Trailer yang gloomy, Love Death + Robots 3 diharapkan menawarkan hal-hal yang lebih mind-blowing dibandingkan dua volume pendahulunya. Namun, apakah volume ini dapat memenuhi ekspektasi para penggemar? Yuk, kita ngobrol di sini!
Sesuai dengan judulnya, volume yang menyajikan sembilan episode ini tentu terkandung unsur robot, kematian, dan juga cinta. Ketiganya adalah elemen-elemen yang membuat kumpulan film pendek ini memiliki suasana distopia yang begitu chaos dengan cara yang cantik. Menonton sajian dark humor ini seolah seperti menjalani hubungan toksik: seringkali kita tersiksa karena enggak tahu dibawa ke mana, tetapi kita terlalu ketagihan hingga sulit melepaskan diri.
Secara umum, Love Death + Robots volume 3 masih layak disandingkan dengan volume-volume sebelumnya. Ada pula episode yang memang lebih bagus daripada pendahulunya. Secara keseluruhan, memang ada peningkatan dibandingkan volume dua. Hanya saja, menurut KINCIR, belum ada episode yang bisa mengungguli kedalaman dan keunikan dari Zima Blue (episode 14, volume 1) atau kesan penuh kontemplasi dan keanehan dari Beyond the Aquila Rift (episode 7, volume 1)
Dari sembilan episode yang dihadirkan, mana yang paling baik? Mari kita ulas dari episode yang paling “lemah” hingga yang paling “kuat” menurut versi KINCIR.
9: Swarm (Love, Death, Robot)
Swarm dibuka dengan nuansa hampir seperti Beyond the Aquila Rift, dengan sentuhan nuansa misi bak Star Trek. Dr Afriel bermaksud ke sarang alien yang bersifat kolektif bernama Swarm. Di sana, ia bertemu Dr. Galina yang sudah lama mengamati dan “berteman” dengan makhluk kolektif ini.
Dr. Afriel rupanya memiliki niat lain, yakni, ingin meniru sifat kolektif Swarm dan menerapkannya pada manusia untuk menciptakan spesies budak.
Sebetulnya, episode ini berpotensi menjadi episode menarik dengan premis kuat serta kisah keserakahan manusia. Sayangnya, akhir kisahnya antiklimaks dan gagal menyampaikan pesan itu.
8: In Vaulted Halls Entombed (Death)
Buat kamu yang suka gore atau bahkan membencinya, In Vaulted Hall Entombed bisa menjadi tontonan berharga.
Ceritanya, beberapa tentara Amerika Serikat masuk ke dalam gua untuk menemukan sandera teroris Afghanistan. Namun, alih-alih melawan teroris, mereka justru menemukan hal-hal aneh, seperti ribuan laba-laba kecil mematikan yang berwajah monster, binatang aneh yang hobi mencabik dan merupakan kanibal, hingga monster misterius yang disekap di perut gua.
Selain efek gore dan gangguan terhadap pengidap arachnophobia, sebetulnya enggak banyak yang spesial dari episode ini. Namun, episode ini seolah menegaskan kekuatan empati perempuan yang membuat pikirannya lebih jernih.
7: Night of the Mini Dead (Love, Death, Robot)
KINCIR sangat suka dengan cara Night of the Mini Dead menggambarkan kiamat zombie sehingga terasa lucu, enggak banal, dan juga mudah dicerna.
Night of the Mini Dead menampilkan kiamat zombie dalam gambar yang diperkecil, seolah kita seperti melihat diorama. Efek suara imut akibat adegan yang dipercepat pun bikin penonton berasa menjadi “Tuhan” yang melihat makhluk-Nya dari jauh.
Bagian paling kocak dari diorama ini adalah bagaimana semua bermula. Akibat dua orang yang berhubungan seks di kuburan dan melecehkan patung malaikat, zombie-zombie terbangun dan menyebar ke seluruh kota.
Walaupun asyik dan ditampilkan dengan unik, tetapi ada kesan “gitu aja?”, setelah episode ini selesai.
6: Kill Team Kill (Death & Robot)
Kill Team Kill adalah tontonan asyik bagi penyuka gore yang sedang ingin bersantai. Tanpa tedeng aling-aling, film dibuka dengan hamparan mayat.
Sekelompok tentara Amerika Serikat sedang melakukan gerilya melawan sebuah beruang yang telah direkayasa secara genetik oleh CIA. Nahas, beruang tersebut terlalu kuat, cakarnya merobek dan menghunus para tentara dengan sadisnya.
Percikan daging dan darah serta humor “gelap” yang dilontarkan para tentara adalah kombinasi menyenangkan dari episode ini. Enggak spesial, tetapi asyik ditonton dengan akhir yang cukup menyebalkan.
5: Mason Rat (Love, Death, Robot)
Apa yang akan kamu lakukan jika menemukan tikus-tikus di lumbung padimu? Solusinya mudah. Cukup panggil pengusir hama.
Masalahnya adalah, tikus-tikus yang ada dalam kisah ini berevolusi. Otak mereka berkembang menjadi lebih cerdas. Mereka bisa membuat senjata dan berimajinasi layaknya manusia.
