Cerita: 8,5 | Penokohan: 8 | Visual: 7,5 | Sound Effect/Scoring: 7 | Nilai Akhir: 7,8/10
“Ladies and gentleman, bersiaplah dengan kebangkitan M. Night Shyamalan!”
Beberapa tahun lalu, sebagian besar penikmat film mungkin beranggapan kalau karier sutradara M. Night Shyamalan sudah enggak punya taji lagi. Mungkin ada yang ingat sama film The Last Airbender, The Lady in the Water, atau After Earth, beberapa film arahan Shyamalan itu dianggap kurang banget performanya di box office ataupun di mata para penikmat dan penggemar film.
Mungkin banyak juga penggemar film yang berharap banget kalau sutradara keturunan India ini segera gantung topi. Tapi tunggu dulu, kalau lo sudah hafal banget sama film-film Shyamalan, lo harusnya tau apa yang terjadi setelahnya. Layaknya twist yang jadi ciri khas filmnya, Shyamalan membuktikan kalau dirinya bangkit dari keterpurukan dan mulai kembali diperhitungkan lewat film terbarunya, Split.
Faktanya, Split bukanlah film pertama yang menandakan kebangkitan M. Night Shyamalan. Pada 2015 lalu, saat bekerja sama dengan rumah produksi Blumhouse, dia membuat film berjudul The Visit. Film pembunuhan ini mampu menjawab keraguan penggemar film akan Shyamalan dengan mendapat respon positif, serta pendapatan sebesar US$160 juta dari biaya produksi yang cuma sebesar US$5 juta. The Visit dianggap kembali seperti film-film sukses Shyamalan lainnya, seperti The Sixth Sense atau Unbreakable. Berkat kesuksesan di film The Visit, banyak kalangan yang penasaran dan sudah enggak sabar menunggu karya Shyamalan selanjutnya, yang enggak lain adalah Split. Sama seperti The Visit, lewat film terbarunya ini, Shyamalan lagi-lagi mampu menjawab keraguan lo semua dan dijamin membuat lo berpikir dua kali untuk meminta sang sutradara pensiun.
Kisah film ini dimulai saat 3 orang remaja cewek (Anya Taylor-Joy, Haley Lu Richardson, dan Jessica Sula) yang diculik dari tempat parkir mobil oleh sosok misterius. Sempat menyangka diculik oleh sekawanan orang, ketiga cewek ini cukup kaget setelah tahu kalau "kawanan" tersebut ternyata cuma satu orang yang memiliki 23 kepribadian (James McAvoy). Kondisi tersebut membuat para cewek ini semakin khawatir karena sadar kalau yang mereka hadapi bukan penculik biasa.
Film ini terbagi dalam 3 bagian. Pertama jalan cerita utama tentang penculikan, kedua menceritakan hubungan karakter si penculik dengan psikiaternya (Betty Buckley), dan yang ketiga jadi bagian terpenting dalam film, yaitu cerita flashback salah satu korban penculikan, Casey (Taylor-Joy), dengan masa lalu gelapnya. Seperti yang sudah Viki bilang, harusnya lo tau kalau Shyamalan akan memainkan twist yang detailnya kadang disembunyikan dan tersebar di berbagai adegan.
Viki sarankan jangan sekali-kali beranjak dari bangku, karena lo akan ketinggalan bagian-bagian penting yang saling berhubungan. Pada dasarnya, cerita yang disajikan dalam Split memang rumit, tetapi nyatanya enggak terlalu rumit, kok. Lo bisa memahami ceritanya kalau lo meresapinya dari awal hingga akhir. Tentunya hal ini jadi nilai plus bagi Shyamalan yang mampu menulis cerita rumit, tetapi saling berhubungan. Akan tetapi, rasanya lebih baik kalau durasinya enggak mencapai 116 menit. Ada beberapa bagian yang terasa sedikit datar di awal, serta terasa rumit di bagian akhir, terutama jika lo tipe yang enggak mau berpikir keras saat menonton.
Yap, enggak lengkap rasanya kalau ngomongin filmnya Shyamalan tanpa ngomongin twist-nya. Lo akan menemukan berbagai twist yang tersebar di beberapa adegan. Twist–twist ini memang menghibur, tetapi ada yang beda pada twist di bagian akhir film.
