The Worst Person in the World, Kisah Coming-of-Age yang Potensial di Oscar 2022

The Worst Person in the World adalah film asal Norwegia tentang krisis kehidupan seorang perempuan pada usia 30 tahun. Selain premis, daya tarik lainnya adalah film ini berhasil meraih berbagai penghargaan dan nominasi Oscar 2022 dalam dua kategori yaitu “Best Original Screenplay” dan “Best International Feature Film”.

The Worst Person in the World bercerita tentang kehidupan perempuan muda bernama Julie yang mencari tujuan hidup pada usia yang menginjak 30 tahun. Dia berusaha menghadapi permasalahan di hidupnya, mulai dari karier, cinta, keluarga, dan keinginan untuk bebas.

Film karya sutradara Joachim Trier ini sudah tayang sejak 8 Juli 2021 di Festival Film Cannes. Hingga Februari 2022, film ini hanya tayang terbatas dalam ajang Festival Film tiap negara di Eropa. Untungnya, Indonesia mendapat bagian. Kamu bisa nonton legal di KlikFilm sejak 15 Februari 2022.

Lalu, apa yang membuat film ini patut ditonton? Simak beberapa poin menarik dari The Worst Person in the World di bawah ini. Mari kita lihat bagaimana kekuatan film ini untuk bisa bersinar di Academy Awards 2022.

Kekuatan The Worst Person in the World untuk bersaing di Oscar 2022:

Julie si pencari jati diri dalam 12 babak

Via Istimewa
Via Istimewa Via Dok. Oslo Pictures/IMDb.

Dilihat dari judulnya, film ini menunjukkan kebencian diri yang melodramatis, bahkan mungkin pernah dirasakan semua orang pada usia menjelang 30 tahun. Bukan lagi masalah quarter life crisis seperti Frances dalam Frances Ha (2012), tapi lebih kompleks dari itu.

Julie sedang menghadapi masa krisis kehidupan di umurnya yang hampir menginjak 30 tahun. Kondisi yang dihadapinya didominasi oleh kekhawatiran, keraguan, kebingungan, dan dilema akan masa depan.

Pada babak prolog, kita diberitahu kehidupan Julie mulai dari masa kuliah mengambil jurusan kedokteran yang ternyata enggak sesuai dengan passion-nya. Dia menganggap jadi dokter sama bosannya seperti perkakas kayu. Lalu, dia beralih ke jurusan psikologi, tapi masih merasa enggak cocok.

Lalu, dia mencoba berkarier dalam bidang fotografi yang juga hanya sebentar digelutinya. Terakhir, dia mencoba menulis artikel tentang pandangannya soal konstruksi seksualitas laki-laki dan perempuan.

Via Istimewa
Via Istimewa Via Dok. Oslo Pictures/IMDb.

Bersamaan dengan itu, Julie juga berganti-ganti pasangan. Namun, hanya Aksel  dan Eivind yang menjadi pusat dalam perkembangan diri Julie.

Masalah lainnya, Julie berada dalam keluarga disfungsional. Hal ini menjadi faktor ketika dia memilih enggak cepat menikah, juga enggak punya anak.

Premisnya cukup mirip dengan Tick, Tick… Boom! (2021). Bedanya, jika Jonathan Larson merasa hidupnya terbatas oleh waktu dalam mencapai kesuksesan di masa depan, Julie enggak. Julie ingin merasa bebas tanpa harus merasa umur menghalangi perjalanan mencari jati diri dan konstruksi bahwa perempuan harus menikah dan punya anak.

Dialog jadi kekuatan

Via Istimewa
Via Istimewa Via Dok. Istimewa.

Oh ya, sebagai informasi, The Worst Person in The World adalah film terakhir dari trilogi Oslo. Dua sebelumnya berjudul Reprise (2006) dan Oslo, August 31 (2011). Namun, kamu enggak harus nonton keduanya untuk mengerti film ini.

Joachim Trier menggunakan dialog sebagai kekuatannya. Bisa jadi, dia sadar betul bahwa film yang menurutnya tentang cinta dan eksistensi manusia ini cukup rumit dari kelihatannya. Maka, dia menambahkan elemen 12 babak dengan seorang narator untuk menjelaskan perkembangan karakter utamanya.