Akhirnya, pemilik lumbung memanggil penyedia solusi hama yang memiliki alat-alat canggih setara alat Perang Dunia. Sayangnya, seiring dengan semakin canggihnya alat, otak tikus semakin berevolusi.
Episode ini cukup seru, sadis, dan memiliki akhir yang melegakan. Selain itu, ada kritik sosial terhadap oknum korporasi yang hanya mempedulikan untung tanpa mengindahkan etika dan keselamatan pelanggan.
4: Exit Strategies (Death & Robot)
Kangen dengan tiga robot petualang yang suka menjelajah Bumi pascakiamat di volume dua? Rasa rindumu terobati dalam episode pertama ini.
Tiga robot dengan sifat berbeda mengeksplorasi Bumi dengan kegembiraan dan keingintahuan. Pemandangan daging manusia membusuk, kerangka-kerangka yang mati dengan tragis, hingga kanibalisme darurat ditanggapi santai oleh para robot, seolah seperti para manusia yang berwisata edukasi ke situs purbakala lawas.
Untuk kamu yang suka dengan segala berita tentang Elon Musk, akhir dari episode ini menyenangkan, walaupun agak serupa dengan episode Three Robots sebelumnya.
Pertanyaannya ada dua: apakah kebodohan manusia lebih berbahaya daripada nuklir? Dan yang kedua, kenapa kreator Three Robots menyukai kucing?
3: Jibaro (Love & Death)
Jibaro adalah tontonan yang meneror sekaligus penuh keindahan. Ritmenya cepat, efek cahayanya cukup meneror mata, tetapi penampilan dan tarian siren danau di episode ini memukau secara aneh.
Sekelompok ksatria dan para pendeta sedang beristirahat, tanpa menyadari mereka beristirahat di dekat danau tempat siren, makhluk yang menyerang dengan suara menghipnotis, berada. Siren tersebut mengeluarkan suara aneh, membuat orang-orang kebingungan sekaligus tertarik, sekaligus saling membunuh.
Semua mati kecuali seorang ksatria yang tuli. Sang siren pun bingung karena sihir suaranya enggak berhasil. Setelahnya, siren tersebut sekuat tenaga merayu ksatria, dan ksatria itu memiliki rencana lain.
Sesuai dengan tokoh utamanya yang tuli, Jibaro berlangsung tanpa dialog dan mungkin sedikit membingungkan. Namun, agaknya episode ini menggambarkan toxic relationship.
Buat kamu yang suka dengan The Witness di volume satu, kamu akan menyukai Jibaro. Animasi cutting edge-nya cantik, penuh warna-warna yang bold.
2: Bad Travelling (Love & Death)
Inilah episode yang paling padat dan asyik dari segi cerita. Alurnya jelas, penokohannya kuat. Setiap perilaku tokoh didasari alasan yang logis.
Bad travelling adalah julukan bagi kapal yang mengalami masalah dalam pelayaran. Inilah yang terjadi pada kapal pemburu hiu.
Mereka diserang Thanapod dalam perjalanan. Thanapod adalah seekor kepiting raksasa pemakan daging manusia. Binatang ini membajak kapal dan meminta Tarrin, kapten kapal, membawanya ke Phaiden Island dengan syarat bahwa ia membutuhkan daging manusia di sepanjang perjalanan.
Episode ini bukan hanya tentang melawan monster pemakan manusia saja, tetapi tentang “politik” kru kapal, pengkhianatan, strategi, hingga idealisme. Episode yang bernas dan enggak membosankan sama sekali.
1: The Very Pulse of the Machine (Love, Death, & Robot)
Kekuatan dari episode ini adalah dialognya yang kuat serta efek trippy yang membuat kita bingung memisahkan kenyataan dan imajinasi. Sensasinya seperti menonton video klip Yellow Submarine dan Lucy in the Sky with Diamond-nya The Beatles.
Martha Kivelson sendirian di Io, bulan dari Jupiter, setelah rekannya meninggal. Tabung oksigennya bocor dan ia terpaksa menggunakan oksigen dari temannya, menyeret mayatnya hingga ke pos puluhan kilometer untuk dapat mengakses stasiun Bumi.
Di sepanjang perjalanan, ia mengalami petualangan pikiran yang absurd, enggak logis, dan begitu membingungkan. Awalnya ia mengira itu adalah efek obat yang ia konsumsi, sampai ia mengetahui apa wujud sebenarnya bulan Io itu.
Suara-suara yang didengar Martha sepanjang perjalanan beserta batu-batu yang berubah menjadi gambaran manusia seolah mengingatkan kita pada halusinasi saat kita demam tinggi dan terkena pengaruh obat penurun panas. Semua warna, kata-kata, dan imajinasi bertumpuk, menari-nari, dan berlompatan. Kondisi itu diwujudkan sangat sempurna dalam episode ini.
Love, Death, + Robots 3 memang mengungguli ekspektasi penggemar, terutama yang menginginkan lebih dari apa yang disajikan volume kedua. Begitu banyak kisah yang overwhelming dan secara sederhana mengejutkan nalar manusia.
Seperti sebelumnya, kamu bisa menontonnya secara legal di Netflix. Nah, episode mana yang paling kamu sukai? Share ke KINCIR, yuk!