menjadi film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah (6,8 juta penonton).
Sayangnya, Warkop DKI Reborn enggak luput dari “kutukan” sekuel. Gaung Warkop DKI Reborn Part 2 enggak seheboh film pertamanya. Penonton pun juga menganggap film keduanya enggak sebagus yang pertama. Banyak juga yang beranggapan kalau film pertama terbantu dengan rasa rindu penggemar Warkop DKI yang udah lama enggak melihat aksi Dono, Kasino, Indro.
Meski begitu, tetap saja film ini enggak bisa dibilang jelek secara performa. Sihir Warkop DKI terbukti masih kuat dengan raihan jumlah penonton sebanyak 4 juta orang.
Warkop DKI Jangkrik Boss Part 2 sendiri bercerita tentang petualangan Dono, Kasino, dan Indro yang mencari harta karun untuk membayar utang mereka yang berjumlah milliaran karena merusak sebuah lukisan. Ide ceritanya sendiri menarik dan penuh kejutan. Buat lo yang lagi jenuh, film ini cukup menyenangkan sebagai tontonan ringan dengan unsur humornya yang bisa diterima semua kalangan.
3. Sweet 20
Bukti kemajuan dunia perfilman Indonesia bukan cuma diukur dari jumlah penontonnya aja, Semakin banyaknya filmmaker luar yang bekerjasama dengan filmmaker lokal juga nunjukkin kalau persinemaan kita patut diperhitungkan. Selain kerjasama antara Fox International dalam film Wiro Sableng 212, sebelum itu ternyata udah ada film Indonesia yang udah bekerjasama dengan pihak luar, yaitu Sweet 20.
Film ini sendiri adalah hasil kerjasama dengan CJ Entertainment Korea yang terkenal dengan film-film kerennya. Dari segi cerita, Sweet 20 sebetulnya merupakan adaptasi dari film Korea berjudul Miss Granny. Namun, bukan berarti film ini jadi enggak asyik, ya.
Sweet 20 bercerita tentang seorang nenek bernama Fatmawati yang merasa kesal karena anak semata wayangnya yang mau masukin dia ke Panti Jompo. Dia pun berjalan tanpa arah dan kemudian masuk ke sebuah studio foto misterius. Setelah keluar dari sana, sebuah keajaiban pun terjadi. Dia jadi muda lagi! Wajah mudanya membuat nenek Fatmawati memulai petualangan baru di hidupnya yang berwarna dan juga penuh drama ala anak muda. Hal ini membuat Nenek Fatmawati menyadari kalau jadi muda enggak selamanya enak.
Anyway, Tatjana Saphira benar-benar bisa membuat kita percaya kalau dia adalah nenek-nenek dalam tubuh seorang perempuan muda. Bahkan menurut Viki, versi Indonesia ini jauh lebih asyik daripada versi Korea, berkat cerita yang dipoles dengan lebih manis, dan akting para aktor/aktris kawakan Indonesia.
4. Pengabdi Setan
Butuh waktu sekitar 10 tahun bagi Joko Anwar mendapatkan izin untuk membuat kembali film Pengabdi Setan yang fenomenal pada 1980. Ketika akhirnya kesempatan itu datang, Joko Anwar enggak menyia-nyiakannya, dan hal itu kentara banget di film Pengabdi Setan yang didaurulang olehnya.
Film yang bercerita tentang "kembalinya" sang ibu setelah sakit dan meninggal dunia ini memang parah banget horornya. Salut dengan latar tempat yang sunyi, dan tentunya akting Ayu Laksmi sebagai ibu yang sukses bikin kita trauma sama cewek berambut panjang. Belum lagi soundtrack "Kelam Malam" yang nadanya bikin kita merasa diikuti makhluk halus.
Yang bikin film ini fenomenal dan memorable di mata moviegoers Indonesia bukanlah karena jumlah penontonnya atau semata karena horornya saja. Joko Anwar membuat Pengabdi Setan menjadi patokan bagaimana sebuah film horor yang berkualitas itu dibuat. Artinya, standar film horor di Indonesia pun jadi naik gara-gara film ini.