Pasalnya, sebagian besar line cenderung dikemas untuk kalangan ‘dewasa’ dan tetap alami. Dalam interview Deadline-Virtual Screening Series (20/1), Trier juga mengakui bahwa film ini mengandung banyak pertanyaan masyarakat modern, seperti apakah “dia jodoh saya?”, “untuk apa menikah dan punya anak?”, hingga pertanyaan “apakah selingkuh diperbolehkan?”

Via Istimewa
Via Istimewa Via Dok. Neon.

Pertanyaan dan dialog tersebut pula yang sekaligus menjadi sarana untuk berkontemplasi dengan pilihan hidup yang dimiliki dari penonton. Maka, enggak heran jika film ini segmented dan memberi efek enggak nyaman, karena alih-alih kita diminta untuk melihat realita dalam kisah surealis tersebut.

Semua narasi tentang seseorang menuju kedewasaan tampil bergizi dari awal sampai akhir. Sutradara Trier menyajikan narasi indah tentang dilema dan proses pencarian jati diri. Kesalahan-kesalahan para karakter di film ini pun disajikan tanpa judging, bahwa siapapun bisa melakukan kesalahan dan merasa menjadi orang paling buruk di dunia.

The Worst Person in The World dibuat sang sutradara layaknya dark comedy romantis, karena menurutnya, film ini adalah rom-com untuk orang-orang yang membenci rom-com. Enggak ada kisah romantis yang selalu membahagiakan, justru film ini memberi gambaran ketika asmara enggak sesuai seperti dalam film-film pada umumnya.

Apa yang bikin The Worst Person in The World potensial di Oscar 2022?

Via Istimewa
Via Istimewa

Harus diakui, sebagian film-film yang bersinar di Oscar merupakan film segmented dan skenarionya berkutat pada eksistensi manusia. Enggak bisa disamaratakan memang, tapi keindahan cara bertutur yang jujur dari Joachim Trier rasanya cocok jika film ini memenangkan kategori “Best Original Screenplay”, “Best International Feature Film”, atau keduanya.

Dia menyajikan momen kehidupan Julie, Aksel, dan Eivind dalam ketidaksempurnaan, terlepas dari isu sensitifnya. Kerumitan keadaan psikedelik Julie bisa kita lihat dalam mushroom scene. Lalu, sisi lain Aksel bisa kita lihat dalam wawancara Aksel soal Komik Bobcat karyanya melawan kritik feminis. Kemudian, emosi dan gairah Eivind bisa kita simak pada hubungannya dengan Sunniva.

Selain soal karakter, Trier juga mengatakan bahwa film ini juga berbicara tentang lingkungan sosial di daerah tertentu di Oslo. Menurutnya, tempat tersebut merupakan tempat dimana warga Oslo akan hidup. Mulai dari pergi ke cafe, jatuh cinta, memiliki anak, hingga hidup masa tua.

Review The Worst Person in the World
Review The Worst Person in the World Via Dok. Neon.

Ada pendekatan visual dari sinematografi Kasper Tuxen yang kami apresiasi dalam film The Worst Person in The World. Pertama, Tuxen dengan sempurna menangkap sisi indah dan enggak menyenangkan dari kehidupan Julie. Sehingga, tampaknyae nggak ada satu momen pun yang membosankan dalam kehidupan Julie.

Kedua, adegan ‘satu kota membeku’ yang natural tanpa bantuan CGI. Pada adegan itu, orang-orang berhenti, dan hanya Julie yang berlari sambil tersenyum lebar. Adegan ini seakan menggambarkan ungkapan “dunia milik berdua”. Menariknya lagi, adegan tersebut adalah shoot paling lama dari film ini.

Film segmented ini adalah sinema jujur tentang pengalaman manusia yang luar biasa dalam batas-batas surealis.

***

Nah, apakah kamu tertarik untuk nonton The Worst Person in The World? Share pengalaman nonton kamu, yuk!

 

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.