Buat penonton awam, twist di akhir Split terasa benar-benar membingungkan dan mungkin akan membuat lo berkata, "WHAAAAT?" atau "maksudnya apa sih?". Akan tetapi, buat yang sudah karakteristik film thriller ala Shyamalan, lo pasti akan takjub dan berpikir kalau Shyamalan ini seperti akan membuat "Shyamalan Universe".
Split bisa dibilang jadi "one man show" seorang James McAvoy, aktor asal Skotlandia yang dikenal para geeks sebagai Profesor X muda di film X-Men. Dalam film ini, McAvoy dituntut untuk memerankan beberapa karakter (enggak semua dari 23 kepribadian itu ditampilkan dalam film) yang punya sifat, sikap, serta karakteristik yang berbeda. Mulai dari seorang cowok mesum yang perfeksionis dan alergi debu, seorang cewek elegan yang manipulatif, seorang desainer baju yang gemulai, hingga menjadi bocah 9 tahun yang gaya bicaranya terdengar mirip Mike Tyson.
Empat jempol dan lima bintang layak diberikan atas akting McAvoy yang super gemilang. Mungkin enggak pernah terpikirkan sebelumnya untuk melihat seorang artis berperan menjadi beberapa peran berbeda sekaligus dalam satu film. Kelihatannya memang susah banget untuk mengubah ekspresi, suara, gestur dengan waktu yang singkat. Nyatanya, hal itu bukanlah masalah besar bagi McAvoy karena dia berhasil memerankan berbagai karakter tersebut dengan sangat baik. Saat nonton, lo dijamin akan merasa sangat terhibur saat menebak-nebak karakter mana yang sedang diperankan oleh McAvoy.
Meskipun Split jadi pertunjukan tunggalnya James McAvoy, bukan berarti karakter-karakter lain enggak berperan dengan baik. Salah satu penampilan yang menarik perhatian adalah Anya Taylor-Joy, yang sudah enggak perlu diragukan kualitas aktingnya dalam film horor The Witch. Dia lagi-lagi menunjukkan kalau dia patut diperhitungkan sebagai aktris film horor berbakat. Dalam Split, dia memerankan Casey, salah satu korban penculikan yang enggak terlalu banyak bicara, tetapi tetap mampu menggambarkan perasaan seorang anak dengan masa lalu yang gelap. Taylor-Joy juga menghasilkan chemistry yang baik dengan McAvoy, meskipun di awal film sempat enggak terlihat. Enggak cuma Taylor-Joy, aktris Betty Buckley juga memainkan perannya sebagai psikiater dengan sangat baik.
Sayangnya, meskipun para aktor/aktris berhasil memainkan perannya dengan baik, ada juga beberapa karakter yang terkesan datar dan enggak penting. Contoh yang paling terlihat adalah korban penculikan lainnya, Claire (Haley Lu Richardson) dan Marcia (Jessica Sula), yang enggak banyak berkontribusi dalam film, kecuali berteriak dengan menggunakan pakaian dalam. Lanjut lagi, entah kenapa Viki juga merasa ada yang mengganjal dalam akting McAvoy. Makanya, Viki ragu kalau dirinya bisa mendapat nominasi Oscar, meskipun harus diakui kalau aktingnya memang benar-benar brilian.
Secara keseluruhan Shyamalan dan McAvoy berhasil membuat Split terasa menarik dan menghibur. Viki juga harus akui film ini benar-benar keren, tapi di satu sisi juga enggak terasa istimewa. Hal ini enggak bisa menutupi fakta kalau Split hanyalah film kelas B dengan budget minimalis. Buat lo yang mengharapkan film yang menakutkan dan penuh dengan jump-scare, sejujurnya Split enggak masuk kategori tersebut. Faktanya, film ini juga enggak punya efek suara atau musik yang bikin jantung kita terpacu. Split lebih fokus untuk memainkan psikologis dan mengajak lo untuk berpikir. Makanya jangan heran kalau film ini terasa kentang karena memang film ini enggak semenakutkan itu.
Meskipun ada kekurangan, film ini bisa membuat lo lupa akan kekurangan dan kelemahan tersebut karena pada dasarnya film ini menarik, menghibur, penuh kejutan, dan mampu berinteraksi dengan mengajak lo berpikir. Buat lo yang suka film thriller/horor yang "Shyalaman" banget, lo wajib banget nonton Split.