Dua film yang paling dinanti-nantikan pada 2023, yaitu Barbie (2023) dan Oppenheimer (2023), sempat bikin gempar banyak orang karena dirilis di hari yang sama, 19 Juli 2023. Walau secara cerita dan tema sangat bertolak belakang, Barbie dan Oppenheimer memiliki kesamaan, di antaranya sama-sama dirilis oleh dua studio besar, disutradarai oleh dua sutradara berbakat, dan dibintangi oleh banyak aktor Hollywood ternama.
Persamaan lainnya adalah Barbie dan Oppenheimer sama-sama mendapatkan penilaian positif. Barbie mendapatkan skor 88% di Rotten Tomatoes, sedangkan Oppenheimer lebih unggul dengan skor 93% di Rotten Tomatoes. Walau lebih unggul secara penilaian kritikus, Box Office Oppenheimer malah di bawahnya Barbie. Hingga artikel ini terbit, Oppenheimer mendapatkan 440 juta dolar (sekitar Rp6,6 triliun), sedangkan Barbie mendapatkan 836 juta dolar (sekitar Rp12,6 triliun).
Jika Oppenheimer lebih unggul secara penilaian kritikus, mengapa malah Barbie yang lebih sukses secara Box Office?
Alasan Barbie lebih sukses dari Oppenheimer
1. Nama Barbie lebih familier bagi banyak orang daripada Oppenheimer
Barbie merupakan boneka yang telah menemani masa kecil banyak anak perempuan sejak 1959, popularitasnya bahkan masih bertahan hingga saat ini. Hampir semua orang pasti tahu Barbie, baik laki-laki atau perempuan, termasuk orang yang tidak pernah punya Barbie. Ditambah lagi, Barbie sudah menjadi bagian dari budaya pop yang hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari film animasi, game, lagu, dan lainnya.
Di sisi lain, J. Robert Oppenheimer bukanlah sosok yang familier bagi banyak orang, apalagi bagi orang yang awam dengan sejarah. Sebagian besar dari kamu pasti tahu sejarah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Namun, enggak banyak yang tahu bahwa Oppenheimer ternyata adalah sosok yang berperan dalam pengembangan bom atom yang meledakkan kedua tempat tersebut. Dari sini saja sudah jelas bahwa nama Barbie lebih luas menjangkau banyak orang daripada Oppenheimer.
2. Barbie menciptakan tren yang marak diikuti di media sosial
Netizen sampai menciptakan istilah Barbenheimer untuk merayakan perilisan Barbie dan Oppenheimer di hari yang sama. Sebelum filmnya dirilis, kamu pasti pernah melihat video meme yang memperlihatkan seseorang menyiapkan dua model outfit untuk menonton Barbie dan Oppenheimer di hari yang sama. Namun ketika filmnya dirilis, terlihat jelas bahwa Barbie lebih menciptakan tren daripada Oppenheimer.
Selama dua minggu belakangan sejak 19 Juli 2023, kamu pasti sering melihat banyak orang pakai baju berwarna pink untuk menonton Barbie di bioskop. Dari situ saja sudah jelas bahwa orang-orang enggak mau ketinggalan tren pakai baju pink untuk menonton Barbie. Enggak sedikit juga orang yang pakai baju pink saat nonton Barbie memang punya tujuan bikin konten di media sosial mereka.
Lalu di media sosial, kamu pasti banyak menemukan banyak selebritas dan influencer yang membuat konten seputar Barbie, mulai dari konten make up yang terinspirasi dari Barbie, ide outfit yang terinspirasi dari Barbie, lalu ber-cosplay dan melakukan pemotretan yang bertema Barbie.
3. Marketing Barbie lebih gila-gilaan daripada Oppenheimer
Sadar bahwa Barbie sudah lebih dulu menjadi merek yang begitu besar sebelum filmnya dirilis, Warner Bros. sama sekali enggak ragu mengeluarkan bujet sebanyak 150 juta dolar (sekitar Rp2,27 triliun) hanya untuk marketing filmnya. Bujet marketing Barbie bahkan lebih banyak dari bujet produksinya yang menghabiskan 145 juta dolar (sekitar Rp2,2 triliun).
Selama masa promosi, film Barbie melakukan kerja sama dengan banyak perusahaan, mulai dari menghadirkan rumah Barbie dengan bekerja sama dengan Airbnb, berbagai merk makanan dan fesyen yang menghadirkan edisi khusus Barbie, bahkan sampai Xbox edisi khusus Barbie.
Warner Bros. bahkan niat membuat Barbie raksasa hasil CGI untuk kegiatan promosinya di Dubai. Di Indonesia, kamu juga bisa menemukan berbagai tempat promosi Barbie, di antaranya halte Transjakarta dengan nuansa Barbie, instalasi wahana Barbie di salah satu mal Jakarta, hingga mal yang menyediakan spot foto bertema Barbie.
4. Jangkauan usia Barbie lebih luas daripada Oppenheimer
Di bioskop Indonesia, Barbie dan Oppenheimer sama-sama mendapatkan rating 13+. Barbie memang aslinya juga mendapatkan rating “PG-13” atau film untuk penonton usia 13 tahun ke atas di Amerika Serikat. Di sisi lain, sutradara Christopher Nolan sebenarnya membuat Oppenheimer menjadi film rating “R (Restricted)” atau film untuk penonton usia 18 tahun ke atas.
Walau Lembaga Sensor Indonesia menyensor Oppenheimer sedemikian rupa supaya bisa mendapatkan rating 13+, pada dasarnya film ini punya kualitas cerita yang memang diperuntukkan untuk orang dewasa. Anak-anak usia di bawah 17 tahun jelas terlalu dini untuk mencerna cerita Oppenheimer yang terbilang rumit.
Barbie juga sebenarnya enggak bisa dibilang sebagai film untuk semua umur. Film ini menghadirkan cerita bertema feminisme yang lebih relate untuk perempuan muda dan perempuan dewasa. Walau secara cerita agak berat untuk remaja, Barbie punya visual menarik yang pastinya lebih menarik perhatian lebih banyak orang dari umur yang lebih muda.
5. Barbie punya genre dan durasi yang lebih ringan daripada Oppenheimer
Sebagai film biopik, Oppenheimer hadir dengan genre drama yang sebagian besar jalan ceritanya tersampaikan lewat dialog antarkarakter. Kamu yang lebih suka dengan aksi pastinya enggak akan terbiasa dengan Oppenheimer. Apalagi, Oppenheimer hadir dengan pace cukup lambat dan semakin terasa lama karena filmnya memang durasinya 3 jam!
Kebalikannya Oppenheimer, Barbie hadir sebagai film fantasi komedi yang jelas lebih menyenangkan untuk ditonton. Walau tidak mengerti sepenuhnya pesan yang disampaikan film ini, setidaknya kamu bisa terhibur dengan berbagai lelucon yang ada di filmnya. Apalagi, film ini punya durasi lebih singkat, yaitu 1 jam 54 menit, yang tidak terasa melelahkan untuk ditonton.
***
Itulah deretan alasan mengapa Box Office Barbie lebih sukses, padahal Oppenheimer mendapatkan penilaian yang lebih tinggi dari kritikus. Apakah kamu setuju dengan alasan-alasan di atas?