Kabarnya sih, Joko Anwar bakalan bikin sekuel dari film ini, dan sekuelnya akan lebih menyamai Pengabdi Setan tahun 1980.
5. Posesif
Harus diakui, genre drama romansa menjadi salah satu genre yang paling digemari penonton Indonesia selain horor. Hal itu bisa lo buktikan sendiri dengan banyaknya film-film drama romansa yang lo temukan di bioskop. Nah, Posesif bisa dibilang menjadi breakthrough film-film romansa Indonesia. Soalnya, Posesif merupakan film romansa yang enggak biasa dan enggak bakal lo temukan di film-film sejenis sebelumnya.
Nuansa poster film biasanya ngegambarin tema apa yang ada di dalam filmnya. Nah, kalau lo melihat poster Posesif, lo pasti mengira kalau film ini enggak beda dari film cinta anak SMU pada umumnya. Salah satu cirinya bisa lo lihat pada penggunaan warna cukup cerah, serta penggambaran dua tokoh yang diperankan Putri Marino dan Adipati Dolkien, yang terlihat seperti sedang dimabuk asmara.
Sebenarnya, sih, keduanya diceritakan memang dimabuk asmara. Akan tetapi, cerita cinta mereka berdua ternyata enggak semanis seperti yang diperlihatkan di poster. Film ini bukan sekadar tentang jalan-jalan di akhir minggu pakai mobil, dan berantem karena masalah remeh di dekat ring basket sekolahan. Posesif adalah tentang Yudhis yang Posesif dan Lala yang terkena "White Knight Syndrome". Kecemburuan Yudhis sudah sangat kompleks dan bener-bener harus ditangani dengan serius, apalagi dengan latar belakang keluarga yang enggak harmonis.
Sementara itu, Lala selalu membohongi dirinya sendiri, menganggap segala "hukuman" Yudhis layak dia dapatkan, dan menganggap kalau Yudhis itu sebenarnya baik, cuma dia khilaf aja. Isu yang ditampilkan dalam film ini memang rumit, bahkan bisa banget kalau mau dikaji pakai teori kejiwaan dan psikologi. Keunikan inilah yang bikin Posesif menyabet banyak nominasi dari Festival Film Indonesia 2017.
6. Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak
Belum usai dengan Posesif yang mengejutkan, ada lagi film karya sineas lokal yang bikin masyarakat Indonesia patut bangga di akhir 2017, yaitu Marlina. Film yang mengambil latar tempat di Sumba, Nusa Tenggara Timur ini berkisah tentang Marlina, seorang janda yang membunuh para lelaki yang masuk ke rumahnya, untuk mengambil ternak dan mencoba memperkosa dia. Dia pun meracuni para lelaki itu dan memenggal kepala ketua geng, Markus, lalu menempuh perjalanan jauh menuju kantor polisi.
Selain genre thriller yang menegangkan, film ini juga ngena banget karena unsur filosofisnya. Marlina menggambarkan perlawanan terhadap ketidakberdayaan para perempuan di daerah. Enggak cuma itu aja, pengambilan gambarnya pun sangat apik dan penuh dengan adegan bernuansa dark-humor. Film ini disebut sebagai film satay western pertama di Indonesia. Nuansanya kayak film petualangan a la koboi, tapi sarat akan budaya khas Indonesia, dan tentu saja, pemerannya perempuan.
***
Beragamnya tema cerita film Indonesia 2017 ini bikin kita menyadari bahwa film-film Indonesia rupanya enggak kalah sama film luar. Nah, usaha para sineas buat menyajikan film-film unik nan bermutu semestinya kita apresiasi dengan sebisa mungkin menonton film mereka selama ada uang dan waktu. Tentunya upaya apresiasi ini bisa dimulai dari enggak nonton atau ngebajak filmnya dengan cara apapun.
Yuk, dukung terus perfilman nasional dan tonton yang asli, bukan bajakan!